Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Tanah Runyam Zeni Mampang

Direktorat Zeni Kodam Jakarta dan pensiunan tentara sama-sama mengklaim kepemilikan asrama Mampang Prapatan. Kisruh berpangkal pada sumber pembelian tanah.

30 November 2015 | 00.00 WIB

Tanah Runyam Zeni Mampang
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

MAYOR Jenderal Samsudin menghabiskan masa pensiun dengan mempertahankan rumah di asrama Zeni Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Komando Daerah Militer Jakarta Raya dan Direktorat Zeni sudah tiga kali mengirim surat perintah pengosongan perumahan tersebut—terakhir dua pekan lalu—yang kini dihuni 71 keluarga pensiunan Angkatan Darat.

Samsudin adu keras dengan bekas kesatuannya itu. Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 1998-2002 ini bersama tetangganya berkeliling mengumpulkan cerita tentang pembelian tanah dari para purnawirawan, memimpin demonstrasi menolak penggusuran, sampai menggugat Direktorat Zeni dan Kodam Jaya ke pengadilan, dua pekan lalu. "Sudah 23 tahun mentok," kata laki-laki 78 tahun ini, pekan lalu.

Samsudin pensiun pada 1995, tiga tahun setelah Menteri Keuangan J.B. Sumarlin menghapus asrama itu dari daftar kekayaan negara. Surat Menteri Sumarlin itu terbit merespons surat Menteri Pertahanan atas permintaan Jenderal Edi Sudradjat, Kepala Staf Angkatan Darat, pada 1991, untuk menukar guling tanah itu dengan tanah di Cilodong, Depok, Jawa Barat.

Jenderal Edi menunjuk PT Continental Paramitra, perusahaan properti yang sering mengerjakan proyek infrastruktur TNI, membangun lahan di Asrama Zeni itu. Pemindahan dan tukar gulingnya diserahkan kepada Direktorat Zeni Angkatan Darat. "Saya dengar mereka mau membangun mal," kata Samsudin.

Menurut dia, daerah Mampang pada awal 1990-an mulai ramai sebagai pusat perkantoran. Harga tanah di sana pun naik seiring dengan kian padatnya penduduk. Rencana Direktorat Zeni itu pun segera ditentang penghuni. "Ini tanah yang kami beli dari honor suami saya membangun Monas," kata Lai Mandah, janda Kopral Satu A.P. Abu, yang gugur dalam pembebasan Timor Timur pada 1975.

Menurut Mandah, tanah itu dibeli para tentara Zeni pada 1959. Cerita ini dikuatkan oleh pengakuan para tentara di atas kertas bermeterai tentang kronologi mereka menghuni asrama tersebut. Terutama Letnan Kolonel Czi Supartomo. "Kami menyisihkan uang honor ke komandan untuk membeli tanah ini," tulis Supartomo, setahun sebelum meninggal pada 2008.

Kolonel Czi Cartono, komandan Supartomo, membenarkan cerita itu. Pembelian disaksikan oleh Matun, Lurah Mampang saat itu, yang ia terakan di depan notaris. Dalam keterangan lain, Supartomo menyebutkan harga pembelian pada 1959 adalah Rp 1,12 juta untuk 30 persil yang "seingat saya uangnya bukan berasal dari Angkatan Darat, tapi hasil proyek Asian Games dan Monumen Nasional yang dikerjakan anggota Batalion Zeni Konstruksi".

"Ingatan" itulah yang kini jadi masalah. Soalnya, saat pembelian itu Direktorat Zeni menunjuk Supartomo, Kepala Seksi Logistik, sebagai pejabat pelaksana pembelian tanah. Dalam surat itu, Supartomo juga mengakui penunjukan tersebut. Maka Zeni menganggap pembelian itu atas nama negara. Dokumen Supartomo itu kini menjadi alat klaim dari Zeni dan penghuni asrama.

Masalahnya, surat Menteri Sumarlin itu sebenarnya tak spesifik menunjuk Asrama Zeni ketika menyetujui dicoret dari daftar aset negara. Dalam surat 13 Juli 1992 Nomor S-858/MK.03/1992 itu, Sumarlin hanya menyebut "tanah dan bangunan Kodam Jaya Mampang Prapatan". "Menteri hanya tahu sebutan wilayah, kami yang tahu titiknya," kata Kepala Penerangan Kodam Jaya Kolonel Infanteri Heri Prakoso.

Kekacauan sejarah aset inilah yang membuat Badan Pertanahan Nasional menangguhkan permohonan kedua pihak yang bersengketa untuk menerbitkan sertifikat hak milik. Matun tak meninggalkan berkas lain untuk memastikan sumber pembelian persil seluas 3,1 hektare itu. "Dokumen yang ada hanya nama pemilik persil sama dengan nama di dokumen leter C," kata Ramli, Lurah Mampang kini.

Kisruh bertambah runyam karena bukti-bukti transaksi antara Supartomo dan pemilik persil itu hilang. Supartomo menjelaskan dalam surat bermeterai lain bahwa girik dan bukti pembelian raib akibat rumahnya di Jalan Zeni IV kebanjiran pada 1997. Samsudin dan para penghuni praktis berpegang pada keterangan-keterangan tertulis prajurit Zeni yang mengaku membeli tanah tersebut memakai honor Monas.

Kodam Jaya, sementara itu, ngotot ingin memindahkan penghuni asrama ke Cilodong. Menurut Mandah, banyak intel Zeni datang membujuk penduduk agar bersedia pindah. Hasilnya, pada 2013 sebanyak 48 keluarga bersedia hengkang, meninggalkan 71 keluarga lain yang memilih bertahan. "Itu penggusuran ilegal," kata Samsudin.

Saking alotnya negosiasi pengosongan, perusahaan pengembang yang ditunjuk Direktorat Zeni berganti tiga kali. PT Continental menyerahkan hak penunjukannya kepada PT Varia Lokadaya Kreasi, lalu beralih lagi kepada PT Raka Utama. Dua perusahaan terakhir satu induk yang berkongsi dengan Continental membangun pusat polisi militer di Cileungsi, Bogor, pada 2009.

Pada 2008, pemilik Raka Utama, Kusna Sukmadja, menyurati penghuni asrama Zeni Mampang bahwa mereka sudah tak lagi menjadi pemegang hak pemindahan penghuni. Kusna menyerahkan urusan itu kepada TNI Angkatan Darat. Setelah ia meninggal, anak buahnya juga tak ada yang paham soal proyek ini. "Kami tak punya proyek di Mampang," kata seorang karyawan di sana.

Adapun Continental dan Raka Utama ternyata juga bukan pemilik tanah Cilodong, syarat terjadinya ruilslag. Tanah tiga hektare itu milik Yayasan Benteng, yayasan Zeni yang sudah tak aktif seiring dengan larangan bisnis TNI setelah 1998. Maka, kata Samsudin, yang terjadi bukan ruilslag melainkan pemindahan penghuni asrama belaka. "Kalau ruilslag, pihak yang menuntut seharusnya Continental, bukan Kodam," ujarnya.

TNI Angkatan Darat juga angkat tangan menjelaskan kisruh ini. Kepala Pusat Penerangan Brigadir Jenderal Sabrar Fadhillah tak tahu persis bagaimana ruilslag itu terjadi dan apa tujuannya. Heri Prakoso menjelaskan bahwa Kodam ngotot memindahkan penghuni asrama karena perumahan itu akan dibangun kembali menjadi asrama prajurit. "Kami punya 8.496 rumah dinas di Jakarta, tapi tak sampai separuhnya dihuni prajurit," ujarnya.

Putri Adityowati


Kisruh Asrama Tanah Siapa

Saling klaim tanah Asrama Zeni di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, bermula dari pembelian tanah garapan pada 1959. Sebanyak 172 tentara Batalion Zeni Konstruksi 1 TNI Angkatan Darat membeli persil-persil dari penggarap seharga Rp 1,12 juta per bidang, yang uangnya berasal dari pemotongan honor membangun Monumen Nasional.

22 Oktober 1991
Kepala Staf Angkatan Darat menunjuk Direktorat Zeni sebagai pengembang Kompleks Zeni Mampang Prapatan.

13 Juli 1992
Menteri Keuangan J.B. Sumarlin setuju menghapus tanah dan bangunan milik TNI Angkatan Darat. Salah satunya di Mampang Prapatan, tanpa merujuk pada Asrama Zeni.

17 Oktober 1994
Direktorat Zeni Angkatan Darat menukar guling (ruilslag) tanah Asrama Zeni dengan PT Continental Paramitra. PT Continental diwajibkan membangun hunian pengganti di Cilodong, Depok.

1996
Pemindahan gagal karena penghuni menolaknya dengan menunjukkan bukti pembelian tanah dan surat pajak.

2000
Pembangunan rumah pengganti dialihkan kepada PT Varia Lokadaya Kreasi.

2008
PT Raka Utama, perusahaan satu induk dengan PT Varia, mengambil alih hak mengelola Asrama Zeni dan menyatakan kontrak dengan Direktorat Zeni selesai.

2009
Penghuni Asrama dan Direktorat Zeni mengajukan permohonan sertifikat tanah kepada Badan Pertanahan Nasional. Permohonan keduanya ditangguhkan.

2011
Direktur Zeni mengeluarkan surat peringatan pindah ke Cilodong.

2013
Sebagian penghuni bersedia pindah.

2015
Komando Daerah Militer Jakarta Raya mengambil alih peran Direktorat Zeni Angkatan Darat dan memberi surat peringatan pengosongan hingga sepakat dengan penghuni membawa kisruh kepemilikan tanah ini ke pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus