Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mengapa seni lukis indonesia ? mengpa seni lukis indonesia ?

S sujoyono, 64, memberikan ceramah tentang seni lukis indonesia di tim. membedakan dengan seni lukis di indonesia, pernyataannya sering bertentangan ka rena ia bukan seorang pemikir seni lukis. (sr)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELUKIS S. Sudjojono (64 tahun) yang dikenal sebagai motor PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia, berdiri 1937 di Jakarta), satu Nopember kemarin memberi ceramah seni lukis di Teater Arena TIM. Judul ceramah: 'Seni Lukis Indonesia.' Judul ini penting, sebab penceramah sendiri merasa perlu untuk minta kepada hadirin agar 'Seni Lukis Indonesia' dibedakan dari 'Seni lukis di Indonesia'. Mengapa? Karena ada orang yang menganggap seni lukis Indonesia belm ada. Bagi Sudjojono, seni lukis Indonesia sudah ada sejak abad VIII paling tidak. Buktinya, Raja Palembang adalah seorang pelukis potret amatir dan lagipula mempunyai beberapa pelukis istana. Hal itu terbukti dari kisah ketika raja tersebut mimpi bertemu dengan seorang pendeta. yang menganjurkannya untuk membuka hubungan dengan Kaisar Tiongkok yang wajahnya - dalam mimpi itu pula --diperlihatkan kepadanya. Bangun tidur, Raja terus memindahkan wajah kaisar yang dilihatnya dalam mimpinya itu ke dalam gambar. Lalu ia mengutus beberapa pelukis ke Tiongkok untuk membuka hubungan kenegaraan, sekaligus menggambar wajah kaisar benar-benar. Juga dalam Kitab Nagarakrtagama dikisahkan salah seorang raja Majapahit mengutus para pelukis ke segenap penjuru angin untuk melukis wajah gadis-gadis tercantik, untuk dipilih raja sebagai isteri. Lalu, cerita rakyat yang masih bisa didengar sekarang ini berkisahnya tentang Pelukis Sungging Prabangkara yang terpaksa dihukum mati oleh Raja Majapahit. Sebabnya: ia bisa melukis sang permaisuri yang almarhumah dalam keadaan polos persis tanpa meleset, termasuk tahi lalat (yang sebetulnya tak disengaja oleh pelukisnya) menempel Rada anu sang permaisuri. Jadi seni lukis Indonesia sudah ada. Sejak lama. Pokoknya sejak zaman nenek moyang. Agak Membingungkan Repotnya, Sudjojono juga menyatakan bahwa pelukis Indonesia tidak usah repot-repot dengan gaya pribadi: toh, pelukis Perancis misalnya juga tidak otentik lagi. Van Gogh menengok ke Jepang dan Picasso ke Afrika. Kenapa kita tidak boleh mempelajari yang bukan Indonesia? Maka Sudjojono pun menjadi repot, ketika seorang hadirin menanyakan: kalau gaya pribadi -- dalam pengertian seperti yang dimaksud - tidak perlu lagi, lalu apa yang membedakan seni lukis Indollesia dari seni lukis Rusia misalnya? Entah malam itu Sudjojono memang mau melawan orang yang mengatakan seni lukis Indonesia belum ada - sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu - sehingga ia sangat bernafsu meyakinkan hadirin (dan dirinya sendiri terutama, saya kira) bahwa seni lukis Indonesia ada (dan mungkin: penting). Ia lupa menjelaskan bahwa gaya pribadi baru muncul pada Zaman Renaisalls. Dan ketika Seni Optik muncul (1955) dan disambung dengan Seni Konsep pentingnya gaya pribadi pun surut. Juga bahwa gaya pribadi tidak ada hubungannya dengan isme-isme yang muncul di Barat. Hingga pernyataan Sudjojono bahwa pelukis Perancis juga tidak otentik, tidak menyentuh nilai kreatifitas mereka. Dan agak membingungkan juga pernyataannya bahwa relief Candi Penataran bergaya ekspresionistis - sehingga kita lebih jago dari kaum ekspresionis Eropa dalam seni rupa, karena kita telah mendahului mereka. Tanpa penjelasan bahwa isme-isme yang tumbuh di Eropa dan Amerika merupakan satu gerakan yang muncul akibat tantang jawab dengan zaman mereka, dan punya arti khusus yang erat hubungannya dengan sejarah seni rupa mereka, kita bisa salah tangkap. Padahai penggunaan istilah-istilah itu di Indonesia hanya teknis belaka -- tanpa konotasi dengan sejarah maupun nilainya. Sehingga kalimat: Affandi itu ekspresionistis, tidak ada hubungannya dengan ekspresionisme di Perancis atau Jerman. Apalagi digunakan sebagai ukuran apakah Affandi lebih baik atau lebih jelek dari mereka. Hanya bahwa karya Affandi memang punya unsur-unsur yang sama dengan karya mereka. Sudjojono salah seorang pelukis kita yang baik. Ia pun punya andil daiam membentuk pelukis-pelukis kita kini yang sudah jadi (Zaini aimarhum Nashar, dan lain-lain). Ia bukan seorang pemikir seni lukis. Pernyataan-pernyataannya saling bertentangan. Mungkin lebih baik jika ia menguraikan saja pengalamannya sebagai pelukis selama ini. Bukankah ia sudah membuat sejarah? Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus