Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Para pelaku diduga preman di pangkalan parkir truk kontainer di Jalan Raya Cilincing, Jakarta Utara.
Korban dan pelaku saling mengenal.
Komunitas transpuan merupakan kelompok paling rentan mengalami persekusi masyarakat.
SETELAH berjalan terseok-seok sejauh 200 meter, Mira berhenti di depan pos rukun warga yang kosong di kawasan Kalibaru, Jakarta Utara, pada Jumat malam, 3 April lalu. Ia mengerang. Tubuhnya dipenuhi luka bakar yang masih basah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jalanan lengang malam itu. Tapi seorang penduduk yang lewat melihat Mira terkulai di dinding pos. Ia langsung mencari pertolongan dari warga sekitar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan suara merintih, Mira meminta air minum kepada warga yang mengerumuninya. Salah seorang kemudian menyorongkan air mineral. Seorang lainnya mengabarkan peristiwa itu kepada teman satu rumah kontrakan Mira di kawasan Kalibaru, yang jaraknya beberapa kilometer dari pos RW. “Kebetulan ada yang mengenal Mira,” kata Yuni, sahabat Mira, kepada Tempo, Rabu, 8 April lalu. Yuni menerima kabar itu lewat telepon seluler. “Dia teman satu daerah dengan saya di Makassar.”
Penduduk membawa Mira ke Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara. Ia langsung dirawat intensif di instalasi gawat darurat. Tapi nyawanya tetap tak tertolong. Transpuan—wadam yang mengidentifikasi diri sebagai perempuan—berusia 49 tahun itu mengembuskan napas terakhir pada Ahad siang, 5 April.
Luka bakar di tubuhnya mencapai 70 persen. Pada bagian lain badannya yang tak terbakar, terdapat lebam-lebam, tanda bahwa ia juga sempat dihajar.
Sebelum meninggal, Mira sempat menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Yuni hingga ia tergeletak di samping pos RW. “Ia dianiaya di pangkalan parkir truk kontainer di Jalan Raya Cilincing,” ujar Yuni. Lokasi pangkalan tersebut sekitar 200 meter dari pos RW tempat Mira ditemukan penduduk.
“Berbekal informasi yang ada, tim reserse langsung mengejar pelaku.”
Warga Kalibaru melaporkan kejadian itu ke Kepolisian Sektor Cilincing saat Mira masih terbaring di rumah sakit. Polisi kemudian memeriksa para saksi. “Berbekal informasi yang ada, tim reserse langsung mengejar pelaku,” kata Kepala Kepolisian Resor Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto, Kamis, 9 April lalu.
Polisi menangkap tiga pria yang diduga menganiaya transpuan bernama asli Amir itu pada Sabtu malam, 4 April. Mereka berinisial AP, 27 tahun; RT (24); dan AH (26). Masing-masing ditangkap di kawasan Bojong, Bekasi, Jawa Barat; serta Marunda dan Kalibaru, Jakarta Utara. Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka penganiaya Mira.
Tim reserse juga memburu tiga pria berinisial PD, AB, dan IQ, yang diduga ikut mengeroyok Mira. Ketiganya pun ditetapkan sebagai tersangka. Polisi menjerat keenam pria itu dengan Pasal 170 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. “Otak penganiayaan masih diselidiki penyidik,” ujar Budhi.
Peristiwa nahas itu bermula dari pertemuan Mira dengan sopir berinisial KM di pangkalan truk kontainer Jalan Raya Cilincing pada Kamis malam, 2 April lalu. KM merasa kehilangan dompet dan telepon seluler setelah bertemu dengan Mira. Kepada KM yang menuduhnya, Mira mengaku tak mengetahui keberadaan kedua barang itu.
Menjelang Jumat dinihari, Mira pulang ke kamar kontrakannya di kawasan Kalibaru. Menurut Yuni, Mira tak menganggap serius tuduhan KM. Mira pun merasa tak bersalah karena tak pernah mencuri selama berada di pangkalan tersebut. “Mira memang biasa mencari duit di sekitar situ,” kata Yuni, enggan merinci pekerjaan Mira.
KM mengadukan kehilangan barang-barangnya kepada para penjaga keamanan di sana. Pada Jumat malam, KM bersama enam pria mendatangi kontrakan Mira. Mereka menggeledah kontrakan dan menginterogasi Mira, tapi tak menemukan dompet dan ponsel milik KM di sana. Mira pun berkeras tak mencuri seperti tuduhan KM.
“Mereka preman-preman yang biasa minta rokok kepada Mira.”
Mereka lalu mengajak Mira ke pangkalan truk. Menurut Yuni, Mira menerima ajakan tersebut karena merasa tak bersalah. Apalagi ia mengenal para pria itu. Mereka sehari-hari menjaga keamanan di sana. “Mereka preman-preman yang biasa minta rokok kepada Mira,” ujar Yuni.
Di pangkalan truk, mereka kembali mencecar Mira. Berkukuh tak mencuri, Mira kian menjadi bulan-bulanan. KM dan kawan-kawannya mulai main tangan. “Keenam tersangka diduga ikut memukuli korban,” kata Kapolres Budhi Herdi Susianto.
Kapolres Budhi Herdi Susianto (Dok. Polda Metro Jaya)
Saat Mira diberondong dengan tuduhan, tersangka berinisial AP menuju warung untuk membeli bensin eceran. Ia menyiramkan bensin itu ke tubuh Mira. Salah seorang tersangka yang masih buron, PD, mengeluarkan ancaman dengan memain-mainkan korek api di dekat tubuh Mira. Rupanya, api di korek itu menyala, lalu menyambar baju Mira yang berlumur bensin.
Seketika Mira berteriak meminta tolong. Para tersangka mencoba memadamkan api yang berkobar di tubuh Mira. Setelah api padam, KM dan kawan-kawannya meninggalkan pangkalan.
Mira yang terkapar kemudian bangkit. Tertatih-tatih ia berjalan menuju perkampungan hingga kemudian terkulai di pos RW. “Ia sempat pingsan saat warga setempat membawanya ke rumah sakit,” ujar Kanzha Vinaa, salah seorang anggota Tim Advokasi Kasus Mira.
Kanzha mendesak polisi segera menangkap tersangka lain. Tim advokasi menganggap Mira merupakan salah satu korban persekusi paling sadis di Tanah Air. Selama 12 tahun terakhir, kata dia, sebanyak 88 persen korban kekerasan terhadap komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender adalah kelompok transpuan. “Kematian Mira membuat kami syok,” tuturnya.
Sahabat Mira, Yuni, juga meminta polisi menetapkan tersangka baru. Salah satunya teman mejeng Mira berinisial ON, sesama transpuan. “Dia juga beraktivitas di pangkalan parkir truk di sana,” ucapnya.
Yuni mengatakan sempat bertemu dengan ON yang kemudian menceritakan penganiayaan dan pembakaran terhadap Mira. Pada Jumat malam itu, ON menyusul Mira ke pangkalan truk. Alih-alih membantu, kata Yuni, ON justru ikut menuduh Mira dan memintanya mengakui tudingan.
Kepada ON, Mira juga membantah mencuri dompet dan telepon seluler KM. “Demi Tuhan, Mak, aku enggak ngambil,” ujar Yuni menirukan kalimat Mira kepada ON. Yuni mengatakan ia mendapatkan kesaksian ini dari warga sekitar pangkalan. ON juga berada di lokasi kejadian saat Mira dilalap api.
Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan polisi juga mendapatkan informasi tersebut. Penyidik, kata dia, masih menetapkan ON sebagai saksi. Mereka juga mencatat KM sebagai saksi yang kehilangan harta benda. KM mengaku hanya berperan menceritakan kehilangan itu kepada para penjaga keamanan di pangkalan. Ia membantah ikut menganiaya Mira.
Budhi juga mengatakan Mira dan para tersangka saling mengenal bahkan sering berkumpul. Kepada penyidik, ketiga tersangka mengaku kesal terhadap perilaku Mira. Mereka kerap menerima pengaduan sopir di pangkalan. “Menurut mereka, setelah bertemu dengan Mira kok sering ada barang yang hilang,” ucapnya.
Yuni meyakini Mira bukan pengutil. Ia belum pernah mendengar Mira berbuat tindakan kriminal meski hidup miskin di Jakarta. Mira memang tinggal sebatang kara. Untuk biaya perawatan di rumah sakit dan pemakaman Mira, Yuni bersama warga Kalibaru mengumpulkan donasi lewat media sosial. “Dia serba kekurangan. KTP saja tak punya,” ujarnya.
MUSTAFA SILALAHI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo