Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Selamat tinggal angan-angan

Dalam upaya membenahi citra polisi, kapolda jatim mengadakan psikotes ulang bagi polisi pemegang senjata. 200 polisi tergolong predikat buruk dan sangat buruk. tes akan diberlakukan di seluruh indonesia.

2 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM gebrakan ada kejutan. Di tengah upaya membenahi citra polisi yang dicetuskan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Mayor Jenderal Emon Rivai Arganata, dua polisi mengundurkan diri. Akan halnya psikotes ulang (disebut tes rutin) untuk yang memegang senjata dan juga mendeteksi yang gemar main ''dor'', menurut sumber di Markas Besar Polri, memang akan diberlakukan di seluruh Indonesia. Namun yang sudah dilakukan di Banyumas, Jawa Tengah, terhadap 77 polisi yang memegang senjata api hingga kini tak bersedia diumumkan. Dalam pada itu langkah Kapolda di Jawa Timur tadi sempat menjaring 200 polisi dengan predikat ''buruk'' dan ''sangat buruk'' (TEMPO, 14 November 1992). Untuk menyiangi perilaku yang kurang elok itu, Emon Rivai menggunakan empat kriteria: polisi dengan perilaku sangat baik, sangat patuh, buruk, dan sangat buruk. Untuk predikat sangat baik adalah polisi yang mematuhi perintah atasannya, sekaligus mampu menciptakan kreasi dan inovasi dalam tugasnya. Predikat baik diberikan kepada polisi yang patuh pada perintah, tapi kurang mampu berkreasi dan inovasi dalam bertugas. Untuk polisi buruk adalah yang kurang patuh pada perintah. Misalnya, diperintah dua hingga tiga kali baru ia jalan. Dan predikat sangat buruk, yaitu polisi yang menolak perintah, sekaligus melakukan pelanggaran dan tindak pidana tertentu. ''Kalau hanya bikin masalah saja untuk apa menjadi polisi. Lebih baik keluar saja,'' kata Emon Rivai. Namun bagi yang berminat meneruskan kariernya tetap dibuka peluang, asalkan mau sekolah lagi. Yakni, melalui pendidikan khusus (reschooling) di Sekolah Polisi Negara (SPN) di Desa Bangsal, Mojokerto, Jawa Timur. Setelah diplontos, di sana mereka kembali diajari latihan dasar kepolisian, dari baris-berbaris hingga latihan kejuangan dan profesionalisme. Dari 200 polisi tadi 93 digembleng lagi 250 jam atau satu bulan. Materinya, 50% kelas dan 50% lapangan. Sebenarnya ada 95 orang yang harus digodok ulang. Tapi dua mengundurkan diri. Yakni, Sersan Satu Wiwik Suwarko, 32 tahun, dari Kepolisian Resor Pacitan, yang selama ini sibuk berdagang. Dan seorang lagi, Kopral Satu Ir. Wasito, MBA, dari Surabaya. Mereka mengajukan permohonan mengundurkan diri dari kepolisian, hanya beberapa menit sebelum pendidikan dibuka resmi oleh Kapolda Jawa Timur pertengahan Desember barusan. ''Saya kira itu sikap yang sportif,'' komentar Emon Rivai. Khusus mengenai Kopral Satu Wasito yang unik, ia menjadi polisi sejak tahun 1971. Ia lahir 45 tahun lalu di Dusun Sorogaten, Kelurahan Sogan, Kecamatan Bendungan, Kulonprogo, Yogyakarta. Lulus dari jurusan paspal SMAN I Wates, Yogyakarta, tahun 1969, Wasito ingin melanjutkan kuliah. Namun ia tak punya biaya. Usahanya masuk Akabri pun gagal. Ia lalu masuk sekolah calon Tamtama Polisi di Jawa Tengah. Semangatnya untuk belajar timbul, menurut Wasito, karena sejak 1974 hingga 1983 ia menjadi intel di Surabaya, yang mengawasi soal kemahasiswaan, politik, dan berbagai organisasi. Peluang bertugas di lapangan dimanfaatkannya kuliah di Akademi Teknik Surabaya (ATS), dan tahun 1975 lulus sebagai sarjana muda, lalu jadi dosen di situ. Tahun 1982, ketika ATS berubah status dan tukar nama menjadi Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS), Wasito melanjutkan kuliahnya, lulus dua tahun kemudian. Dan sejak tahun 1988 ia menjadi Kepala Bagian Instalasi Kampus, yang membawahkan karyawan, mahasiswa, dan kampus. Di kampus ini Wasito dikenal luas dengan disiplinnya yang ketat. Dan ia lulus program MBA di ITATS, 1992. Sebenarnya ia sudah lama ingin mundur dari kepolisian. Misalnya, bulan September 1987 pernah mengajukan permohonan mundur. Namun tak disetujui atasannya dengan alasan tenaganya masih dibutuhkan. Toh pangkat Wasito tidak pernah naik dari Kopral Satu. Tapi baru sehari sebelum pembukaan reschooling di SPN itu Wasito membuat kata putus. Ia menghadap atasannya, Kepala Kepolisian Resor Kota Surabaya Selatan Letnan Kolonel Badri Rizal, untuk menyatakan pengunduran diri. Dan menurut Letnan Kolonel Ahmad Rifai, Kepala Dinas Penerangan Polda Jawa Timur, jika memenuhi syarat untuk pensiun, ya, dipensiunkan. ''Dalam bidang pendidikan, bisa jadi ia baik. Tapi sebagai prajurit, perilakunya sangat buruk,'' kata Ahmad Rifai. Sebab, Wasito menjadi dosen di ITATS tanpa izin dari kesatuan. Karena lebih banyak dinas di luar kesatuan, ia sering bolos. ''Toh ia bisa sekolah hingga sarjana, juga berasal dari gaji di kepolisian,'' kata Ahmad Rifai kepada Edy Hafidl dari TEMPO. Saat ini Wasito menjadi Sekretaris Program MBA di ITATS. Dikaruniai empat anak dari seorang istri. Tinggal di rumah besar di kawasan elite Manyar Tirtoyoso, Surabaya -- terkesan tidak sebagai kediaman seorang kopral. Di garasinya parkir sedan Daihatsu Charade putih. Diakuinya, pengalamannya sebagai polisi menyadarkannya betapa hidup tidak bisa dilalui hanya dengan angan-angan. Seperti dituturkannya kepada Kompas, ''Kalau saya melanjutkan ke pasca-sarjana, itu karena saya ingin punya bekal hidup yang memadai,'' katanya. Dan seraya mengucapkan selamat tinggal kepada kepolisian, Wasito kini mantap membingkai pandangan hidupnya dengan kata-kata mutiara. ''Ilmu akan membimbing kita pada kearifan hidup, tanpa melecehkan orang lain,'' katanya. Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus