Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Setelah Uang Damai Lunas

Poh Hok Kiat, direktur Bank Seab Medan, menembak Lim Gim Ho, nasabahnya karena uang dan wanita. Walaupun ada usaha untuk mendamaikannya. Polisi mengusut dan menahan 8 orang sebagai saksi dan tersangka.(krim)

11 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CEKCOK mulut berkembang jadi sebuah pergumulan seru, 19 Juli malam, di sebuah rumah mewah di Jalan Kalimantan 16 E Medan. Baru berakhir, setelah salah sebuah dari tiga pelor pistol kaliber 22 yang ditembakkan Poh Hok Kiat bersarang di bagian kiri leher lawannya, Lim Gim Ho. Korban terjajar di antara kursi-kursi bar di rumahnya sendiri. Poh, yang masih kebingungan menyaksikan hasil kerjanya sendiri, dikerubuti. Seorang anak Lim memitingnya dari belakang. Isteri korban, Chang Su Mei, merebut pistolnya yang masih mengepulkan bau mesiu. Seorang laki-laki lain ikut meringkus dan mengikat tangannya. Jiwa pedagang yang cukup terkenal di Medan ini selamat setelah melalui saat-saat gawat di rumah sakit. Mata Poh Hok Kiat cidera. Bibit permusuhan antara Poh Hok Kiat (39 tahun), Direktur Bank SEAB (South East Asia Bank) Medan dengan sahabat yang juga nasabahnya, Lim Gim Ho (47), sudah tertanam sejak lama. "Gara-gara soal wanita," tutur Kolonel Polisi Darwo Soegondo, Dantabes Polri Medan & Sekitarnya. Sumber yang lain ada menyebutkan, soal "pemerasan dan hutang-piutang"-lah motif perselisihan antara keduanya. Sedangkan Su Mei, isteri Lim, mengungkapkan cerita ini. Kepada isterinya Lim mengaku "pernah membuat kesalahan." Yaitu, katanya, dua tahun yang lalu dia pernah berhubungan gelap dengan Cheng Gek Hong yang tidak lain isteri sahabatnya atau Nyonya Poh. Suatu hari (1978) Nyonya Lim sakit. Atas saran suami-isteri Poh, dia dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura. Tapi tak hanya suaminya sendiri yang menemaninya ke Singapura. Nyonya Poh juga turut ke sana. "Di suatu kamar hotel," tutur Nyonya Lim kemudian, "betapa terkejutnya setelah mengetahui hubungan antara suamiku dengan isteri Poh." Cukup dengan mengatakan "aku tak tahan godaan" Lim memaksa isterinya untuk memaklumi keadaan. Rp 75 Juta Tapi tak begitu mudah berurusan dengan Poh Hok Kiat. Persahabatan retak. Namun, begitu cerita Nyonya Lim betapapun kedua sahabat karib tersebut masih berusaha mencari perdamaian daripada nama mereka jatuh oleh sesuatu perselisihan yang dapat membawa aib. Perdamaian, bagi kedua pengusaha Medan ini, ternyata ditentukan dengan sejumlah uang. Mula-mula Poh menuntut uang-damai sebanyak Rp 100 juta. Tapi Lim dapat menawarnya sampai Rp 75 juta dengan cara pembayaran mencicil. Menurut isterinya, Lim mulai mencicil uang-damai dalam rangka kehormatan Nyonya Poh itu, Rp 30 juta pada 20 Oktober dan Rp 10 juta pada Nopember tahun lalu. Sisa angsuran berikutnya ternyata terbentur Kenop 15. Dari Rp 35 juta, Poh minta agar Lim membayarnya dengan tambahan 50%, tapi akhirnya disepakati bunganya 10%. Sisa kewajiban Lim kepada Poh, yang dinyatakan sebagai hutang-piutang biasa, menjadi Rp 38,5 juta. Lim, menurut isterinya, melunasi "hutang"nya setiap kali Rp 10 juta (Desember, Januari, Pebruari) dan Rp 8,5 juta (Maret lalu) Lunas. Dan setelah itu, katanya, kedua pihak menyatakan perdamaiannya. Lalu, apa artinya keributan di rumah Lim? Belum jelas benar sebab musababnya. Menurut Nyonya Poh, Gek Hong, perselisihan suaminya dengan Lim memang ada kaitannya dengan soal uang. Kemungkinan sebab lain tak diungkapkannya. Sebelum ribut-ribut, menurut Nyonya Poh, dia mendengar Lim meminta agar Poh menghapuskan semua rekening dan jaminan kreditnya. Tapi sumber lain menyatakan, begitu mulanya, Lim pernah pinjam uang Rp 50 juta dari Poh untuk keperluan seorang teman di Jakarta. Poh memberi, walaupun dikeluarkan dari kas SEAB, tapi atas nama pribadi. Karena sewaktu-waktu banknya akan diperiksa akuntan, Poh mendesak agar Lim membereskan pinjamannya. Tapi Lim tak cepat memenuhinya. Itulah cerita lain pangkal perselisihan kedua sahabat karib itu. Polisi sendiri belum mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap kedua pengusaha Medan tersebut. Hanya belakangan diketahui, ada seorang yang bertindak sebagai juru-damai -- dikenal sebagai seorang pengusaha hotel di Medan -- berusaha membereskannya secara "kekeluargaan". Tapi polisi tidak akan membiarkannya --setelah terjadi main tembak itu. "Kasus penembakan adalah pidana," menurut Dantabes Darwo Soegondo, jadi "tak bisa didamaikan." Polisi telah menahan 8 orang untuk diperiksa sebagai tersangka dan saksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus