Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pembunuhan Ke-49

Peristiwa pembunuhan atas H. Seruji dan Abdurahman di Kabupaten Bangkalan, Madura, dimana pembunuhnya Djatim, Hasbullah tertangkap. Mengaku atas suruhan pengusaha kayu dari Kamal, Madura. (krim)

11 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Kabupaten Bangkalan di Madura, setahun lalu ada 48 perkara pembunuhan. Hal itu dikemukakan bukan karena menyeramkan. Pembunuhan karena rebutan waris atau isteri diganggu orang memang bukan aneh di pulau garam tersebut. Juga tidak aneh bila ternyata polisi tak begitu repot mencari pembunuh atau mengungkap motifnya. Si pelaku akan menyerahkan tangannya ke kantor polisi lengkap dengan alasannya. Tapi peristiwa pembunuhan atas H. Serudji dan anaknya, Abdurahman, kali ini agak istimewa. Mayat keduanya ditemukan orang di dekat jalan setapak yang menghubungkan Banyukuning dengan jalan raya antara Bangkalan-Sampang. Setelah ditunggu, tak ada yang datang melapor ke kantor polisi. Polisi turun tangan sendiri. Untung cukup banyak petunjuk. Keluarga korban di Dupak (Surabaya) saat terakhir masih melihat Serudji dijemput kenalannya, Hasbullah, sebelum keesokan harinya diberitahu dia bersama anak sulungnya jadi korban pembunuhan. Seorang penduduk memberi petunjuk lain: sebelum mayatnya ditemukan, semalam mereka kelihatan di rumah seorang bernama Djatim. Mula-mula polisi memburu Djatim. Dia ditangkap di rumah gurunya di Kwanyar (Bangkalan Timur). Dari Djatim (30 tahun) polisi berhasil mengetahui tersangka lain. Hasbullah (34 tahun) tertangkap. Tapi yang lain, bernama Nabi, lolos. Dari pengakuan para tersangka itulah polisi dapat mengungkapkan peristiwa pembunuhan yang tidak biasa di Madura itu. Itulah sebabnya, lain pula dari kebiasaan di sana -- yang selalu cepat membereskan sesuatu perkara pembunuhan -- walaupun kejadiannya sudah sejak 27 Maret lalu, polisi baru melimpahkan perkaranya ke kejaksaan awal bulan lalu. Para tersangka mengaku hanya sebagai orang upahan saja. Yang menyuruh mereka membunuh Serudji -- dan kemudian juga anaknya seperti dituturkan seorang polisi, adalah HZM, seorang pengusaha kaya dari Kamal. Mereka merencanakan hendak membunuh Serudji di Surabaya saja. Caranya: dibuat seolah-olah Serudji korban kecelakaan lalulintas biasa. HZM tak setuju. Dia, katanya, mau agar segala sesuatunya dibereskan di Pulau Madura. Hasbullah, yang sudah dikenal Serudji, bertugas menjemput korban dari Surabaya. Perangkap tak sulit dibuat. Hasbullah tahu benar Serudji sedang butuh duit. Itulah sebabnya, hanya dengan janji hendak mempertemukan dengan seorang yang mau meminjamkan uang, korban terpancing sampai ke rumah Djatim di Desa Banyukuning. Malang bagi anaknya. Abdurahman, anak sulung Serudji, diajak serta menemani ayahnya masuk perangkap. Selebihnya -- bagaimana mereka memperlakukan korbannya -- tak dikisahkan polisi. Hanya diketahui, leher dan perut Serudji terluka oleh clurit (senjata tradisional orang Madura) dan Abdurahman kena bagian dadanya. Opstib HZM (60 tahun), pengusaha dari CV Sempurna, membantah cerita orang yang mengaku upahannya itu. Kisah para tersangka kepada polisi memang belum tentu benar. Hanya, antara HZM dengan korban, Serudji, memang ada sesuatu yang tidak sehat. HZM mengusahakan angkutan ternak dari Madura ke Surabaya. Tarifnya Rp 000 bagi setiap ekor sapi. Orang boleh mengatakan tarif angkutan sekian itu terlampau tinggi dan merugikan para peternak. Tapi ternyata, ke 30 pedagang ternak tetap memilih bekerjasama dengan HZM walaupun ada Serudji dengan CV Remaco-nya yang menawarkan tarif Rp 2.500. Keadaan ini tak begitu aneh. Sebab para pedagang sudah "terikat" dengan HZM. Betapa tidak. Pengusaha ini bersedia meminjamkan uang tanpa bunga sesenpun kepada pedagang yang memerlukannya. Bahkan, seperti diakui pedagang dari Sampang, Abuseri, HZM tak segan-segan menghapuskan piutangnya bila sampai setahun langganannya tak mampu mengembalikan dengan alasan yang masuk akal. Gagal bersaing Serudji memprotes HZM lewat Opstib. Dia menuduh saingannya memonopoli angkutan ternak dan merugikan peternak. Oleh laporan Serudji tersebut, yang juga sampai masuk koran, HZM merasa dibuat malu. Apalagi Opstib benar-benar memeriksanya. HZM memang dapat menjelaskan perincian tarifnya, dari mulai ongkos angkut, asuransi sampai dana bantuan bagi langganan. Tapi apakah karenanya dia mendendam Serudji yang menjabat sebagai salah seorang Ketua Pepehani (Persatuan Pedagang Ternak Indonesia) Surabaya, akan terlihat di pengadilan nanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus