Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Suap Impor Hingga ke Dirjen

Polisi membongkar praktek suap dalam proses bongkar-muat barang impor di pelabuhan. Melibatkan banyak pejabat kementerian.

3 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ratusan anggota Kepolisian Daerah Metro Jakarta menggeledah gedung Kementerian Perdagangan pada Selasa sore pekan lalu. Belasan mobil patroli polisi yang parkir di depan gedung utama kementerian itu membuat suasana kantor tidak seperti biasanya.

Dua perwira menengah Polda Metro Jaya, yakni Direktur Kriminal Khusus Komisaris Besar Mujiyono dan Direktur Kriminal Umum Komisaris Besar Khrishna Murti, memimpin langsung penggeledahan. Petugas memfokuskan pemeriksaan di ruangan kantor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, yang berada di dua gedung terpisah.

Penggeledahan itu berkaitan dengan dugaan suap dalam proses dwelling time atau waktu tunggu bongkar-muat sejak barang impor diturunkan dari kapal hingga ke luar pelabuhan. "Kami mendapat tugas dari Presiden untuk mencari akar permasalahan dalam proses waktu tunggu bongkar-muat dan menemukan ada indikasi penyuapan serta gratifikasi," kata Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian, Rabu pekan lalu.

Dari penggeledahan selama lima jam, polisi menyita setumpuk dokumen impor. Polisi juga menemukan uang US$ 42.000 dan Sin$ 4.000. Belakangan, polisi menetapkan empat tersangka atas dugaan penyuapan, yakni petugas lepas harian Musafah, Kepala Subdirektorat Barang Modal Bukan Impor Imam Aryanta, dan seorang broker importir bernama Mingkeng. Tersangka keempat adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri nonaktif, Partogi Pangaribuan, dengan sangkaan kasus pencucian uang. Partogi dijadikan tersangka setelah diperiksa sampai larut malam.

Presiden Joko Widodo menginspeksi Pelabuhan Tanjung Priok pada 17 Juni 2015. Saat itu Jokowi kecewa karena waktu tunggu bongkar-muat mencapai lima setengah hari, sedangkan target yang ditetapkan pemerintah empat hari. "Saya marah karena tidak ada perbaikan," ujarnya. Jokowi lantas memerintahkan Markas Besar Kepolisian RI melihat kondisi di lapangan.

Kapolda Tito Karnavian membentuk tim satuan tugas yang diketuai Kepala Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Priok Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi. Dari hasil penyelidikan selama tiga minggu, polisi menemukan adanya indikasi suap, gratifikasi, dan pemerasan dalam surat penerbitan impor di Kementerian Perdagangan.

Kementerian Perdagangan pun telah membebastugaskan empat pejabatnya. Pejabat yang dibebaskan di tingkat eselon II, III, dan IV. Posisi Partogi diisi Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih.

* * * *

Tim satuan tugas dengan misi khusus memulai penyelidikan dengan menggali informasi dari para pelaku impor. "Kami dekati para imporir dan dari mereka kami mendapat gambaran apa yang terjadi," kata Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi kepada Tempo.

Para importir menceritakan adanya biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk mempercepat proses pengeluaran barang impor dari pelabuhan. "Mereka resah karena bila tidak membayar barang menjadi lama di pelabuhan," kata Hengki.

Setelah informasi awal diperoleh, tim menyelidiki dugaan pidana secara intensif selama tiga minggu. Tim pun mendekati para broker atau perantara yang membantu importir menyuap pejabat kementerian.

Salah seorang broker mengaku memberikan sejumlah uang kepada orang kepercayaan pejabat di Kementerian Perdagangan. Tak membuang waktu, polisi menyergap orang yang dimaksud broker itu. Seorang pegawai lepas harian di Kementerian Perdagangan, Musafah, ditangkap pada Senin pagi pekan lalu. Polisi menangkap Musafah ketika ia sedang berjalan dari rumahnya menuju Stasiun Citayam, Depok, Jawa Barat. Ketika itu Musafah hendak menuju tempat kerja.

Saat ditangkap, Musafah membawa uang sekitar US$ 10 ribu dalam tasnya. Ketika polisi memeriksa rekeningnya, jumlahnya pun miliaran rupiah. Padahal, sebagai pegawai lepas harian, Musafah dibayar resmi menurut upah minimum regional DKI Jakarta. "Dia bercerita banyak, mengakui masalah perizinan yang disalahgunakan, dan melibatkan beberapa atasannya," kata Inspektur Jenderal Tito Karnavian.

Sehari setelah Musafah ditangkap, rekan-rekan kerjanya menyebarkan berita Musafah yang hilang. Pesan disebarkan lewat WhatsApp dan BlackBerry Messenger sehari setelah Musafah tak masuk kerja. Saat menggeledah Kementerian Perdagangan, polisi membawa Musafah. "Ternyata dia tidak hilang, tapi ditangkap polisi," kata rekan Musafah yang namanya tak mau disebutkan. Musafah sudah bekerja lebih dari empat tahun di Direktorat Perdagangan Luar Negeri.

Dalam penggeledahan, polisi menemukan uang US$ 42.000 dan Sin$ 4.000 di meja Ronald, pegawai Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Ronald mengaku uang yang disimpan itu bukan miliknya, tapi milik bosnya. "Dia mengaku duit itu milik Dirjen Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan," kata Direktur Kriminal Umum Komisaris Besar Khrishna Murti.

Dua hari setelah penggeledahan, polisi memeriksa Partogi Pangaribuan sebagai saksi. Setelah pemeriksaan 12 jam, polisi menetapkan Partogi sebagai tersangka dugaan pencucian uang. "Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, yaitu alat yang disita dan keterangan saksi," kata juru bicara Polda Metro, Komisaris Besar Muhammad Iqbal.

Polisi menemukan aliran dana yang mencurigakan di rekening Partogi. "Jumlahnya banyak sekali," kata seorang penyidik tanpa memberikan rincian. Pada Jumat pekan lalu, polisi menggeledah rumah milik Partogi di Perumahan Mas Naga, Bekasi. Di perumahan itu, Partogi memiliki empat unit rumah dengan dua unit rumah dikontrakkan. Di rumah yang ditinggalinya, polisi menyita beberapa dokumen, seperti sertifikat tanah, BPKB, deposito, dan ATM.

Menurut kuasa hukum Partogi, Yudha Ramon, Partogi mengakui uang yang ditemukan di meja stafnya sebagai miliknya. "Dia sering ke luar negeri dalam rangka tugasnya," kata Yudha. Sedangkan terkait dengan pernyataan pegawai lepas harian Musafah, yang menyimpan dana milik Partogi dalam uang tunai dan rekening tabungannya, Yudha enggan berkomentar. "Materi itu masih dalam proses pemeriksaan," ujar Yudha.

Mengenai tuduhan polisi atas adanya pemerasan dalam surat perintah impor, kata Yudha, pihak Kementerian Perdagangan mengeluarkan surat berdasarkan rekomendasi dari instansi kementerian lain. Dia pun menyebutkan polisi mencecar soal 114 izin yang dikeluarkan di bawah Direktorat Perdagangan Luar Negeri. "Itu adalah total perizinan yang disesuaikan dengan peraturan yang ada, tidak dalam satu sekuens impor barang," katanya.

Seorang importir yang tak mau disebutkan namanya menyatakan penyuapan dalam proses impor barang bukan hal baru. "Penyogokan terjadi di semua lini proses barang impor, dari izin hingga barang keluar," kata sang importir.

Nilai sogok yang dikeluarkan untuk memperlancar proses impor sekitar 1-2 persen dari nilai impor satu kontainer. "Jumlah sogokan bisa mencapai ratusan juta rupiah," tuturnya.

Importir menggunakan jasa broker karena alasan keamanan. Nomor kontak para broker beredar di antara importir. "Bila kami butuh, tinggal bertanya ke sesama importir," katanya. Setiap broker memiliki spesialisasi masing-masing, tergantung jenis barang impor. "Broker untuk impor mobil berbeda dengan impor makanan," ujarnya. Broker tak selamanya berhubungan langsung dengan pejabat. "Pejabat sering menyuruh orang kepercayaannya," kata importir itu.

Kepala Subdirektorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mujiyono menegaskan, pengusutan kasus suap ini tak akan berhenti di Kementerian Perdagangan. Proses waktu tunggu bongkar-muat melibatkan 18 instansi dari beberapa kementerian. "Akan kami periksa instansi lain. Kelihatannya akan berkembang ke kementerian lain," kata Mujiyono.

Yuliawati, Hussein Abri Yusuf, Ninis Chairunisa


Mau Cepat, Lalu Menyuap

Dwelling time adalah waktu tunggu bongkar-muat sejak barang impor diturunkan dari kapal hingga keluar pelabuhan. Pemerintah menargetkan waktu tunggu maksimal empat hari. Prakteknya, waktu tunggu di Pelabuhan Tanjung Priok rata-rata enam hari-bandingkan dengan proses serupa di pelabuhan Singapura yang hanya satu hari. Untuk mempercepat waktu tunggu, importir kerap menyuap kanan-kiri. Pekan lalu Kepolisian Daerah Metro Jaya membongkar praktek culas di balik lamanya barang impor mengendap di Tanjung Priok itu.

Proses dwelling time

Barang impor harus melalui tiga tahap clearance sebelum sampai ke tangan importir. Ketiga tahap itu adalah pre-customs clearance, customs clearance, dan post-customs clearance. Berdasarkan pemantauan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari Desember 2014 sampai Juni 2015, waktu paling lama dibutuhkan untuk proses pre-customs clearance.

Waktu pemantauan
Desember 2014: 3,57 hari (60%) =>1,04 hari (17%)=>1,33 hari (23%)=>5,94 hari
Januari 2015: 4,52 hari (71%)=>0,79 hari (12%)=>1,02 hari (16%)=> 6,33 hari
Juni 2015: 3,6 hari (65,4%)=> 0,6 hari (10%)=>1,3 hari (23,6%)=> 5,5 hari

Lembaga yang terlibat:

Ada 18 instansi dari kementerian berbeda yang terlibat dalam proses waktu tunggu bongkar-muat, antara lain: (Posisi lembaga disesuaikan dengan diagram proses)

Pre-customs clearance
- Kementerian Perhubungan
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Pertanian (Badan Karantina)
- Kementerian Perdagangan
- Kementerian Perindustrian
- Kementerian Kesehatan (BP POM)

Customs clearance
Kementerian Keuangan (Bea Cukai)-> Custom Clearance

Post-customs clearance
PT Pelindo, Perusahaan Peti Kemas, Tempat Penampungan

Perbandingan dengan negara tetangga
Singapura: 1 hari
Hong Kong: 2 hari
Malaysia:4 hari
Thailand: 5 hari

Modus penyuapan

Lamanya waktu tunggu membuka peluang terjadinya penyuapan:
1. Importir membutuhkan waktu tunggu bongkar-muat yang lebih cepat karena menyangkut distribusi produk dan biaya sewa pelabuhan.
2. Prakteknya, importir kerap menghadapi kendala seperti berkas dokumen impor yang dianggap tidak memenuhi syarat atau diminta memenuhi persyaratan yang berbelit-belit.
3. Agar barang impor segera lolos, importir menyuap atau menyogok pegawai.
4. Penyuapan atau penyogokan biasanya melalui perantara (broker).
5. Broker importir memiliki hubungan dekat dengan pejabat di kementerian.
6. Transaksi penyuapan melalui pegawai yang dipercaya pejabat.

Yuliawati | Sumber: Riset dan wawancara Bea Cukai, Polda Metro Jaya, importir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus