Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Terdakwa Pungli Rutan KPK Disebut Sering Adakan Pertemuan di Sel Kosong Polda Metro Jaya

Hengki menyebut pertemuan di sel kosong itu dilakukan untuk membahas perkara pungli di Rutan KPK yang menyeret mereka.

16 November 2024 | 11.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Para terdakwa perkara pungutan liar atau pungli di lingkungan Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) disebut kerap menggelar pertemuan di sebuah sel kosong ketika masih ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Rapat itu membahas ihwal perkara pungli yang menyeret mereka. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal tersebut diungkap oleh salah satu terdakwa, Hengki. Mantan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK itu membeberkannya ketika bersaksi untuk sidang perkara yang sama dengan terdakwa Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mulanya, jaksa dari KPK menanyakan perihal besaran uang yang Hengki terima dari beberapa ‘lurah’ atau koordinator jatah bulanan dari tahanan, yakni Mahdi Aris, Suharlan, dan Wardoyo. “Saya itu tidak pernah tahu mereka itu lurah,” ucap Hengki dalam sidang perkara pungli di Rutan KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 15 November 2024. 

Hengki berkukuh dirinya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari ketiga lurah tersebut. Jaksa pun bertanya, “Tidak pernah terima? Tapi mereka sudah disumpah, loh.”

“Saya juga sudah disumpah, makanya saya akan menjelaskan kegiatan di Polda, tapi Pak Jaksa tidak mengizinkan,” tutur Hengki. “Saya akan membongkar perlakuan mereka di Polda.”

“Maksudnya apa, kegiatan di Polda bagaimana?” tanya jaksa. 

“Jadi begini, oke, saya mengutarakan, saya menginformasikan kepada Pak Jaksa dan majelis, ketika kami ditahan di Polda Metro, kurang lebih 1-2 bulan, mereka ini sering mengadakan pertemuan-pertemuan di sel kosong kamar tahanan, seperti itu,” ungkap Hengki. “Dan pertemuan itu kerap sekali dilakukan juga membahas perkara.”

Hengki mengklaim dirinya mendapatkan informasi tentang rapat beserta pembahasannya itu dari terdakwa lain. “Sampai pada saatnya saya tahu yang dibahas itu apa, karena mereka lupa kalau di kamar saya, Pak Deden, Mahdi, dan Fauzi, itu ada orang mereka,” kata dia. 

Hengki kemudian menyatakan bahwa Deden Rochendi dan Mahdi Aris lah yang membeberkan soal pertemuan di sel kosong itu kepadanya. “Siapa orangnya? Pak Deden dan Mahdi Aris. Makanya di sini saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Mahdi Aris dan Pak Deden, karena telah menginformasikan setiap kali mereka mengadakan pertemuan,” ucap Hengki lagi. “Seperti itu. Kenapa? Mereka ini satu circle, satu lingkaran. Saya tidak bisa masuk mereka.”

Namun, Hengki tidak menjelaskan secara detail ihwal apa saja yang dibahas oleh para terdakwa dalam diskusi di dalam jeruji besi itu.

Sebanyak 15 terdakwa kasus dugaan korupsi berupa pungli di Rutan KPK masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Mereka diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada tahanan di Rutan Cabang KPK senilai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023. Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.

Para terdakwa dalam perkara ini meliputi Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi; Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK periode 2018 Deden Rochendi; Plt Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta; dan Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki.

Selain itu, ada pula petugas Rutan KPK, yakni Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, serta Ramadhan Ubaidillah, yang menjadi terdakwa.

Praktik pungli itu dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang tersebut, yakni memperkaya Deden senilai Rp 399,5 juta, Hengki Rp 692,8 juta, Ristanta Rp 137 juta, Eri Angga Rp 100,3 juta, Sopian Rp 322 juta, Fauzi Rp 19 juta, Agung Rp 91 juta, serta Ari Rp 29 juta.

Selanjutnya, memperkaya Ridwan sebesar Rp 160,5 juta, Mahdi Rp 96,6 juta, Suharlan Rp 103,7 juta, Ricky Rp 116,95 juta, Wardoyo Rp 72,6 juta, Abduh Rp 94,5 juta, serta Ubaidillah Rp 135,5 juta.

Perbuatan para terdakwa dianggap sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus