LATAR belakang pembunuhan suami-istri pedagang mebel terkemuka di Padang, Iwan Darmali dan Florensia, sampai pekan lalu belum bisa terungkap. Padahal, akhirJuni lalu, polisi telah membekuk tiga orang tersangka pelaku pembunuhan itu. Tapi ketiga tersangka -- Sofyan alias Sumbing, 30 tahun, Jon Barsah, dan Armon Barjak, 32 tahun -- sampai kini tak mau buka mulut." Iwan, 43 tahun, dan Florensia, 40 tahun, 24 Mei lalu ditemukan tak bernyawa di dalam rumah tokonya, di Jalan Pasar Baru, kawasan teramai di Kota Padang. Mayat Iwan penuh darah akibat luka bekas bacokan di leher dan tengkuk. Sedang Florensia, ibu 2 anak itu, ditemukan tanpa busana di kamar mandi. Ia diduga mati karena dicekik. Semula polisi sulit melacak pelaku pembunuhan itu. Sebab, peristiwa itu tidak bermotif perampokan. Para pembunuh tak menyikat uang kontan Rp 10 juta, yang tersimpan di brankas. Perhiasan kedua korban lengkap. Barang-barang di toko tak terusik. Bahkan pintu toko juga tak lecet. Tak ada yang bisa dijadikan petunjuk di rumah tersebut. Mereka tak punya pembantu. Sedang anak mereka, Esther, 16 tahun, dan Adry, 10 tahun, tinggal bersama neneknya di Kelurahan Polo Air, 4 km dari toko itu. Lalu muncul setitik petunjuk, ketika redaksi harian Singgalang di kota itu menerima satu paket seberat 2 kg. Penglrirnnya bernama Tarot, dengan alamat Jalan Jam Gadang, Bukittinggi. Isi paket itu antara lain sejumlah anak kunci, benang, jarum jahit, jarum pentul, sabun, beberapa kartu nama, STNK atas nama Esther. Dan selembar surat berbunyi: "Sayalah yang membunuh Iwan dan istrinya". Menurut Jarot, dia membunuh pedagang turunan Cina itu karena pedagang lain di tempat itu terancam gulung tikar. "Iwan menjual barangnya dengan harga dibanting. Ini tak bisa dibiarkan," kata Jarot dalam surat tertanggal 29 Mei 1988 itu. "Harap harian Singgalang memberitakan surat saya ini." Jarot diuber, tapi percuma. Alamat dan barangkali nama Jarot itu pun fiktif. Sejak 1950, nama jalan itu sudah tak ada di Bukittinggi. Keterangan pegawai CV Titipan Kilat, yang mengurus pengiriman paket itu ke harian Singgalang, juga tak berharga. Penjelasannya hanya, "Orang yang mengantar bungkusan itu bertubuh agak kurus, tinggi 160 cm, berkulit sawo matang." Tapi polisi tak mau kehilangan jejak. Mereka memfokuskan Kota Padang dan Bukittinggi sebagai sasaran penyelidikan, antara lain di lokasi pasar dekat toko milik Almarhum. Dan di tempat inilah, setelah lebih dari seminggu, seorang Serse Polda Sum-Bar mulai curiga kepada Sofyan alias Sumbing. Petugas tadi mengajak Sofyan menenggak minuman keras, sampai teler. Sofyan pun bernyanyi bahwa dia dan dua temannya -- seperti disebut tadi -- yang membunuh pengusaha itu. Kontan Sofyan ditangkap. Begitu juga kedua temannya. Ketiganya buruh angkat di situ dan memang sudah lama mengenal korbannya. Menurut Armon Barjak, malam itu mereka berpencar menunggu Iwan pulang dari membeli mi goreng. Mereka lalu mendorong Iwan masuk ke dalam toko. Iwan lebih dulu mereka sudahi. Florensia mereka siksa, dan setelah tewas, mereka seret ke kamar mandi. Barulah ketiganya memakan mi goreng yang dibeli Iwan tadi. Lalu siapa yang membayar ketiga orang itu? Ketika rekonstruksi dilakukan akhir Juni lalu, Jon Barsah mengaku bahwa mereka dibayar Rp 4,5 juta untuk menghabisi Iwan dan bininya. "Tapi saya baru menerima Rp 300 ribu," kata Armon Barjak. Ketiga terdakwa pernah pula menyebut sejumlah nama yang membayar mereka. Setelah dicek ternyata nama-nama itu tak ada hubungan dengan ketiga tersangka tersebut. Sebab itu, polisi kembali berharap, Esther, putri korban, bisa menyumbang keterangan. Esther pernah mengaku, pada malam pembunuhan itu sempat menelepon maminya dari tempat lesnya. Ternyata, keterangannya itu, setelah diusut, tidak benar. Ia sudah berhenti les 8 hari sebelum pembunuhan itu. Tapi kini Esther seperti dalam keadaan ketakutan terus. Edy, adik kandung Florensia, melarang siapa pun bertemu dengan Esther. Sebab itu, polisi berniat akan memeriksakan gadis itu ke psikiater untuk mengetahui persoalan yang sedang dihadapinya. Siapa tahu, dari mulutnya kunci kasus kematian kedua orangtuanya bisa diungkapkan. Monaris Simangunsong dan Fachrul Rasyid (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini