Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAYOR Jenderal Dodik Wijanarko diam-diam menyambangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi pada Selasa pekan lalu. Berbeda dengan tamu pada umumnya, Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) Tentara Nasional Indonesia ini tak masuk lewat pintu utama gedung KPK.
"Kata siapa saya ke KPK?" ujar Dodik ketika dihubungi pada Kamis pekan lalu. Ia hanya tertawa ketika diberi tahu bahwa kedatangannya telah dibenarkan pimpinan KPK. "Oh ya. Tugas saya bukan untuk menyampaikan berita," kata jenderal bintang dua ini.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, kunjungan Dodik untuk melakukan koordinasi penanganan kasus suap di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Setelah melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu dua pekan lalu, penyidik KPK menemukan dugaan keterlibatan anggota TNI. Karena itu, kata Syarif, KPK mencari "jalan terbaik" untuk mengusut perkara ini.
Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan, dalam pertemuan dengan Puspom TNI, kedua pihak masih mendiskusikan strategi penanganan kasus Bakamla. "Apakah sipil ditangani KPK, TNI ditangani Puspom, atau koneksitas, belum final," ujar Agus.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Wuryanto juga membenarkan kedatangan Dodik ke KPK. Dodik dan timnya hendak mencari informasi seputar dugaan keterlibatan jenderal bintang satu TNI dalam kasus suap dari bos PT Melati Technofo Indonesia.
Berbeda dengan penjelasan Agus, menurut Wuryanto, TNI sudah memutuskan anggota TNI yang diduga terlibat akan ditangani Puspom. Semua prajurit TNI, menurut dia, tunduk pada peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer. Karena itu, perkara pidana yang melibatkan anggota TNI akan disidangkan di pengadilan militer. Selama pemeriksaan saksi di KPK, Puspom TNI pun akan menyertakan penyidiknya. "Pemeriksaan bisa saja di KPK, tapi dilaksanakan oleh Puspom," ujar Wuryanto.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, mengatakan KPK sebenarnya memiliki kewenangan mengusut kasus korupsi yang melibatkan tentara. "Meskipun kewenangannya tidak langsung," ujar Emerson.
Emerson mengutip Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal itu menyatakan, "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum."
Emerson menambahkan, pada 2012, TNI dan KPK sudah menandatangani nota kesepahaman. Nota itu menegaskan kerja sama KPK dan TNI antara lain meliputi koordinasi dan pengendalian dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh anggota militer dan orang sipil. Nota kesepahaman itu juga menyebutkan, dalam pemberantasan korupsi, TNI dapat memberikan bantuan personel. "Ini dapat diterjemahkan termasuk juga penyidik dari TNI," tutur Emerson.
Tindak pidana korupsi juga bukan tergolong tindak pidana militer murni. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer, yang tergolong tindak pidana militer murni adalah desersi, antara lain mangkir dari kewajiban ketentaraan, melarikan diri dari medan perang, dan menyeberang ke pasukan lawan. Pengadilan militer memang dimungkinkan mengadili kasus pidana militer campuran, yakni kasus pidana umum yang melibatkan tentara dan memerlukan hukuman lebih berat.
Penanganan kasus pidana biasa yang dilakukan prajurit TNI bersama warga sipil diatur Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal ini menyatakan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama orang sipil dan militer diperiksa dan diadili oleh peradilan umum, kecuali menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman memutuskan untuk diadili di peradilan militer.
Sejumlah penyidik KPK berharap pimpinan KPK dan pimpinan TNI tidak membuat dikotomi dalam penanganan kasus ini. Menurut mereka, perkara pidana korupsi yang melibatkan orang sipil dan militer bisa disidik bersama secara koneksitas. "Kasusnya bisa disidangkan di pengadilan koneksitas," kata seorang penyidik.
Linda Trianita, Anton Septian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo