GUDANG Perum Pegadaian Salemba, Jakarta, walaupun disekat dengan pengamanan berlapis, toh bobol juga. Untuk sementara, polisi menduga pelakunya adalah I Gusti Ngurah Suadana, 26 tahun, wakil kepala cabang Perum (Perusahaan Umum) Pegadaian itu. Lepas jam kerja, Sabtu itu, Suadana tinggal sendiri di kantor, sedangkan karyawan lain semua sudah pulang. Dua satpam bertugas di halaman kantor itu. Pukul empat sore, ia minta satpam memanggil taksi. Ia keluar dengan menjinjing dua tas. Seorang dari satpam tadi menawarkan membantu membawa tasnya, yang kelihatan berat itu. Tapi ditolak Suadana. Dua hari kemudian, Senin 6 Januari, suasana di pegadaian itu ramai. Pagi itu Sarkim membuka pintu gudang yang jadi tanggung jawabnya. Ia lemas dan jatuh terjerembab begitu melihat isi gudang terkuras habis. Tidak ada bekas pintu dibuka secara paksa. Sambil merangkak, Sarkim melapor pada Edy Junaedi, Kepala Cabang Pegadaian Salemba. Ternyata 2.349 kantung perhiasan emas, berlian, dan batu berharga, milik 1.100 nasabah, lenyap dari tempatnya. Nilai barang yang hilang itu ditaksir Rp 800 juta. Untuk menuju ke ruang itu harus melalu tiga pintu. Kuncinya pun disimpan penanggung jawab gudang, dan duplikatnya dikemas dalam amplop bersegel yang tersimpan dalam lemari besi. "Diduga pencurinya memakai kunci palsu," ujar Achmad R. Sutalaksana, Direktur Operasi dan Pengembangan Perum Pegadaian. Berita kebobolan itu membuat nasabah resah. Pihak pegadaian segera membentuk sebuah tim. Mereka mencatat jumlah barang yang hilang. Dana Rp 1,2 milyar disiapkan. Aturan ganti rugi juga dibuat. Jenis barang berharga seperti perak, emas, dan berlian, diganti 125% hingga 210% dari harga taksiran. Selasa pekan lalu, para nasabah mendatangi kantor perusahaan BUMN ini. Soal ganti rugi itu tak membuat semua nasabah puas. "Saya tidak mau tahu, pokoknya barang saya harus kembali," kata Nyonya Neneng. Pedagang dari Utan Kayu, Jakarta Timur, ini protes sebab giwangnya diberi ganti rugi Rp 334 ribu. "Padahal harganya Rp 3 juta," ungkapnya. Urusan ganti rugi makin rumit, karena ada nasabah menilai barang yang hilang sebagai harta pusaka. "Repot kalau kami harus mengganti nilai moral barang itu, karena sulit mengukurnya," kata Sutalaksana. Seperti layaknya pagar makan tanaman, sejak terungkapnya kasus ini, Suadana dinyatakan buron. "Saya tidak percaya anak saya melakukan kejahatan," ungkap I Gusti Ayu Putu Sundari, 50 tahun. Ia tahu kasus yang melibatkan anaknya dari berita koran. "Dia itu anak pertama, dan paling saleh," kata ibu tiga anak itu menahan emosi. Malah, ia menuduh anaknya dijadikan tumbal, tetapi pelaku sebenarnya bersembunyi. Kepala Humas Perum Pegadaian Suparto juga mengakui, Suadana adalah karyawan dengan rapor bagus. Ia lulusan Sekolah Tinggi Akutansi Diploma 3 Jakarta, Jurusan Pegadaian, 1988. Sejak tahun itu, lelaki lajang itu bekerja di Kantor Pegadaian Cabang Tanah Abang, dan terakhir wakil kepala cabang Pegadaian Salemba. Belum diketahui di mana kini Suadana berada. "Jangan ditanya ke mana anak saya pergi. Saya sendiri sedih kehilangan anak," ujar Sundari, di Bali, kepada Putu Fajar Arcana dari TEMPO. Syahril Chili dan Bambang Sujatmoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini