TIPU menipu dalam bisnis berlian memang seringkali terjadi di
pasar permata Samarinda. Tapi, awal bulan ini, terbungkar sebuah
kisah penipuan yang dianggap terbesar yang pernah terjadi selama
ini di Kalimantan Timur. Soalnya yang dirugikqan tak kurang dari
20 orang - merasa hidupnya telah disengsarakan oleh sang penipu.
Sebagian korban berasal dari kalangan yang disana lazim disebut
sebagai 'jamaah pembelijaan'. Yaitu semacam sindikat pedagang
berlian asal Maratapura - negeri penghasil insan rakyat di
Kalimantan Selatan. Korban lainnya dari kalangan pedaganng
perantara alias makelar setempat. Sedangkan yang dituduh sebagai
penipu seorang wanita bernama Juariah (mungkin sekali nama ini
palsu). Hingga kini dia belum juga tercium di mana jejaknya.
Di antara pedagang pperantara yang dibikin sengsara oleh penipu
itu, seorang nyonya bernama Halimah. Ia bersama nyonya lain.
Asyiah, memperantarai penjualan berlian kepada Juhariah seharga
Rp 7 juta. Sekarang, setelah pembelinya kabur, kedua nyonya ini
harus bertanggungjawab kepada pemilik asal. Tapi, "biar sampai
saya matipun, hutang itu tak akan lunas", begitu keluh Asyiah.
Di antara kedua nyonya ini, memang Haliman yang lebih dulu
berhubungan dengan Juhariah. Mula-mula pembelinya sangat manis:
beberapa kali memesan barang berlian. Dan pembayarannya juga
lancar. Sampai terakhir, Haliman menerima permintaan untuk
menyediakan beberapa medalium-biji-waluh, yang harganya sebuah
tak kurang dari Rp « juta.
Untuk kerja besar ini Halimah menjawil Asyiah. Tapi Asyiah yang
kenal belakangan, ternyata menjadi lebih akrab dengan
Juhariah. Diketahui ia ada beberapa kali menginap di rumah
sahabatnya yang baru itu. Asyiah dan Halimah begitu saja
percaya kepada sahabat mereka Juhariah itu. Sebab Juhariah
memang meyakinkan: kelihatannya ia pemeluk agama yang taat.
"Saya sendiri kalau malam jarang tidur. Kita harus memperbanyak
sembahyang agar kita selamat", begitu selalu dikatakannya
kepada para sahabatnya. Suami Juhariah sendiri yang dikenalanya
bernama Swandi, tangannya juga tak pernah kelihatan lupa
memegang tasbih. Begitulah, akhirnya. Halimah dan Aisyah
memenuhi segala pesanan Juhariah. Pembayarannya? Gampang nanti,
'kan sudah bersahabat?
Sampailah kejadian-kejadian 4 Juni lalu, Juhariah ada membuat
janji untuk ketemu dengan Asyiah di pasar permata di Pasar Pagi.
Mereka akan bersama-sama menghadiri suatu perayaan adat Bugis.
Sampai seharian Asyiah menunggu, Juhariah tak nongol-nongol
juga. Sore harinya Asyiah, yang belum begitu curiga, muncul di
rumah Juhariah. Rumah - tapi kosong. Menurut seorang tetangga,
Juhariah memang ada berpesan: ia akan kembali sekitar jam 8
malam, selesai menghadiri sesuatu pesta. Tapi hingga tengah
malam Asyiah menunggu, rurnal1 itu tetap saja terkunci dari
luar.
Nah, yang menarik lagi: ternyata bersama Asyiah, malam itu, ada
beberapa orang lagi yang menunggu kedatangan Juhariah dari
pesta yang tak kunjung pulang itu. Mula-nula mereka saling
tutup mulut. Tapi belakangan, setelah kecurigaan kepada Juhariah
makin malam makin memuncak, mereka saling membuka rahasia
masing-masing. Rupanya mereka ini ada hubungan 'dagang' dengan
Juhariah. Mereka masing-masing selalu diwanti-wanti oleh
Juhariah, agar merahasiakan hubungan, "supaya kamu saja yang
mendapat untung".
Sempat Menggaet
Pesan itu tentu hanya baik buat Juhariah, sendiri. Supaya
kegiatannya, memesan barang begitu banyak dari beberapa
pedagang. tidak menggegerkan dan menarik perhatian kalangan
pedagang di sana. Dari hasilnya, bagi Juhariah, ia berhasil
menggaet perhiasan dari banyak pedagang seharga sekitar Rp 30
jutaan.
Sampai seminggu berikutnya Juhariah yang ditunggu tak muncul
juga. Para pedagang lalu dapat saja memastikan: mereka telah
kena tipu secara serentak. Pemilik rumah sendiri, yang
dikontrak oleh keluarga Juhariah juga merasa dirugikan uang
kontrakannya sendiri, yang semua Rp 50 ribu dan baru dibayar
separohnya, tidak begitu memusingkan. Yang payah lagi Partini,
pemilik rumah itu. Juhariah sudah sempat menggaet harta lainnya:
dua cincin berlian seharga Rp 200 ribu telah terlanjur
dipinjamkannya kepada penipu itu. Masih ada lagi: Parini masih
punya piutang Rp « juta, "untuk tambahan modal berdagang
berlian", katanya.
Polisi sudah dihubungi untuk menjejaki keluarga penipu ini.
Para pedagang itu sendiri juga aktif: mereka menelusuri jejak
buronannya hingga sampai ke Balikpapan. Hasilnya nihil. Petunjuk
tentang keadaan penipu ini memang ada, tapi belum tentu berarti.
Yaitu, di rumah kontrakannya, diketemukan tiket kapal laut
(bekas) dari Surabaya, atas nama Halikatin dan Warsidi. Seorang
korban samar-samar pernah mendengar dari Juhariah yang
menyatakan: ia berasal dari Jalan Veteran di Purworejo (Jawa
Tengah) dan pernah tinggal di Jalan Buton di Surabaya. Itu saja
keterangan untuk polisi - terserah alat negara ini memakai info
itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini