Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Penguntit Jampidsus dari Detasemen Khusus

Penangkapan anggota Densus 88 oleh Polisi Militer dibenarkan dua saksi mata. Kapolri memilih bungkam.

28 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pegawai Kejagung melintas di samping mobil Polisi Militer yang terparkir di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, 27 Mei 2024. ANTARA/Galih Pradipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penangkapan anggota Densus 88 oleh Polisi Militer dibenarkan dua saksi mata.

  • Kapolri harus bisa memberikan penjelasan untuk meredam berbagai spekulasi di masyarakat.

  • Detasemen Khusus Antiteror dibentuk untuk menangani kasus-kasus terorisme.

BERITA tentang Polisi Militer menangkap personel Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Antiteror yang diduga menguntit Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mendapat perhatian publik. Penangkapan itu terjadi di restoran Gontran Cherrier, Cipete, Jakarta Selatan, pada Ahad, 19 Mei 2024. “Kejadiannya antara pukul 20.00 dan 21.00 WIB,” kata seorang saksi mata yang tidak bersedia dituliskan namanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Joko Widodo mengatakan telah memanggil Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk meminta penjelasan. "Sudah saya panggil tadi," kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Senin, 27 Mei lalu.

Jokowi enggan memaparkan penjelasan yang dia terima dari Jaksa Agung dan Kapolri. "Tanyakan langsung ke Kapolri," kata Jokowi sambil menunjuk ke arah Listyo Sigit yang berada di dekatnya. Adapun Listyo tidak memberikan jawaban tegas. "Sudah enggak ada masalah. Memang enggak ada masalah apa-apa," katanya.

Suasana restoran Prancis tempat penguntitan Jampidsus di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, 27 Mei 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Sebelumnya, penangkapan terhadap anggota Densus 88 itu dibenarkan oleh dua saksi mata. Febrie disebut memang kerap datang ke restoran yang menyajikan kuliner khas Prancis itu. Ia dikawal oleh seorang ajudan dan satu anggota Polisi Militer. Polisi Militer inilah yang menangkap anggota Densus yang diduga memata-matai Febrie itu.

Febrie bisa mendapat pengawalan dari Polisi Militer atas bantuan Jaksa Agung Muda Bidang Militer. Alasannya, Jampidsus perlu mendapat pengamanan karena sedang menangani sejumlah kasus korupsi besar. Apalagi penyidik Kejaksaan Agung pernah mendapat intimidasi saat menangani kasus timah di Bangka Belitung.

Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dalam akun resmi Instagram-nya sempat memampang foto pengamanan di gedung Kejaksaan Agung oleh sejumlah anggota Polisi Militer. Pada keterangan foto tertulis, “Situasi keamanan di Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengalami peningkatan pengawasan setelah adanya dugaan peristiwa penguntitan terhadap Jampidsus oleh anggota Densus 88. Untuk memastikan keamanan dan ketertiban di lingkungan tersebut, personel Polisi Militer TNI dikerahkan guna melakukan pengamanan khusus yang dipimpin oleh Lettu Pom Andri, Jakarta, 24/5/2024.”

Dalam keterangan yang sama, unggahan itu menyebutkan langkah pengamanan tersebut merupakan respons atas penguntitan terhadap Jampidsus. “Personel Puspom TNI bekerja sama dengan pihak keamanan internal Kejaksaan Agung serta aparat penegak hukum lainnya untuk mengidentifikasi dan mengantisipasi potensi ancaman. Pengamanan ini mencakup patroli rutin, pemeriksaan kendaraan, serta pengawasan terhadap individu yang keluar-masuk area Kejaksaan Agung,” demikian keterangan foto dari unggahan Puspom TNI pada Sabtu, 25 Mei lalu.

Namun, sehari setelahnya, unggahan itu dihapus. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar menjelaskan, pengawalan terhadap pejabat Kejaksaan Agung itu merupakan tindak lanjut dari memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangani pada 6 April 2023. “Tidak ada kaitannya dengan kasus yang ramai dibicarakan. Pelaksanaan pengamanan yang dilakukan normal seperti biasanya. Tidak ada yang istimewa,” kata Nugraha.

Komisioner Komisi Kejaksaan Pujiyono Suwandi mengatakan belum menerima laporan tentang dugaan penguntitan yang dilakukan anggota Densus 88 terhadap Jampidsus. Namun Komisi Kejaksaan tetap akan menelaah informasi yang beredar soal peristiwa itu. “Nanti akan kami kaji sejauh mana data yang kami peroleh,” kata Pujiyono.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, berharap Polri memberikan penjelasan tentang insiden itu. Klarifikasi ini diperlukan untuk mencegah berbagai macam spekulasi liar di masyarakat. "Densus 88 tentu bergerak bukan atas inisiatif masing-masing personel. Ada yang memerintahkan,” katanya. “Siapa dan apa motifnya, tentu bisa dijelaskan oleh Kadensus 88."  

Bila anggota Densus 88 benar-benar menguntit Jampidsus, kata Bambang, satuan ini sudah jauh melenceng dari tugas pokok dan fungsi sebagai satuan khusus. Sebab, ketika dibentuk pada 2003, satuan ini dikhususkan untuk menangani kasus-kasus terorisme.

Pembentukan Detasemen Khusus 88 Antiteror tidak bisa dilepas dari serangan teror bom di Bali pada 2002. Dalam serangan itu, korban yang tewas tidak kurang dari 200 orang. Pemerintah kemudian menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 dan 2 Tahun 2002, yang kini telah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sejalan dengan terbitnya aturan tersebut, Kapolri mengeluarkan surat keputusan nomor Kep/30/06/2003 tanggal 30 Juni 2003 tentang pembentukan Detasemen Antiteror di bawah Badan Reserse Kriminal Polri. Belakangan, satuan itu divalidasi dan diberi nama Detasemen Khusus 88 Antiteror Bareskrim Polri.  

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah. ANTARA/Puspa Perwitasari

Kapolri kembali mengeluarkan keputusan bernomor Kep/11/03/2005 tanggal 21 Maret 2005 untuk membentuk Detasemen 88 Antiteror di 26 kepolisian daerah, lalu bertambah dua lagi pada 2010. Kemudian, berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2010, detasemen khusus ini dipisahkan dengan Bareskrim dan diberi kedudukan langsung di bawah Kapolri. Seiring dengan perubahan itu, detasemen di tingkat polda dihapuskan dan digantikan oleh Satuan Tugas Wilayah Densus 88 yang berada di bawah Kepala Densus 88 AT Polri.

Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, sempat mengusulkan agar Densus 88 Antiteror dibubarkan. Menurut dia, penanganan terorisme cukup diserahkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. "Dunia sudah berubah. Sebaiknya Densus 88 ini dibubarkan saja,” kata Fadli dalam akun Twitter pribadinya, @fadlizon, 6 Oktober 2021. “Sudah terlalu banyak lembaga yang tangani terorisme. Harusnya @BNPTRI saja.” 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Adil Al Hasan, M. Faiz Zaki, dan kantor berita Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus