INI musibah guru di awal tahun ini. Sutarmo, 25 tahun, Kepala SD Desa Srigading Meluai, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Rabu pekan lalu, dituntut hukuman tujuh bulan penjara. Senin pekan ini, ayah satu anak ini divonis hukuman . . bulan penjara. Di desanya itu, Sutarmo didakwa telah membakar kantor dan balai desa, serta pos kamling (keamanan lingkungan). "Perbuatan itu dilakukan seorang pendidik yang seharusnya memberi teladan," ujar Djaka Tutuka, jaksa yang menuntutnya, di sidang Pengadilan Negeri Baturaja. Pembakaran itu berlangsung Minggu dini hari, 18 Agustus tahun lalu. Penduduk yang sedang bertanding main gaple, untuk merayakan HUT ke-46 kemerdekaan RI, tiba-tiba dikejutkan oleh kobaran api di kantor dan balai desa yang letaknya berdampingan itu. Api segera menghanguskan bagian atap bangunan yang terbuat dari kayu, sebelum dapat dipadamkan penduduk. Api kemudian berkobar melalap bangunan pos kamling yang berdiri sekitar 200 meter dari balai desa. Semula, peristiwa itu dianggap kebakaran biasa. Tapi penduduk menemukan beberapa ikat korek api dan obat nyamuk bakar di dekat reruntuhan. Mereka baru yakin bahwa kebakaran itu disengaja, setelah sepucuk surat kaleng, yang ditujukan kepada Sastro Ujan bin Mangkudasir, Kepala Desa Srigading Meluai, ditemukan di halaman kantor desa. Surat kaleng yang ditulis tangan itu berbunyi: "Ujan, kali ini kami memberikan perhatian padamu. Selama ini, mulutmu tidak bisa dipercaya. Janji-janjimu kepada rakyat banyak yang bohong. Kamu selalu membuat rakyat resah. Kamu selalu mempermainkan tanah yang sudah dihaki oleh rakyat. Kamu memikirkan dirimu sendiri, tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Kau busuk, rombengan. Ujan, kami mohon perhatian untuk ini. Kalau kamu tidak dapat mengubah sikap, kuhabisi kau, dan akan kuhanguskan semuanya. Akan kami muntahkan amarah kami selama ini." Di bagian bawah surat itu ditulis: "Tertanda Aku Pencinta Keadilan". Sebulan kemudian, rahasia ini terungkap. Kebakaran itu memang disengaja. Pelakunya adalah Sutarmo. "Hampir tidak dipercaya. Ia kan guru yang seharusnya menjadi anutan warga," kata Ujan. Surat itu dibuat Sutarmo meminjam tulisan tangan Siti Saidah, 14 tahun. Mungkin karena gelisah, gadis kecil bekas muridnya itu tak bisa terus-menerus menyimpan rahasia. Ia akhirnya mengaku kepada Karta. "Mbah, sayalah yang menulis surat itu karena disuruh Pak Guru Sutarmo. Saya sekarang takut, Mbah," ujarnya kepada kakeknya. Karta kaget mendengar cerita cucunya itu. Ia lantas melapor kepada kepala desa dan polisi. Sutarmo diciduk. Perbuatannya itu dibantu dua petani, Jiyanto dan Ilyas. Jiyanto ditangkap, tapi Ilyas buron. Kok nekat? "Kepala desa itu memerintah sewenang-wenang. Kalau tidak sanggup membuat jalan, misalnya, kami diwajibkan membayar sejumlah uang," kata Sutarmo kepada Aina Rumiyati Aziz dari TEMPO. Diakuinya pula, ia yang menyuruh bekas anak didiknya menyalin konsep surat kaleng. "Kalau saya yang menulis, pasti ketahuan, tulisan saya sudah diketahui banyak orang," ujarnya. Ujan, 45 tahun, mengakui sering menegur warganya yang kurang disiplin. "Hidup di desa seperti ini, tanpa disiplin, bisa susah," ujar ayah 16 anak dari empat istri itu. Desa berpenduduk 127 kepala keluarga ini terletak di tempat terpencil dan hampir terisolasi. Dari Kota Baturaja, jaraknya 200 km dan ke sana melalui rawa-rawa. Hanya satu SD di desa itu, muridnya 96 orang dengan seorang guru: Sutarmo. Lulusan SPG ini menjadi guru merangkap kepala sekolah di situ sejak 1989. "Tak ada orang yang mau ditugasi menjadi guru SD di sana," kata Bakup Senennuh, Kepala Dinas P dan K OKU. Sejak Sutarmo ditahan, anak-anak tak bisa belajar lagi. Itu sebabnya Senennuh berharap, Sutarmo bisa kembali mengajar di SD itu selepas menjalani hukuman nanti. Hasan Syukur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini