Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa perkara pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahanan (rutan) cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Muhammad Ridwan, mengaku diminta oleh petinggi rutan untuk melanjutkan ‘tradisi’ pungli. Permintaan melanjutkan tradisi lama itu, kata Ridwan, disampaikan oleh terdakwa lainnya dalam perkara ini, yakni Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022, Hengki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya, pelaksana tugas (plt) Kepala Rutan KPK periode 2018, Deden Rochendi, memanggil Ridwan ke sebuah kedai kopi untuk mengobrol. Di sana, Deden dan Hengki meminta Ridwan untuk menjadi ‘lurah’ atau koordinator uang bulanan dari para tahanan di rutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Apakah pembicaraan bersama dengan terdakwa Deden dan Hengki itu, apakah membicarakan tentang tradisi yang ada di rutan KPK ini?” tanya jaksa kepada saksi sekaligus terdakwa Ridwan di sidang pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2024.
“Betul, betul,” jawab Ridwan.
Jaksa bertanya lagi, “Melanjutkan tradisi lama yang ada di rutan KPK ini?” Ridwan kembali mengonfirmasi pertanyaan jaksa.
“Tradisi lama itu apa?” tanya jaksa.
“Ya, jatah bulanan dari tahanan buat petugas-petugasnya,” ucap Ridwan.
“Meminta uang bulanan kepada para tahanan?” tanya jaksa. Ridwan menjawab, “Betul.”
Kemudian jaksa dari KPK pun menanyakan soal pembahasan lainnya dalam pertemuan dengan petinggi rutan KPK itu. “Apakah pada saat itu juga proses penunjukan lurah dibicarakan pada saat itu?”
“Ya, itu penunjukan saya,” jawab Ridwan.
“Ah, proses penunjukan lurah. Bagaimana proses penunjukan lurah waktu itu disampaikan?” jaksa bertanya lagi. Ridwan pun mengatakan bahwa dirinya diminta untuk menggantikan lurah yang sebelumnya menjabat di rutan cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.
“Kemudian saya sampaikan kepada Pak Hengki bahwa saya ini tidak bisa nego atau apa dengan tahanan,” tutur Ridwan. “Jadi Pak Hengki bilang, ‘Udah, itu sudah semua diatur, lo tinggal ambil, kemudian sebar ke petugas, begitu aja.’ Jadi kemudian saya sanggupin.”
Jaksa dari KPK menghadirkan terdakwa Muhammad Ridwan, bersama enam terdakwa lain dalam berkas perkara yang sama, sebagai saksi dalam sidang perkara untuk terdakwa Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim.
Sebanyak 15 terdakwa kasus dugaan korupsi berupa pungli di Rutan KPK masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Mereka diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada tahanan di Rutan Cabang KPK senilai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023. Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK yang berbeda, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Jaksa KPK mendakwa mereka dengan berkas perkara yang berbeda. Tujuh terdakwa yakni Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah teregister dengan nomor 68/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Sedangkan berkas perkara delapan terdakwa lainnya, yakni Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim, teregister dengan nomor perkara 69/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Perbuatan para terdakwa dinilai sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pilihan Editor: Eks Pamdal Rutan KPK Akui Terima Uang Pungli Rp 90 Juta