Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Seks untuk pria, kesetiaan milik ...

Bagi banyak suami di jakarta, 50% suami menjalin hubungan gelap dengan lebih dari 10 wanita. bagi mereka hubungan seks di luar nikah adalah hiburan yang menyenangkan. hasil angket majalah matra.

27 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAYA sudah 25 tahun menikah dan melakukan hubungan seks hanya dengan istri," kata seorang pasien kepada psikiater yang merawatnya. "Karena itu, saya selalu cemas. Saya takut istri saya akhirnya tahu." Lelucon ini dikemukakan humoris dan seniman (juga presdir Jamu Jago) Jaya Suprana, dalam seminar Pria dan Kesetiaan, Sabtu pekan lalu di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta. Pendapat Jaya, seperti biasanya, sering kontroversial. Tapi pasti segar. Ketika siasat para suami -- dalam melakukan hubungan seks di luar rumah sedang dibahas, Jaya yang juga tampil sebagai pembicara punya komentar lucu. "Para istri tahu itu semua. Cuma pura-pura tidak tahu," katanya. Mengapa istri-istri itu tidak bertindak? "Mereka tahu bahwa rasa bersalah yang timbul akibat menyeleweng membuat suami jadi mudah dikendalikan," tutur Jaya, jenaka. Rasa bersalah yang meruyak sesudah melakukan hubungan di luar nikah memang tak terhindarkan. Hasil angket majalah Matra membuktikan hal itu. Ada 36% responden yang diburu-buru rasa berdosa, 20% merasa berdosa hanya ketika melakukan hubungan seks, dan 24% saja yang kadang-kadang merasakannya. Lalu 20% tak merasakan apa-apa. Angket Matra, yang menjadi topik pembicaraan seminar, memang dibuat khusus untuk memonitor peri laku pria di luar rumah. Angket itu disebarkan pada 499 responden pria -- 72% di antaranya berstatus suami -- yang tinggal di lima wilayah Jakarta. Mereka sebagian besar adalah pegawai swasta dengan tingkat pendidikan cukup tinggi, mayoritasnya adalah lulusan akademi dan perguruan tinggi. Ternyata, rasa berdosa tak menggugah. Hanya 28% responden yang berusaha mem-perbaiki keadaan -- ini bila perkawinan sampai terancam. Terbanyak (48%) tidak akan mempertahankan perkawinan, 52% hilang, kalau perlu akan menempuh perceraian. Mengapa para responden lebih mementingkan kehidupan seks di luar rumah? Saya sendiri terkejut ketika melihat 69% responden punya kebiasaan melakukan hubungan ekstramarital," kata dr. Naek L. Tobing, seksolog yang mengoordinasikan angket itu. Kejutan lain, menurut Tobing, ialah: 50% responden berkencan dengan lebih dari 10 wanita. Siapakah wanita-wanita yang menjadi teman kencan? Sang pelacur -- yang pernah diratapi penyair Rendra dalam salah satu puisinya -- menduduki peringkat pertama, dikunjungi secara tetap oleh 72% responden. Wanita janda berada pada peringkat kedua, menjadi teman kencan 60% responden. Perinciannya: 48% janda diajak kencan sekali-sekali, 12% digilir secara tetap. Rekan sekantor dan gadis-gadis remaja ikut berperan dalam memadu kasih terlarang ini. Tergolong ke dalamnya, gadis-gadis yang dikenal dengan sebutan perek -- singkatan perempuan eksperimen. Kendati tidak dominan, 46% responden mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan rekan sekerjanya. Tapi hanya 4% yang terlibat secara tetap, 42% sekali-sekali saja kambuh isengnya. "Hubungan seks dengan gadis remaja, kendati tidak dominan, cukup mencemaskan," ujar Tobing. "Ini menunjukkan banyak gadis melakukan hubungan seks bebas, bahkan dengan sadar menggaet pria yang sudah kawin." Hasil angket menunjukkan 34% responden mengaku pernah tidur dengan si remaja, 4% berhubungan secara tetap, 16% tergolong sering, dan 14% menyatakan kadang-kadang saja "makan daun muda". Tobing menilai, hubungan seks luar nikah di masa kini sudah bisa digolongkan sebagai peri laku orang yang ketagihan. Ada kesan, hubungan seks adalah sumber kesenangan dan media hiburan para lelaki, sekaligus mencerminkan dominasi pria dalam perkawinan. Memang sebagian besar responden (54%) sadar bahwa manifestasi kesetiaan adalah berpantang seks di luar perkawinan. Namun, 42% menyatakan: suami boleh nyeleweng, sementara istri tidak. Ada kesan, pria peserta angket masih menghargai kesetiaan, tapi pada saat yang sama, mereka condong memilih penyelewengan. Pada perkiraan Tobing, "Hubungan seks di luar nikah akan naik terus jumlahnya di masa datang." Sebab utamanya: sarana hiburan yang semakin banyak menjajakan kemolekan wanita. Di sisi lain, kesadaran seks sudah tinggi. "Pria maupun wanita menginginkan hubungan seks yang memuaskan," ujar Tobing. "Sementara itu, kualitas seks semacam itu sering tidak bisa dicapai di rumah." Psikolog Farida Lestira Subardja berpendapat, hubungan seks di luar nikah sering dinilai berlebihan. "Pengertian nyeleweng nampaknya mesti diralat, deh," katanya. Gejala ini, katanya, tidak lebih dari gangguan terhadap hidup perkawinan yang memang selalu ada. "Kalau toh terjadi, harus dilihat dulu situasi dan latar belakangnya," ujar kepala Bagian Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu. "Jangan lalu divonis tidak setia." Menurut dr. Aznen Aziz -- pengasuh rubrik Dari Hati ke Hati majalah Femina, yang juga tampil sebagai pembicara -- penyelewengan nonseksual bisa lebih berat. "Yang seksual itu rendah, karena cuma kebutuhan biologis," katanya, "sementara yang nonseks bisa melibatkan emosi yang menandakan dekatnya hubungan seorang lelakl dan perempuan." Seksual atau tidak, penyelewengan bukanlah ancaman baru bagi lembaga perkawinan. Ancaman ini sama tuanya dengan lembaga itu sendiri, hanya frekuensinya meningkat dan realisasinya semakin beragam. Film Fatal Attraction, yang sempat bertahan lebih dari satu bulan di Jakarta, menampilkan akibat fatal dari sebuah penyelewengan. Gara-gara si bapak dilanda iseng, putrinya nyaris mati di tangan sang kekasih. Penyelewengan itu minimal memang menghibur, seperti yang bisa disimpulkan dari angket Matra, tapi maksimal bisa menghancurkan. Hanya kalau sudah "kena batunya", acap kali pria tidak lagi bisa membedakan, mana yang aman mana yang menenggelamkan. Repot, memang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus