Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sherarrd keteter, hunt tampil

Posisi Pertamina makin terpojok di persidangan Singapura. Kedudukan pencacara Michael Sherarrd QC, kini, digantikan David Hunt QC, juga dari Inggris. Pertamina menambah tim ahlinya.

25 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH tertunda selama lima bulan, sidang gugatan Pertamina melawan Kartika, kembali digelar di Pengadilan Tinggi Singapura, Senin pekan ini. Di deretan kursi kuasa hukum Pertamina, tidak ada lagi si pengacara tua, Michael Sherrard QC (Queen's Council), yang selama 12 tahun dipakai Pertamina untuk menggugat harta karun senilai US$ 78 juta tersebut. Kedudukan pengacara asal Inggris itu, kini diganti oleh David Hunt QC, juga dari Inggris. Salah apa pria ramah berperawakan pendek itu? "Tidak ada salah apa-apa, ini sematasemata strategi tim menghadapi pihak Kartika yang serangannya sudah masuk ke bidang perdata," ujar kordinator pengacara Indonesia, Albert Hasibuan. Menurut Albert, untuk menghadapi serangan lawan itu, Sherrard, yang pensiunan jaksa Inggris, -- spesialis pidana -- terpaksa diganti dengan Hunt yang memang spesialis perdata. Bahkan Hunt berusia 40-an tahun, disebut mempunyai pengalaman menangani perkara-perkara penggelapan dalam perusahaan. Kendati begitu, toh berbagai sumber menghubungkan penggantian Sherrad dengan terpojoknya posisi Pertamina pada sidang-sidang terakhir, Agustus silam. Di persidangan itu, Sherrad tampak bingung menghadapi jurus baru yang dikeluarkan pengacara Kartika, Bernard Eder QC. Eder membantah argumen Pertamina bahwa komisi yang diterima Thahir itu merupakan hak Pertamina. Dalam tangkisannya Eder mengatakan, pihak yang dirugikan dalam kontrak perjanjian dengan kontraktor Jerman (Siemens dan Klockner) bukanlah Pertamina, tapi PT Krakatau Steel. Karena itu, Pertamina tidak berhak menggugat deposito peninggalan Thahir tersebut. Sherrad, mencoba berkelit dengan menyebut bahwa sebagian besar saham PT Karakatau Steel itu milik Pertamina. Artinya, Pertamina tetap berhak menggugat uang hasil komisi tersebut. Namun,tangkisannya itu segera dipotong Eder. "Saudara Pengacara, kita berbicara soal badan hukum yang berhak menuntut, bukan soal pemegang saham," katanya. Sherrad pun dengan muka merah menjadi salah tingkah. Masih belum puas, Eder menyebut klaim Pertamina atas deposito Thahir-Kartika itu, tidak berdasar hukum yang berlaku di Indonesia. Jika pemerintah Indonesia hendak memakai Undang-Undang Antikorupsi (UU No. 3 Tahun 1971), demikian Eder, maka hanya pemerintah (jaksa) yang berhak menuntut kembali uang hasil korupsi -- bukan Pertamina. Dan tuntutan pidana semacam itu, kata Eder, -- bukan main -- sudah gugur berdasar Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena tersangka sudah meninggal. Bak pakar yang sangat mengerti seluk-beluk hukum Indonesia, Eder mengulas Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata (tentang akibat persetujuan), dilanjutkan Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi,"Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada seseorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut." Artinya, bila hendak menuntut deposito itu, Pertamina harus lebih dulu membuktikan kerugiannya akibat perbuatan Thahir. Eder menangkis dalil Pertamina tentang uang komisi yang seharusnya milik perusahaan, sesuai dengan peraturan tentang komisi perusahaan dan kewajiban pegawai terhadap perusahaannya (fiduciary relations dan constructive trust). Konstruksi hukum Inggris itu, kata Eder, tidak dikenal dalam konsep hukum Indonesia. Serangan-serangan baru pihak Kartika, yang diajukan Eder dalam bentuk reamandemen itu, benar-benar membuat Sherrard keteter. Dengan alasan ingin mempelajari usulan baru itu, Sherrad meminta penundaan sidang. Hakim Lai Kew Chai, yang memimpin sidang, menunda persidangan hingga 20 Januari 1992. Selama masa penundaan, Chai, meminta kedua pihak saling memasukkan reamandemen agar persidangan berikutnya bisa lancar. Dalam tuntutan baru (reclaim) yang dimasukkan ke Pengadilan Singapura 9 Desember silam, dan akan dibacakan David Hunt sejak Senin pekan ini, pihak Pertamina kembali menguraikan riwayat H. Thahir sejak masuk Pertamina pada 1966 sampai meninggal 23 Juli 1976. "Selama masa itu, Thahir tidak punya usaha lain selain menjadi pegawai Pertamina," kata tim pengacara Pertamina. Karena itu, Pertamina berkesimpulan semua uang deposito Thahir Kartika di Bank Sumitomo, dan di bankbank lainnya, yang tak sebanding dengan gajinya, sebagai hasil korupsi. "Dengan kedudukannya sebagai pejabat senior Pertamina, almarhum Thahir merupakan subyek undang-undang antikorupsi," tulis tim Pertamina. Tim Pertamina juga menangkis serangan Eder bahwa konsep hukum Indonesia tidak mengenal fiduciary relations. Dalam peraturan kepegawaian Pertamina, seorang pegawai harus mematuhi kewajiban fiduciary: bersikap loyal, jujur, dan dapat dipercaya. Juga tidak boleh menerima suap, atau memperoleh keuntungan tidak sah. Selain mengganti Sherrad, Pertamina kini menambah tim ahlinya, dua ahli hukum perdata UGM, Prof. Dr. Soedikno Mertokusumo dan Dr. Maria Soemardjono. Kedua pakar hukum itu akan melengkapi tim yang sudah ada, Prof. Sudargo Gautama (FH UI), Prof. Komar Kantaatmadja (FH UNPAD), Prof. Mariam Darus Badrulzaman (USU Medan) dan Mardjono Reksodiputro (FH UI). Akankah Pertamina bisa mengembalikan posisinya dengan tim baru ini? Belum bisa dipastikan. Yang jelas, persidangan yang diharapkan akan berakhir sebelum pemilu ini, akan semakin seru. Apalagi, di persidangan maraton ini direncanakan tampil saksisaksi penting, seperti bekas pejabat keuangan Pertamina, Nur Usman, bekas Direktur Krakatau Steel, Martalegawa, dan bukan tak mungkin bekas Direktur Utama Pertamina, Ibnu Sutowo. Karni Ilyas, Aries Margono, dan Nunik Iswardhani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus