Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Setitik "Noda" Pengadilan Agama

Ketua pengadilan agama Probolinggo K.H. Farasdaq diadili. Dituduh mengkorup uang Rp 4,1 juta milik 16 orang ahli waris almarhum Alwi Barakbah. Farasdaq mengelak semua tuduhan.

30 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA pengadilan diadili ketua pengadilan. Itulah yang terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Ketua pengadilan agama setempat, K.H. Farasdaq, 49 tahun, pekan-pekan ini diseret ke depan majelis hakim Pengadilan Negeri Probolinggo dengan tuduhan mengkorup uang pencari keadilan Rp 4,1 juta. Menariknya, persidangan unik itu dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Probolinggo, Tuaradja Siregar. Jaksa Sudirman Umar, yang membawa perkara itu ke persidangan, menuduh Farasdaq telah berselingkuh ketika menangani perkara waris almarhum Alwi Barakbah. Farasdaq, yang hampir 10 tahun menjadi ketua pengadilan agama, pada November 1984 memeriksa permohonan fatwa waris yang diajukan 16 orang ahli waris almarhum Alwi Barakbah. Mereka -- kelompok istri almarhum, Nyonya Sakinah, dan kelompok sanak saudara almarhum -- menginginkan pembagian harta warisan berupa dua petak sawah -- masing-masing seluas 1,2 ha dan 1,7 ha, dan sebuah mobil tua. Farasdaq, selaku ketua pengadilan agama sekaligus ketua majelis, menurut jaksa, menyarankan agar warisan itu dijual saja dan uangnya dibagi-bagikan kepada ahli waris. Pembagian itu harus disesuaikan dengan penetapan waris yang akan diputuskannya. Para ahli waris setuju. Uang hasil penjualan dua petak sawah itu, Rp 19 juta, dititipkan para ahli waris kepada Kepala Panitera Pengadilan Agama, Asngari Hasanuddin -- yang akan diadili secara terpisah. Sementara itu, uang hasil penjualan mobil Rp 1,2 juta, kata jaksa, langsung masuk ke kocek Farasdaq. Dengan dalih biaya administrasi, Farasdaq mengutip 5% dari bagian ahli waris masing-masing. Ia juga memungut Rp 767.620 dari uang warisan itu dengan alasan biaya balik nama, biaya penitipan uang tersebut di bank, plus biaya perkara. Masih belum cukup, Farasdaq mengambil uang para ahli waris tersebut Rp 1 juta, katanya, untuk biaya perbaikan gedung pengadilan agama. Keseluruhannya Rp 4,1 juta. "Tapi, semuanya dipakai untuk keperluan pribadi," kata Jaksa Sudirman Umar. Selain itu, masih menurut jaksa, Farasdaq mengambil alih sebuah rumah peninggalan almarhum di Jalan Suyoso No. 28, Probolinggo. "Dia benar-benar curang. Sudah ngambil sebagian harta waris, masih juga mau menguasai rumah," kata pengacara para ahli waris, Farouk Assegaf, yang mengadukan Farasdaq ke polisi. Farasdaq, yang juga kiai dan punya banyak murid, membantah semua tuduhan itu. Penjualan harta warisan itu, katanya, dimaksudkan agar mudah dibagi-bagikan. Sebab, sebagian warisan almarhum sudah ada yang dijual para ahli waris sebelumnya. "Juga tak ada ketentuan yang melarang saran seperti itu," ujarnya kepada TEMPO. Terdakwa, yang juga Wakil Ketua II Badan Musyawarah Ulama MKGR Jawa Timur, mengaku tak sesen pun menikmati harta warisan itu. "Semua uang hasil penjualan itu disimpan di panitera dan sudah dibagi-bagikan kepada para ahli waris. Ada bukti-buktinya, kok," sambung Farasdaq. Pengacaranya, Ziwar Effendi malah menganggap pengadilan negeri tak berwenang menyidangkan perkara itu. Sebab, "Perkara ini menyangkut tugas-tugas teknis justisial terdakwa," kata Ziwar, pensiunan hakim pengadilan negeri itu. Maka, tambahnya, hanya pengadilan tinggi atau mahkamah agung yang berhak memeriksa kasus itu. Tapi Jaksa Sudirman merasa berhak membawa terdakwa ke sidang. "Yang diadili ini bukan masalah teknis justisial, tapi tindak pidana yang dilakukan terdakwa sewaktu menjalankan tugasnya," kata Sudirman. Yang jelas, perkara itu seakan-akan "menodai" peradilan agama, yang eksistensinya baru saja dikukuhkan DPR melalui Undang-Undang Peradilan Agama. Hp.S. dan Jalil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus