Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Teka-teki potongan manusia

Sebuah karung berisi 7 potongan mayat wanita ditemukan di pinggir jalan pemuda, depan kampus IKIP rawamangun. identitas korban masih gelap. kasus mirip: mayat 13 potong, henny lihiang, katiyem, dll.

15 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA geger lagi. Sebuah karung berisi mayat wanita dalam keadaan terpotong-potong (dengan tujuh potongan) ditemukan Sabtu pagi pekan lalu di pinggir Jalan Pemuda, Jakarta Timur. Agaknya si pembunuh, seperti juga pada kasus mayat dipotong 13 di Jalan Jenderal Sudirman, ingin mempertontonkan "hasil kerjanya kepada khalayak ramai. Di pagi itu, sekitar pukul 7, entah bermimpi apa seorang pemungut barang bekas. menemukan sesuatu yang belum pernah dilihatnya selama ini. Satu kepala manusia tergeletak begitu saja di pinggir jalan di depan kampus IKIP Rawamangun. Kepala itu seolah terulir dari karun beras plastik putih. Penemuan itu segera menarik perhatian orang yang lewat di Jalan Pemuda. Dalam beberapa menit saja, jalanan itu tertutup kerumunan manusia. Jalanan pun macet. Polisi dari Polres Jakarta Timur, yang segera datang ke tempat itu, menemukan kesadistisan yang lebih mengerikan lagi. Di dalam karung itu didapati tak kurang dari enam anggota tubuh yang lain: sepasang paha, sepasang tungkai kaki bawah yang masih dibalut celana jeans biru -- artinya tungkai itu digergaji bersama celananya -- dan sepasang lengan sampai pergelangan tangan. Susunan tubuh mayat itu sudah tidak lengkap, karena bagian badannya, mulai dari leher sampai pangkal paha, tak ditemukan. Selain kedua telapak dan jari-jari tangan hilang. Penemuan tujuh potong anggota badan itu segera dinamakan mayat potong tujuh. "Saya sampai merinding melihat keadaan mayat itu," kata seorang petugas yang membongkar isi karung itu. Mayat siapa? Celakanya, bagian tubuh penting yang bisa mengungkap identitas korban, yaitu jemari tangan, tampaknya sengaja dihilangkan pelaku. Wajah korban juga dirusak dengan menyayat kulit kening merusakkan salah satu alis mata dan mata korban. Hidungnya pun tak disisakan lagi alias dicopot. Yang jelas, korban yang malang itu berjenis kelamin wanita. "Untung, masih ada tengkoraknya, untuk menentukan jenis kelamin mayat," kata ahli forensik dari Lembaga Kriminologi UI, Abdul Mun'im. Diperkirakan korban berusia 40-45 tahun. Tinggi korban sekitar 160 cm. Rambut korban sebagian telah beruban. Ada tahi lalat di ujung kiri bibir korban. Petugas polisi yang datang ke tempat kejadian menyaksikan bagian tubuh yang ditemukan itu tampak bersih. Begitu juga karung tempat menyimpannya, tidak dikotori bercak darah. "Seperti sudah dicuci, disimpan dalam lemari pendingin, baru dipotong dengan rapi," katanya. Pada bagian belakang kepala korban ditemukan lubang bekas pukulan benda tumpul. Diduga korban dihabisi dengan cara itu. "Kelihatannya pembunuhnya punya dendam yang mendalam," kata seorang perwira tinggi kepolisian. Dugaannya itu berdasar keadaan korban. "Kalau hanya menginginkan korban mati, kan dibunuh saja, selesai. Tapi ini kok mesti dipotong-potong?" ujarnya meyakinkan. Sampai Senin pekan ini, lima keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarganya telah melihat mayat itu. Tapi tak seorang pun mengenali korban. Perjalanan polisi memang masih panjang. Identitas korban masih gelap, apalagi pelakunya. Padahal, pihak Polri masih punya tunggakan penyelesaian kasus serupa delapan tahun lalu, yaitu mayat potong 13. Pada 23 November 1981, Jakarta gempar karena ditemukan dua kardus di pinggir Jalan Sudirman. Satu kotak berisi 13 potong anggota tubuh dan sebuah kepala, sementara kotak yang lain berisi 180 potong sayatan daging dan isi perut korban. Kendati wajahnya dibiarkan utuh dan masih bisa diambil sidik jarinya, sampai kini polisi tak berhasil mengungkapkan teka-teki: siapa korban itu? Sebenarnya pembunuhan dengan korban dipotong-potong bukan barang baru dalam sejarah kejahatan di Indonesia. Umpamanya kasus kematian Henny Lihiang, Agustus 1977. Perawan 49 tahun kasir sebuah kantor pemerintah ini dipotong delapan bagian oleh pembunuhnya. Potongan tubuh korban itu kemudian dimasukkan ke dalam dua keranjang bambu dan dibuang di sebuah selokan dekat bioskop Caprina di Cijantung. Ternyata, belakangan terungkap pembunuhan itu hanya bermotif sepele. Si pembunuh adalah teman sekerja Henny, yang dendam karena tak diberi pinjaman Rp 150 ribu oleh korban. Padahal, si pembunuh sangat membutuhkan uang untuk membiayai kehidupan tiga orang istrinya. Di Surabaya, pada 1981, seorang pembantu rumah tangga, Katiyem, mengalami pula nasib serupa. Si pembunuh, Luluk, ternyata adalah anak majikan korban yang khawatir karena Katiyem hamil akibat perbuatannya. Luluk menghajar Katijem hingga tewas di sebuah kamar hotel karena pembantu itu menuntut pertanggungjawabannya. Untuk menghilangkan jejak, Luluk memotong-motong mayat Katiyem. Korban berikutnya adalah pegawai PT Bogasari, Ir. Nurdin Koto. Korban ditemukan Mei 1978 dalam bungkusan karung di Kali Kresek, Jakarta Utara, dengan tubuh terpotong tujuh bagian. Tapi mayat yang kulit kepalanya dikelotoki itu bisa dikenali dengan mengidentifikasi gigi korban. Polisi kemudian menangkap seorang teman korban, Togas, sebagai terdakwa pembunuhan itu. Konon, Togas membunuh karena ingin memiliki harta korban senilai Rp 500 ribu. Hakim Bismar Siregar kemudian memvonis mati Togas, walau terhukum membantah semua tuduhan. Hanya saja, berbeda dengan kasus-kasus di atas (pemotongan mayat dilakukan pembunuh untuk menghilangkan jejak), pada kasus mayat dipotong 13 dan kasus yang baru saja terjadi, sebaliknya. Si pembunuh di kedua kasus ini justru ingin mempertontonkan korban. Beda antara kedua kasus tersebut, ujar seorang reserse yang mengusut kasus di Rawamangun ini, "Pelaku lebih pintar dibandingkan pelaku mayat potong 13. Di kasus Rawamangun semua identitas korban lenyap," katanya. Artinya, teka-teki buat polisi lebih sulit untuk dijawab.Bunga Surawijaya dan Tommy Tamtomo (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum