Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Yang Tembus Dan Yang Perawan

Jalan tembus Sumatera Barat-Bengkulu di pesisir selatan dibangun lewat desa Silaut. Tanaman kopi di desa ini sekitar 200 ha. Pesisir selatan disiapkan untuk penampungan transmigrasi.

2 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK desa Silaut memang terkejut juga ketika tiba-tiba pesawat heli Puma Airfast mendarat di lapangan kecil yang berdekatan dengan gedung SD dan kantor desa. Tentu saja banyak yang ingin tahu. Dari kerumunan tampil seorang laki-laki bertubuh kecil. Dia adalah kepala desa yang datang menyambut. Suasananya memang agak kaku. Maklum saja penduduk Silaut '93 km dari Padang, memang masih terisolir di pedalaman, terjebak hutan belantara. "Mobil terakhir liwat di sini 25 tahun yang silam", kata kepala desa Rasyidin kepada ir. Harun Alrasyid KDPU Sumbar yang datang meninjau. Desa Silaut adalah desa paling selatan dari Pesisir Selatan. Berbatasan dengan propinsi Bengkulu, boleh jadi Silaut potret lain dari Pesisir Selatan. "Jelek-jelek begini, kami bangga desa ini sempat dimampiri Soekarno", kata seorang tua desa yang lain. Dan rupanya kisah Soekarno bekas presiden RI yang pulang dari pembuangan dari Bengkulen menuju Bukittinggi tahun 1943 masih hidup di sana. Meski terisolir macam itu Silaut memang tak terlalu malang dibanding beberapa desa yang terletak di jalan-jalan propinsi di Pesisir Selatan. Sebab ternyata kondisi ekonomi warga cukupan. meski 514 warga desa terpaksa mendatangkan beras dari luar desa dengan memikul pada jalan setapak. Itu berhari-hari terutama dari Tapan, desa yang terletak 40 km utara Silaut. Rumah-rumah yang ada dalam hutan itu lumayan. Bahkan banyak yang sedang diperbaharui. "Produksi kopi kami cukup baik", begitu seorang anak muda yang mendampingi kepala desa menjelaskan kepada TEMPO. Harapan Itu Kepala dinas PU Sumbar yang datang menienguk Silaut memang jadi pusat perhatian penduduk. Apalagi ketika diberitahu bahwa ir. Harun adalah orang yang bertanggung jawab dalam soal jalan dan jembatan. "Kami mohon jalan ini dibuka kembali. Golkar menang 100 persen di sini", kata Kepala Desa Silaut. Desa ini dulu pernah jadi lintasan jalan Bengkulu-Sumatera Barat. Pembukaan jalan itu sudah dimulai sejak zaman Belanda, kemudian diteruskan zaman Jepang. Sekitar tahun 50-an jalan itu sudah berfungsi. Sayang sejak tahun 1952 Silaut kembali dipagut rimba. Jalan lebar sudah jadi jalan setapak lagi. Bahkan sebuah jembatan yang hampir rampung tahun 158 dimusnahkan untuk menghambat invasi ABRI yang datang dari Bengkulu ketika pecah peristiwa PRRI. Warga pedalaman itu memang menyambut hangat ketika ir. Harun menegaskan bahwa pembukaan jalan ke Silaut kini sedang dimulai. Bahkan separuhnya sudah jadi. Silaut memang desa kecil meski luasnya lumayan yakni 10 km persegi Namun begitu desa ini punya potensi besar dengan tanaman kopi yang kini dibuka warga di sana meliputi hampir 200 ha, sebagai dituturkan seorang tokoh desa itu kepada TEMPO. Dalam keterasingannya, Silaut memang mewakili banyak desa lain di Pesisir Selatan yang terjebak karena tiadanya komunikasi. Dan itulah masalah Pesisir Selatan. "Tidak banyak yang bisa saya buat jika faktor prasarana jalan tidak bisa dipecahkan", kata Bupati drs. Abrar beberapa waktu yang lalu kepada TEMPO. Pesisir Selatan sejak lama populer dengan julukan daerah "harapan". Dan itu bukan tanpa alasan. Daerah yang luas meliputi lebih dari 57.000 km persegi itu dengan jumlah penduduk yang tipis yakni 285.000 jiwa dikenal sebagai potensil. Hutan dan dataran luas masih perawan. Beberapa bagian dari 36 desa yang ada di 7 kecamatan tiap tahun memberikan sumbangan yang lumayan besar untuk peningkatan ekspor Sumatera Barat yaitu karet, kulit manis dan kopi. Tapi dibanding dengan daerah tingkat II lainnya di Sumatera Barat Pesisir Selatan memang tertinggal jauh. Itulah sebabnya mengapa istilah "harapan" melekat pada daerah itu bersama Kabupaten Pasaman dan Sawah Lunto Sijunjung. Belakangan ini pandangan ke daerah harapan oleh perancang pembangunan ditingkat propinsi dan pusat makin meningkat. Tak kurang dari gubernur Harun Zain yang seringkali menegaskan bahwa alokasi proyek ke daerah harapan itu supaya ditingkatkan. Kebijaksanaan macam itu makin terlihat dengan dilaksanakannya beberapa proyek Pelita Nasional di daerah itu. Misalnya sebuah pengairan besar sedang dibangun di desa Tapan. Sejalan dengan kebijaksanaan Harun Zain macam itu Departemen PUTL memberikan perhatian pula dengan perlunya peningkatan prasarana jalan sebagai hal pokok bagi Pesisir. "Jalan tembus menuju Bengkulu liwat Silaut dimaksudkan untuk mendukung program itu", kata ir. Harun Alrasyid KDPU Sumbar. Jalan tembus itu sebenarnya sudah dimulai sejak 3 tahun yang silam secara bertahap. Sampai akhir bulan lalu 20 km sudah jadi dengan 13 buah jembatan baru dari Tapan sampai ke Lunang. Sisanya kini kurang lebih 20 km lagi sedang dikerjakan menuju Silaut terus ke perbatasan Bengkulu. "Ada 17 buah jembatan lagi yang sedang kita kerjakan", kata ir. Jan Arifin kepala bagian jalan dan jembatan DPU Sumatera Barat. Masalah yang menghadang orang PU untuk membuka kembali jalan menuju Bengkulu itu adalah beratnya medan yang harus dihadapi. Soalnya yang ada cuma jalan setapak. Padahal untuk pekerjaan besar-besaran itu diperlukan peralatan besar. Karena itu peralatan jembatan diangkut dengan heli Puma ke tiap lokasi. "Akhir bulan lalu semua peralatan sudah berada di tempat", kata ir. Harun Alrasyid. Tahap pertama dalam rangkaian pembukaan jalan menuju Bengkulu itu memang dimaksudkan untuk menembus isolasi saja lebih dahulu. "Pokoknya bisa mobil liwat dalam kondisi jalan seangan saja", kata ir. Harun. Itu tentu berkaitan dengan dana yang ada. "Dana yang tersedia cuma Rp 182 juta", begitu ditegaskan ir. Jan Affin. Pesisir Selatan disiapkan pula sebagai bagian dari penampungan transmigrasi. Sejak beberapa tahun terakhir ini tranmigrasi sudah ditempatkan di beberapa desa antara lain di Lunang. Bahkan juga transmigran lokal kini sudah menempati beberapa bagian tanah yang luas di Amping Parak. Pesisir Selatan selama ini memang sudah punya jalan propinsi utama yang membentang dari Padang menuju perbatasan Kerinci di propinsi Jambi. Panjangnya lumayan yakni hampir 300 km. "Ini jalan propinsi terpanjang di Sumbar", kata ir Jan Affin. Malangnya kondisi jalan propinsi itu masih jelek dibanding jalan propinsi yang lain. Hanya separuh yang sudah diaspal. Itupun di beberapa tempat. Dengan kondisi begitu seringkali hubungan antara Padang dan Kerinci putus sewaktu-waktu. Padahal kebutuhan Kerinci lebih banyak didatangkan dari Padang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus