Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Silau Berlian

Tak kurang dari 20 orang anggota sindikat pedagang berlian asal martapura kena tipu. Penipu menggunakan nama palsu dan tidak diketahui daerah asalnya.

2 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIPU menipu dalam bisnis berlian memang seringkali terjadi di pasar permata Samarinda. Tapi, awal bulan ini, terbungkar sebuah kisah penipuan yang dianggap terbesar yang pernah terjadi selama ini di Kalimantan Timur. Soalnya yang dirugikqan tak kurang dari 20 orang - merasa hidupnya telah disengsarakan oleh sang penipu. Sebagian korban berasal dari kalangan yang disana lazim disebut sebagai 'jamaah pembelijaan'. Yaitu semacam sindikat pedagang berlian asal Maratapura - negeri penghasil insan rakyat di Kalimantan Selatan. Korban lainnya dari kalangan pedaganng perantara alias makelar setempat. Sedangkan yang dituduh sebagai penipu seorang wanita bernama Juariah (mungkin sekali nama ini palsu). Hingga kini dia belum juga tercium di mana jejaknya. Di antara pedagang pperantara yang dibikin sengsara oleh penipu itu, seorang nyonya bernama Halimah. Ia bersama nyonya lain. Asyiah, memperantarai penjualan berlian kepada Juhariah seharga Rp 7 juta. Sekarang, setelah pembelinya kabur, kedua nyonya ini harus bertanggungjawab kepada pemilik asal. Tapi, "biar sampai saya matipun, hutang itu tak akan lunas", begitu keluh Asyiah. Di antara kedua nyonya ini, memang Haliman yang lebih dulu berhubungan dengan Juhariah. Mula-mula pembelinya sangat manis: beberapa kali memesan barang berlian. Dan pembayarannya juga lancar. Sampai terakhir, Haliman menerima permintaan untuk menyediakan beberapa medalium-biji-waluh, yang harganya sebuah tak kurang dari Rp « juta. Untuk kerja besar ini Halimah menjawil Asyiah. Tapi Asyiah yang kenal belakangan, ternyata menjadi lebih akrab dengan Juhariah. Diketahui ia ada beberapa kali menginap di rumah sahabatnya yang baru itu. Asyiah dan Halimah begitu saja percaya kepada sahabat mereka Juhariah itu. Sebab Juhariah memang meyakinkan: kelihatannya ia pemeluk agama yang taat. "Saya sendiri kalau malam jarang tidur. Kita harus memperbanyak sembahyang agar kita selamat", begitu selalu dikatakannya kepada para sahabatnya. Suami Juhariah sendiri yang dikenalanya bernama Swandi, tangannya juga tak pernah kelihatan lupa memegang tasbih. Begitulah, akhirnya. Halimah dan Aisyah memenuhi segala pesanan Juhariah. Pembayarannya? Gampang nanti, 'kan sudah bersahabat? Sampailah kejadian-kejadian 4 Juni lalu, Juhariah ada membuat janji untuk ketemu dengan Asyiah di pasar permata di Pasar Pagi. Mereka akan bersama-sama menghadiri suatu perayaan adat Bugis. Sampai seharian Asyiah menunggu, Juhariah tak nongol-nongol juga. Sore harinya Asyiah, yang belum begitu curiga, muncul di rumah Juhariah. Rumah - tapi kosong. Menurut seorang tetangga, Juhariah memang ada berpesan: ia akan kembali sekitar jam 8 malam, selesai menghadiri sesuatu pesta. Tapi hingga tengah malam Asyiah menunggu, rurnal1 itu tetap saja terkunci dari luar. Nah, yang menarik lagi: ternyata bersama Asyiah, malam itu, ada beberapa orang lagi yang menunggu kedatangan Juhariah dari pesta yang tak kunjung pulang itu. Mula-nula mereka saling tutup mulut. Tapi belakangan, setelah kecurigaan kepada Juhariah makin malam makin memuncak, mereka saling membuka rahasia masing-masing. Rupanya mereka ini ada hubungan 'dagang' dengan Juhariah. Mereka masing-masing selalu diwanti-wanti oleh Juhariah, agar merahasiakan hubungan, "supaya kamu saja yang mendapat untung". Sempat Menggaet Pesan itu tentu hanya baik buat Juhariah, sendiri. Supaya kegiatannya, memesan barang begitu banyak dari beberapa pedagang. tidak menggegerkan dan menarik perhatian kalangan pedagang di sana. Dari hasilnya, bagi Juhariah, ia berhasil menggaet perhiasan dari banyak pedagang seharga sekitar Rp 30 jutaan. Sampai seminggu berikutnya Juhariah yang ditunggu tak muncul juga. Para pedagang lalu dapat saja memastikan: mereka telah kena tipu secara serentak. Pemilik rumah sendiri, yang dikontrak oleh keluarga Juhariah juga merasa dirugikan uang kontrakannya sendiri, yang semua Rp 50 ribu dan baru dibayar separohnya, tidak begitu memusingkan. Yang payah lagi Partini, pemilik rumah itu. Juhariah sudah sempat menggaet harta lainnya: dua cincin berlian seharga Rp 200 ribu telah terlanjur dipinjamkannya kepada penipu itu. Masih ada lagi: Parini masih punya piutang Rp « juta, "untuk tambahan modal berdagang berlian", katanya. Polisi sudah dihubungi untuk menjejaki keluarga penipu ini. Para pedagang itu sendiri juga aktif: mereka menelusuri jejak buronannya hingga sampai ke Balikpapan. Hasilnya nihil. Petunjuk tentang keadaan penipu ini memang ada, tapi belum tentu berarti. Yaitu, di rumah kontrakannya, diketemukan tiket kapal laut (bekas) dari Surabaya, atas nama Halikatin dan Warsidi. Seorang korban samar-samar pernah mendengar dari Juhariah yang menyatakan: ia berasal dari Jalan Veteran di Purworejo (Jawa Tengah) dan pernah tinggal di Jalan Buton di Surabaya. Itu saja keterangan untuk polisi - terserah alat negara ini memakai info itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus