PENGUNJUNG sidang pengadilan, kecuali polisi berpakaian preman yang selalu memadati ruang sidang, tiba-tiba berdecah. Mereka menyatakan simpati kepada Mimin Taryadi, 31 tahun, yang ditolak permohonan praperadilannya di Pengadilan Negeri Bandung 8 Juni lalu. Mimin dalam sidang itu menuntut ganti rugi Rp 5 juta kepada Kapolsekta Andir dan jaksa yang menyidiknya. Kedua pejabat hukum itu dianggapnya bertanggung jawab sehingga ia harus mendekam sampai 5 bulan 10 hari di penjara dan namanya jadi tercemar. Penolakan itu merupakan kekalahan kedua bagi sopir angkutan sayur-mayur itu. Pertama, ketika ia divonis I tahun penjara oleh PN Bandung, 16 Desember 1987. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jawa Barat menguranginya jadi 5 bulan 10 hari. Tak puas ia pun mengajukan kasasl yang putusannya belum turun sampai sekarang. "Aneh, memang saya yang dikeroyok. Tapi di pengadilan malah saya yang dituduh mengeroyok," ujar Mimin, yang cuma sempat sekolah sampai kelas 4 SD itu. Beginilah ceritanya: Malam 4 Juni 1987 pukul 24.00 di rumah makan "Hainam" Jalan Gardujati, Bandung, belum begitu sepi. Mimin ketika itu sedang makan dan ditemani Leo, si pemilik rumah makan. Sejam kemudian Mimin terlibat perkelahian dengan kelompok Freddy yang mangkal di daerah itu. Perkelahian tidak seimbang. Mimin dikeroyok sampai babak belur. Pada saat terpojok itu, ia menyambar golok dari meja tukang bubur sekadar untuk mempertahankan diri. Mimin berhasil mencederai Freddy di pelipis, pipi, dan betis. Tetapi kelompoknya terus maju dan mendesak Mimin sampai akhirnya ia jatuh dan diinjak para pengeroyoknya. Perkelahian baru berakhir setelah datang seorang polisi yang melerainya. Beberapa hari kemudian, Freddy mengadukan ke polisi. Mimin pun diperiksa. Di hadapan Kapolsekta Andir, Kapten (Pol.) E.R. Ibrahim, menurut Mimin, mereka didamaikan. Karenanya, ia tidak curiga ketika Serda. Sumarta, seorang penyidik, menyodorkan beberapa kertas kosong untuk ditandatangani. Ternyata, belakangan kertas itu diisi untuk berita acara pemeriksaan (BAP) seolah-olah Mimin mengeroyok Freddy hingga luka-luka. BAP ini dilengkapi pula dengan visum Freddy dan barang bukti berupa sebuah golok. Berdasarkan BAP itulah, Jaksa Amrizal Syahrin menuntut Mimin sebagai terdakwa. "Berani sumpah BAP itu palsu dan isinya cuma karangan polisi," kata Mimin kepada TEMPO. Masih dalam status tahanan PN Bandung, dari balik terali besi 26 September 1987 Mimin mengadukan balik Freddy dan kawan-kawannya sebagai pelaku penganiayaan dan pengeroyokan terhadap dlrinya. Kapolsekta Andir pun segera menangani pengaduan Mimin dan 23 November 1987 perkara itu dilimpahkan ke Kejari Bandung. Tapi hasil penyidikan dua kali dikembalikan Jaksa Amrizal karena belum lengkap. Tidak ada visum Mimin dan hasil pemeriksaan saksi lain. Polisi memang tidak bisa memvisum Mimin yang sudah lama sembuh. Sementara itu, saksi lain tidak bisa ditemukan lagi. Karena gagal, maka Mimin mengajukan gugatan praperadilan. "Polisi masih melakukan penyidikan, buktinya kejaksaan belum menerima berkas perkara yang lengkap," kata Eko Wardovo, hakim yang menangani perkara ini di PN Bandung Yang diharapkan, tinggal putusan kasasi atas hukuman yang harus dijalani Mimin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini