DI Kabupaten Bangkalan di Madura, setahun lalu ada 48 perkara
pembunuhan. Hal itu dikemukakan bukan karena menyeramkan.
Pembunuhan karena rebutan waris atau isteri diganggu orang
memang bukan aneh di pulau garam tersebut. Juga tidak aneh bila
ternyata polisi tak begitu repot mencari pembunuh atau
mengungkap motifnya. Si pelaku akan menyerahkan tangannya ke
kantor polisi lengkap dengan alasannya. Tapi peristiwa
pembunuhan atas H. Serudji dan anaknya, Abdurahman, kali ini
agak istimewa. Mayat keduanya ditemukan orang di dekat jalan
setapak yang menghubungkan Banyukuning dengan jalan raya antara
Bangkalan-Sampang. Setelah ditunggu, tak ada yang datang melapor
ke kantor polisi. Polisi turun tangan sendiri.
Untung cukup banyak petunjuk. Keluarga korban di Dupak
(Surabaya) saat terakhir masih melihat Serudji dijemput
kenalannya, Hasbullah, sebelum keesokan harinya diberitahu dia
bersama anak sulungnya jadi korban pembunuhan. Seorang penduduk
memberi petunjuk lain: sebelum mayatnya ditemukan, semalam
mereka kelihatan di rumah seorang bernama Djatim.
Mula-mula polisi memburu Djatim. Dia ditangkap di rumah gurunya
di Kwanyar (Bangkalan Timur). Dari Djatim (30 tahun) polisi
berhasil mengetahui tersangka lain. Hasbullah (34 tahun)
tertangkap. Tapi yang lain, bernama Nabi, lolos.
Dari pengakuan para tersangka itulah polisi dapat mengungkapkan
peristiwa pembunuhan yang tidak biasa di Madura itu. Itulah
sebabnya, lain pula dari kebiasaan di sana -- yang selalu cepat
membereskan sesuatu perkara pembunuhan -- walaupun kejadiannya
sudah sejak 27 Maret lalu, polisi baru melimpahkan perkaranya ke
kejaksaan awal bulan lalu.
Para tersangka mengaku hanya sebagai orang upahan saja. Yang
menyuruh mereka membunuh Serudji -- dan kemudian juga anaknya
seperti dituturkan seorang polisi, adalah HZM, seorang pengusaha
kaya dari Kamal. Mereka merencanakan hendak membunuh Serudji di
Surabaya saja. Caranya: dibuat seolah-olah Serudji korban
kecelakaan lalulintas biasa. HZM tak setuju. Dia, katanya, mau
agar segala sesuatunya dibereskan di Pulau Madura.
Hasbullah, yang sudah dikenal Serudji, bertugas menjemput korban
dari Surabaya. Perangkap tak sulit dibuat. Hasbullah tahu benar
Serudji sedang butuh duit. Itulah sebabnya, hanya dengan janji
hendak mempertemukan dengan seorang yang mau meminjamkan uang,
korban terpancing sampai ke rumah Djatim di Desa Banyukuning.
Malang bagi anaknya. Abdurahman, anak sulung Serudji, diajak
serta menemani ayahnya masuk perangkap. Selebihnya -- bagaimana
mereka memperlakukan korbannya -- tak dikisahkan polisi. Hanya
diketahui, leher dan perut Serudji terluka oleh clurit (senjata
tradisional orang Madura) dan Abdurahman kena bagian dadanya.
Opstib
HZM (60 tahun), pengusaha dari CV Sempurna, membantah cerita
orang yang mengaku upahannya itu. Kisah para tersangka kepada
polisi memang belum tentu benar. Hanya, antara HZM dengan
korban, Serudji, memang ada sesuatu yang tidak sehat.
HZM mengusahakan angkutan ternak dari Madura ke Surabaya.
Tarifnya Rp 000 bagi setiap ekor sapi. Orang boleh mengatakan
tarif angkutan sekian itu terlampau tinggi dan merugikan para
peternak. Tapi ternyata, ke 30 pedagang ternak tetap memilih
bekerjasama dengan HZM walaupun ada Serudji dengan CV Remaco-nya
yang menawarkan tarif Rp 2.500.
Keadaan ini tak begitu aneh. Sebab para pedagang sudah "terikat"
dengan HZM. Betapa tidak. Pengusaha ini bersedia meminjamkan
uang tanpa bunga sesenpun kepada pedagang yang memerlukannya.
Bahkan, seperti diakui pedagang dari Sampang, Abuseri, HZM tak
segan-segan menghapuskan piutangnya bila sampai setahun
langganannya tak mampu mengembalikan dengan alasan yang masuk
akal.
Gagal bersaing Serudji memprotes HZM lewat Opstib. Dia menuduh
saingannya memonopoli angkutan ternak dan merugikan peternak.
Oleh laporan Serudji tersebut, yang juga sampai masuk koran, HZM
merasa dibuat malu. Apalagi Opstib benar-benar memeriksanya. HZM
memang dapat menjelaskan perincian tarifnya, dari mulai ongkos
angkut, asuransi sampai dana bantuan bagi langganan. Tapi apakah
karenanya dia mendendam Serudji yang menjabat sebagai salah
seorang Ketua Pepehani (Persatuan Pedagang Ternak Indonesia)
Surabaya, akan terlihat di pengadilan nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini