Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan kehilangan jejak mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor. Hingga saat ini, lembaga antirasuah masih belum mengetahui keberadaan eks orang nomor satu di Kalsel itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya juga belum tahu, terakhir itu yang ada dia memimpin apel, tapi setelah itu hilang lagi ke mana," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu malam, 8 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sahbirin terakhir kali muncul di publik pada saat memimpin apel pagi pegawai pemerintah pada November 2024. Namun pada saat penyidik mengejar sang mantan gubernur, Sahbirin menghilang lagi.
Asep mengatakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan KPK untuk menangkap Sahbirin, mulai dari mendatangi kantor, menunggu di tempat pemungutan suara (TPS) pada hari pencoblosan kepala daerah yang diikuti istrinya hingga memantau di MK kalau-kalau dia mengajukan gugatan karena sang istri kalah dalam Pilkada 2024. Namun semua upaya tersebut nihil.
Status tersangka Sahbirin gugur setelah dia menang gugatan praperadilan pada Selasa, 12 November 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo Edisi 15 Desember 2024, "Siapa Pelindung Sahbirin Noor di KPK", pimpinan KPK periode 2019-2024 menggelar rapat pengembangan kasus suap yang menyeret mantan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, pada pekan pertama Desember 2024. Rapat berlangsung beberapa pekan setelah dijatuhkannya vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan Sahbirin pada 12 November 2024.
Status tersangka Sahbirin gugur karena paman kandung pengusaha batu bara terkenal Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam itu tak pernah diperiksa KPK. Penyidik meyakini Paman Birin—panggilan akrab Sahbirin Noor—menerima suap dalam tiga proyek di Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Mereka sudah menyusun daftar tersangka baru.
Rapat itu juga membahas sikap KPK atas putusan praperadilan. Namun rapat berakhir tanpa penetapan Sahbirin sebagai tersangka untuk kedua kalinya. “Pembahasannya baru sampai tahap potensi penetapan tersangka baru,” kata Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada Tempo pada Rabu, 11 Desember 2024.
Rapat tetap tak bulat memutuskan penaikan kembali status Sahbirin sebagai tersangka. Padahal penyidik dan sejumlah pemimpin KPK lain, termasuk Nawawi, meyakini Sahbirin terlibat suap. Komisi antirasuah bahkan mengklaim sudah mengantongi 152 bukti yang bisa menjerat Sahbirin. “Buktinya memang telak,” ujar Nawawi. Proses hukum Sahbirin berpotensi mandek karena pimpinan KPK akan berganti pada 20 Desember 2024.
KPK sebenarnya sudah menetapkan Sahbirin sebagai tersangka setelah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Selatan pada 6 Oktober 2024. Ada enam orang lain yang menjadi tersangka.
Dua di antaranya adalah pemberi suap, yaitu pengusaha bernama Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto. Empat lainnya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Ahmad Solhan; Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum sekaligus pejabat pembuat komitmen, Yulianti Erlynah; Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad; dan Pelaksana Tugas Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean.
Keempat pihak lain dituduh menjadi pengepul rasuah untuk Paman Birin. KPK lewat OTT menangkap 17 orang dan menemukan uang Rp 13 miliar yang diduga akan diserahkan sebagai komisi kepada Sahbirin. Fulus dimasukkan ke amplop dan kardus. “Ditemukan kardus kuning dengan foto wajah ‘Paman Birin’ berisikan uang Rp 800 juta,” ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Sebelum melambung ke rapat pimpinan KPK, penyidik sebenarnya lebih dulu menggelar rapat untuk kembali menetapkan Sahbirin Noor menjadi tersangka. Rapat di tingkat Kedeputian Penindakan dan Eksekusi itu digelar pada akhir November 2024. Rapat itu dihadiri Direktur Penyelidikan Brigadir Jenderal Endar Priantoro, Direktur Penyidikan Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu, dan Direktur Penuntutan Bima Suprayoga. Tapi rapat berlangsung alot.