Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DPR mengebut pembahasan sejumlah RUU bermasalah.
Omnibus law Cipta Kerja akan dibahas di Badan Legislasi karena dianggap lebih cepat.
Sedangkan Revisi UU KUHP dan Pemasyarakatan bakal langsung dibahas tanpa surat presiden.
AZIS Syamsuddin langsung tancap gas begitu dipersilakan memimpin rapat Badan Musyawarah yang dibuka Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani dari balik layar monitor pada Rabu, 1 April lalu. Wakil Ketua DPR itu meminta para pemimpin fraksi menyampaikan sikap tentang pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Azis mempersilakan pemimpin fraksi memilih pembahasan dilakukan di panitia khusus atau Badan Legislasi DPR.
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ditunjuk Azis sebagai yang pertama menyampaikan sikap. Setelah oleh PPP, penyampaian sikap oleh fraksi dilakukan secara bergilir sesuai dengan perolehan kursi DPR, dari yang paling kecil hingga yang paling banyak, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. “Agar terjadi kesepakatan bersama untuk pembahasan,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menceritakan isi pertemuan, Kamis, 9 April lalu.
Rapat itu merupakan pertemuan perdana pimpinan DPR membahas omnibus law Cipta Kerja. Diserahkan pemerintah pada 12 Februari lalu, rancangan undang-undang itu tak kunjung dibahas karena Puan Maharani enggan menggelar rapat pimpinan. Puan meminta pemerintah dan DPR mengkaji dan mensosialisasi lebih dulu rancangan omnibus law agar tak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Presiden Joko Widodo menargetkan rancangan itu bisa disahkan dalam waktu seratus hari.
Tiga peserta rapat bercerita, pengambilan keputusan sempat ditunda karena tak tercapai kesepakatan di antara fraksi. Fraksi PDIP, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional ingin pembahasan digelar di panitia khusus. Alasannya, materi dalam omnibus law Cipta Kerja perlu dikaji lintas komisi karena menyangkut berbagai persoalan. Misalnya perizinan tanah, syarat investasi, dan ketenagakerjaan. Rancangan aturan tersebut juga bakal mempengaruhi 74 undang-undang yang ada. Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto mengatakan partainya ingin pembahasan dilakukan secara teliti. “Tidak kebut-kebutan,” ujarnya.
Adapun Fraksi Golkar, Gerindra, dan NasDem ingin pembahasan dilakukan di Badan Legislasi. Sisanya, fraksi PPP, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera, berada di tengah. Anggota Fraksi Gerindra, Supratman Andi Agtas, yang hadir dalam rapat, mengatakan pembahasan di Badan Legislasi DPR lebih cepat ketimbang di panitia khusus. “Badan Legislasi juga ada perwakilan dari lintas komisi,” ujar Supratman, yang juga Ketua Badan Legislasi, Rabu, 8 April lalu.
Tiga politikus yang mengetahui proses lobi mengatakan partai banteng akhirnya melunak dan menerima pembahasan di Badan Legislasi. Partai yang awalnya tidak memberikan sikap akhirnya juga menyetujui opsi tersebut. Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi menyebutkan partainya memilih pembahasan di Badan Legislasi karena ingin pengkajian berjalan lebih tertib. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan omnibus law Cipta Kerja akan dibahas bersama pemerintah pada Selasa, 14 April mendatang.
Wakil Ketua Fraksi Demokrat Benny Harman menuding koleganya di DPR memanfaatkan wabah virus corona untuk mempercepat pengesahan omnibus law. Menurut dia, kondisi ini mirip dengan pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Badan Legislasi pada September 2019. Saat itu, revisi hanya memakan waktu 15 hari dan langsung disahkan. Sebelumnya, revisi Undang-Undang KPK selalu terpental saat dibicarakan di Komisi Hukum DPR ataupun dalam panitia khusus.
Benny pun khawatir pembahasan rancangan tersebut bakal tertutup dan membuka peluang masuknya pasal selundupan. Tertutupnya pembahasan sudah dirasakan Benny. Menurut dia, saat rapat perdana Badan Legislasi membicarakan jadwal pembahasan pada Selasa, 7 April lalu, Benny yang ikut dalam persamuhan itu tiba-tiba ditendang dari rapat virtual. “Setelah itu, saya tidak bisa masuk lagi, dan tahu-tahu sudah ada keputusan,” ujar Benny. Keputusan rapat itu di antaranya meminta setiap fraksi segera mengirimkan daftar inventarisasi masalah omnibus law.
Supratman Andi Agtas menampik tudingan bahwa pembahasan di Badan Legislasi yang dipimpinnya mudah diatur dan memungkinkan masuknya pasal selundupan. Menurut dia, pembahasan RUU Cipta Kerja akan dilakukan secara terbuka. Badan Legislasi bakal memulai pembahasan dari kluster yang minim penolakan. Misalnya ketentuan tentang kawasan ekonomi khusus serta usaha mikro dan kecil-menengah. Sedangkan pengkajian mengenai ketenagakerjaan bakal dilakukan terakhir. Badan Legislasi pun akan mengundang semua lapisan masyarakat, terutama kalangan buruh yang menolak RUU Cipta Kerja.
Rencana DPR tersebut menuai kecaman dari banyak pihak. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan ajakan DPR membahas omnibus law itu hanya sekadar pemanis. Apa pun masukan kalangan buruh, kata Said, bakal dijadikan stempel persetujuan oleh DPR. Said memastikan federasinya tak akan menghadiri rapat pembahasan tersebut.
Peneliti Yayasan Auriga Nusantara, Iqbal Damanik, dan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menilai DPR memanfaatkan wabah corona untuk menghindari tekanan publik. “Tidak mungkin masyarakat sipil dan buruh berdemonstrasi besar-besaran saat ada bencana kesehatan,” ujar Iqbal. Asfinawati meyakini pembahasan tak akan menghasilkan undang-undang berkualitas. “Pembahasan itu menunjukkan DPR tak bermoral.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi menolak omnibus law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI, Jakarta, 9 Maret 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DPR juga akan menyelesaikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan. Dua rancangan itu sebenarnya sudah selesai dibahas DPR periode 2014-2019. Namun pengesahan tak terjadi karena ribuan orang turun ke jalan menolak aturan tersebut.
Dua rancangan itu menuai kecaman masyarakat karena mengandung sejumlah pasal bermasalah. Misalnya, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masih memuat pasal penghinaan kepada kepala negara serta memasukkan korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan terorisme sebagai pidana umum. Sedangkan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan memudahkan pembebasan bersyarat bagi narapidana khusus, termasuk koruptor.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, dalam aturan pengambilalihan atau carryover, setiap aturan yang selesai dibahas tak perlu dikaji lagi. Drafnya pun bisa dibahas tanpa surat presiden yang baru. Azis mengaku sudah berkoordinasi dengan Presiden Joko Widodo soal mekanisme itu.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly membenarkan info bahwa Azis telah bertemu dengan bosnya. Namun, menurut politikus PDIP ini, tetap diperlukan surat presiden untuk membahas dua rancangan tersebut. “Daripada melanggar prosedur formal dan jadi masalah, lebih bagus menunggu,” ujar Yasonna.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, BUDIARTI UTAMI PUTRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo