KELOMPOK Sumpah Mati", yang sejak awal tahun ini memusingkan polisi Sumatera Utara karena mengedarkan uang palsu kini tergulung. Selasa subuh, pekan lalu, otak komplotan tersebut, Sulaiman, diringkus di sarangnya di Desa Penggalangan, Kabupaten Deli Serdang, setelah lima butir peluru petugas yang memburunya menembus kedua kakinya. Di saku terdakwa polisi menemukan Rp 6,5 juta uang palsu pecahan Rp 10 ribu. Sulaiman, 39 tahun, seperti diakui polisi, selama ini sulit diendus karena sering berpindah tempat dan tinggal di desa-desa, di berbagai kabupaten di Sum-Ut. Di tempat-tempat terpencil itulah, Sulaiman, yang suka gonta-ganti nama misalnya Sarbini dan Sofyan -- sejak tahun lalu memproduksi uang, yang bernilai tukar Rp 10 ribu, dengan cara cetakan sablon. Untuk memasarkan uang itu Sulaiman bekerja sama dengan Abdul Manan, 38 tahun, yang dikenalnya lima tahun lalu ketika jadi calo sepeda motor di Medan. Untuk mengelabui petugas dan masyarakat, Manan membuka kios minyak di Desa Berong, 5 km dari tempat Sulaiman membuat uang palsu. Di samping menjual minyak itu, Manan mengorganisasikan pemuda-pemuda desa, seperti Pariono, Legimin, Chairul Awar, Nasib, dan Ponimin, untuk memasarkan uang palsu. Pemuda-pemuda itu disuruhnya mencari orang-orang yang hendak menjual sepeda motor. Supaya sulit dikenali, semua anggotanya itu oleh Manan dilarang melepaskan helm dari kepalanya bila mengadakan transaksi dengan penjual motor. Berkat taktik itu, komplotan tersebut berkali-kali bisa membeli sepeda motor dari penduduk di berbagai desa dengan uang palsunya. Setelah itu, Manan melego sepeda motor itu kepada peminat lain. Semula usaha Sulaiman dan Manan itu berjalan lancar. Tapi, sekitar Februari 1988, Sulaiman, yang pernah duduk di bangku di SMP itu, ditangkap polisi, berkat pengaduan seorang penduduk. Tapi, cntah bagaimana caranya, ia berhasil lari dari tahanan. Dia kembali mengumpulkan anak buahnya dan melanjutkan kegiatannya. Untuk menjamin keamanannya, Sulaiman meminta Manan dan semua anak buahnya mengangkat sumpah. "Kalau kami tertangkap, lebih baik mati daripada mengaku" bunyi sumpah itu. Di kesempatan itu, Manan pun berjanji, "Kalau kalian mati, bini kalian dapat pensiun, tapi kalau kalian mengaku, saya akan membunuh kalian." Itulah sebabnya, polisi menjuluki mereka "Kelompok Sumpah Mati". Mungkin berkat sumpah itu, polisi sempat mereka buat pusing. Kecuali menemukan korban-korban, yang menerima uang palsu, petugas kehilangan jejak melacak mereka. Teka-teki itu baru mulai terjawab, pada awal Agustus lalu, setelah karyawan PTP IV Bandar Betsy, Simalungun, Tarsim, mengadu ke Polsekta Perdagangan. Ia curiga karena uang hasil menjual sepeda motornya Rp 1,2 juta hari itu berwarna pudar, dan tak seperti uang asli. Kapolres Simalungun, Letkol. Sofyan Jacob, segera memeriksa Tarsim. Tapi lelaki itu mengaku tak kenal pembeli motornya. Hanya saja, katanya, 40 hari sebelumnya, seorang tetangganya, Pariono, pernah bertanya tentang rencananya menjual sepeda motor itu. Meskipun keterangan Tarsim itu belum begitu kuat untuk mencurigai Parinno, toh polisi tetap mengusut tetangga Tarsim itu. Pariono, yang memang anak buah Manan, ternyata tak menaati "sumpah mati" yang sudah diucapkannya. Ia "berbunyi" sehingga polisi dengan mudah menangkap empat orang rekan sekomplotannya. Dari keempat orang itu pula polisi menemukan nama Sulaiman dan Manan sebagai otak komplotan itu. "Dari hasil kejahatan itu, kami hanya dapat makan dan rokok," kata Pariono kepada TEMPO. Manan pun diringkus tanpa perlawanan sebelum Sulaiman tertangkap. Di rumah Manan, polisi menemukan uang palsu Rp 17 juta. Yang mencengangkan polisi, Manan terbilang kaya d desa itu. Dia punya 28 truk, dan satu sedan mulus. Apakah semuanya hasil uang palsu? Kepada TEMPO, Manan tersenyum dan mengangguk-angguk. Poliyah, 35 tahun, bini Manan, turut ditangkap. Wanita itu, konon, suka menyetrika uang palsu yang diterima suaminya dari Sulaiman, agar licin sempurna. Akibat penangkapan itu, lima orang anak Manan dan Poliyah, kini, lontang-lantung tanpa ada yang mengasuh. Sampai akhir pekan lalu, Polres Simalungun masih mengusut, berapa persen bagian Sulaiman dari harta yang dikumpulkan Manan. Selain itu juga tengah dilacak kebenaran informasi bahwa komplotan itu sudah mengedarkan uang palsu dalam jumlah ratusan juta rupiah. "Yang jelas, sumpah mati mereka itu isapan jempol," kata Sofyan Jacob. M.S. & Makmun Al Mujahid (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini