RASA cemas, dongkol, dan geregetan, menggelayuti pelanggan Longrose Limited Athena Cosmetics (LLAC). Sebagian korban penipuan perusahaan yang beralamat di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, itu sibuk mendatangi Direktorat Reserse Polda Metro Jaya, Jakarta. Hingga pekan ini, di antara mereka masih ada yang melapor, atau mencari tahu hasil penyelidikan itu. "Saya menginginkan uang saya kembali," kata Nurmala, yang kehilangan uang Rp 74 juta. Urusan mengejar uangnya itu supaya kembali, tampaknya membuat para korban tadi kompak. Mereka kemudian membentuk sebuah kelompok. "Kelompok ini kami bentuk supaya mudah pengaturannya bila melapor ke Polda," kata Sutan Siboya, koordinator kelompok itu. Hingga kini sekitar 1.000 korban sudah melapor. Jumlah seluruhnya sekitar 5.000 orang. Kerugian mereka ditaksir Rp 20 milyar. Mereka yakin uang tersebut masih tersimpan di suatu tempat. "Sebab, ketika kantor LLAC ditutup, kami sempat melihat uang itu masih berember-ember," kata Sutan. Ulah perusahaan kosmetik yang resmi ditutup Jumat dua pekan lalu itu bagaikan tukang sihir. Selama enam bulan beroperasi, perusahaan itu berhasil membuat nasabahnya tak berpikir panjang lagi. Mereka berduyun antre menyetorkan uang, dan hanya ditukar dengan sekantong biang kosmetik, yang disebut aktivator. Dari biang kosmetik itu, setelah sepuluh minggu, mereka dijanjikan dapat menjual kembali ke LLAC dengan harga dua kali lipat. Belakangan growers, sebutan untuk pelanggan, sadar kalau mereka tertipu. Itu setelah dua pengurus LLAC kabur ke luar negeri dengan membawa segepok uang. Sehingga, para pelanggan yang sebagian besar ibuibu itu, ramerame melaporkan ke Polres Jakarta Selatan (TEMPO 18 Januari 1992). Hari itu juga polisi menahan Nelly Hayati, 27 tahun, bersama suaminya, Eddy Edwards, 55 tahun, seorang warga Australia yang diduga terlibat dalam penipuan itu. Polisi juga menyita satu set komputer, sebuah minibus Daihatsu Zebra, beberapa lembar disket, ratusan bungkus aktivator, beberapa bundel dokumen, dan uang Rp 3 juta. Sedangkan dua orang asing yang diduga sebagai dalang penipuan itu, kini dinyatakan buron. Pihak Polda Metro Jaya sudah minta bantuan Mabes Polri untuk mengontak Interpol. Nelly, ketika Kamis siang pekan lalu ditemui TEMPO di ruang tahanan wanita Blok A, Jakarta Selatan, tampak berwajah kuyu. "Saya sendiri kehilangan Rp 100 juta," kata wanita berbadan ramping itu sambil terisak. Awal tahun lalu, menurut wanita yang pernah bekerja di sebuah perusahaan Belanda itu, pada pertemuan di Hotel Grand Menteng, Jakarta, ia dan suaminya berkenalan dengan Timothy O'Connors, yang biasa disebut Mister Tiger, dan Graham Groom. Kedua warga negara Irlandia yang baru dikenalnya itu kemudian menawarkan pekerjaan untuk memasarkan bahan kosmetik. Rupanya, tawaran itu diterima Nelly. Ketika itu, kata wanita lulusan SMEA ini, Tiger adalah bos perusahaan Athena Cosmetic, di Blok S Jakarta Selatan, yang sudah berdiri dua tahun lalu. Setelah tiga bulan bergabung, Tiger mengajak Nelly membikin Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) baru untuk mendirikan sebuah perusahaan kosmetik. Semula, Nelly menampik namanya dicantumkan dalam surat izin. Tiger dan Groom membujuknya. Akhirnya, berdirilah LLAC, yang sejak Juni tahun lalu berhasil merebut hati peminatnya, walau surat izinnya baru dikeluarkan Kantor Departemen Perdagangan Jakarta Selatan pada 19 November 1991. "Ternyata, berbisnis dengan mereka menyenangkan," kata Nelly yang di LLAC bertugas mencari dan melayani pelanggan. Hingga menjelang disegel, kata Nelly, LLAC mampu menjaring 5.000 pelanggan. Sementara itu, semua uang setoran langsung digenggam Tiger dan Groom. Dalam sindikat penipuan ini, cerita Nelly, selain Tiger dan Groom, masih ada tiga orang bule yang berdiri di belakangnya. "Mereka semua sudah kabur," katanya. Terbongkarnya kasus itu, masih menurut cerita Nelly, bermula dari kecurigaannya ketika Tiger dan Groom tidak terlihat masuk kantor lagi. Malah, ia mendengar mereka sudah kabur. Padahal, saat itu, Nelly baru mengumumkan pada pelanggan tentang habisnya aktivator. Kabar itu tentu membuat para grower resah. Kegusaran mereka membuat Nelly buru-buru mencari jejak dua bosnya yang mendadak hilang itu. Nelly kemudian mengecek ke tempat dua warga Irlandia itu menetap di beberapa hotel dan tempat mereka biasa mangkal. Hasilnya nihil. Padahal, katanya, semua uang yang berhasil diperoleh dari pelanggan dikantongi mereka. Akhirnya, Nelly melapor ke Polsek Mampang dan Polda Metro Jaya. "Saya yang melapor, tapi justru saya yang ditangkap. Alasannya, karena nama saya tercantum dalam SIUP," katanya lemah. Penangkapan terhadap suami istri itu, menurut Kepala Dinas Penerangan Polda Metro Jaya, Letnan Kolonel Latief Rabar, bukan tanpa alasan. Suami istri itu dianggap berkomplot main tipu menipu. Apalagi dalam SIUP jelas disebutkan Nelly sebagai penanggung jawab. Selain itu, kata Latief, mereka telah memberikan informasi yang tidak benar. Sehingga membuat orang tergiur untuk membeli barang dengan harga jauh di atas harga sebenarnya. Gatot Triyanto, Nunik Iswardhani, dan Bambang Sujatmoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini