Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH majalah Pilars edisi teranyar bersampul "Siapa Preman Peradilan" dibiarkan tergeletak di meja. Masih rapi terbungkus plastik, tampaknya Mabruq Nur, 54 tahun, belum menyentuhnya. Seharian ia tidak kelihatan di ruangannya di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Rabu pekan lalu itu, mestinya sang hakim memimpin sidang gugatan Tomy Winata (bos Grup Artha Graha) terhadap Goenawan Mohamad, redaktur senior Majalah TEMPO dan Koran Tempo.
Ke mana dia gerangan? Keheranan terjawab setelah sidang dimulai. Kursi Mabruq sebagai ketua majelis hakim telah diisi oleh hakim lain. Begitu juga rekannya, Surya Dharma Belo, yang menjadi anggota. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Sjarnubi, menjelaskan pihaknya telah meneken keputusan penggantian dua hakim ini sehari sebelumnya, pada 6 Oktober lalu.
Keputusan yang langka. "Baru sekali dalam karier saya sebagai pengacara, hakim diganti di tengah jalan," kata Maqdir Ismail, pengacara Goenawan. Lumrahnya, seorang hakim selalu diberi kesempatan menyelesaikan perkara yang ditanganinya, kendati, misalnya, ia telah direncanakan untuk dimutasi.
Mungkin, itulah buah kenekatan Mabruq dalam mengadili gugatan Tomy Winata. Walau tanpa dalih hukum yang kuat, tiba-tiba ia mengabulkan permohonan penggugat untuk menetapkan sita jaminan terhadap rumah Goenawan Mohamad di Pulomas, Jakarta Timur.
Penyitaan yang dilaksanakan dua pekan silam itu mengundang protes pengacara Goenawan. Bahkan mantan presiden Abdurrahman Wahid ikut mengecamnya. Soalnya, penyitaan semacam ini hanya biasa dilakukan dalam urusan utang-piutang. Sedangkan perkara Goenawan mengenai pencemaran nama baik yang materinya pun lemah. Pendiri TEMPO ini pernah menyerukan agar negeri ini tidak jatuh ke tangan Tomy Winata, yang kemudian dikutip Koran Tempo.
Protes didengar, sampai-sampai Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan turun tangan. Ia memerintahkan Ketua Muda Bidang Pengawasan MA, Mariana Sutadi, "mengurus" masalah ini. Akhirnya Mariana pun memanggil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hasilnya? Penggantian hakim dilakukan. Apalagi sebelumnya memang sudah direncanakan Mabruq bakal dipindah. "Saya ingat Mabruq pernah mendapat surat keputusan mutasi ke Pengadilan Bengkulu," kata Mariana kepada TEMPO.
Tak salah. Sesuai dengan surat keputusan yang dikantonginya, terhitung sejak 8 Juli lalu Mabruq diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bengkulu. Begitu pula Surya Dharma Belo. Ia akan menjadi hakim anggota di Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Posisi Mabruq sebagai ketua majelis hakim dalam gugatan Tomy Winata diganti oleh Zainal Abidin Sangaji (sebelumnya menjadi Ketua PN Magetan, Jawa Timur).
Menurut Mariana, Mabruq mesti segera melaksanakan putusan mutasi. Sesuai dengan Surat Edaran Ketua MA No. 1 Tahun 2003, setiap SK pemindahan harus dilaksanakan paling lambat tiga bulan setelah keputusan itu keluar. "Kalau tak segera pindah, dia malah akan mendapat sanksi," ujarnya.
Selama bertugas di Jakarta Timur, sebenarnya Mabruq hampir tidak pernah menjadi berita. Hanya satu-dua perkara penting yang ditangani, antara lain kasus sita jaminan rumah artis Edy Sud dan kasus terbunuhnya istri Sekjen Departemen Keuangan. Tapi Dirjen Peradilan, Soejatno, menilai Mabruq cukup berprestasi. Itu sebabnya dia dipromosikan menjadi wakil ketua pengadilan. "Saat itu prestasinya memang baik," ujarnya kepada Purwanto dari Tempo News Room.
Sehari-hari dia mengendarai Kijang Kencana buatan 1992. Rumah yang ditempatinya di Kompleks Taman Buaran Indah, Jakarta, juga tak terlihat mewah. Tak ada mobil lain yang nongkrong di halamannya kecuali sebuah motor bebek milik anaknya. Beberapa tetangganya bahkan sudah tahu bahwa Mabruq bakal segera pindah ke Bengkulu.
Sebenarnya, Mabruq cukup dekat dengan wartawan. Maklum, sejak Oktober 2001 dia juga diberi tugas sebagai juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Namun, sejak menangani gugatan Tomy Winata, sikapnya agak berubah. Dia menjadi sulit diwawancarai. Matanya nanar saat juru foto TEMPO menjepretnya berulang-ulang dua pekan lalu. "Saya tidak mau diprofilkan," ucapnya ketus.
Mungkin Mabruq tengah tertekan setelah mengeluarkan putusan yang kontroversial. Tapi istrinya, Aisyah Abbas, menghadapinya dengan tenang. Saat ditemui TEMPO, dia malah banyak menebar senyum. Aisyahlah yang meminta sang suami agar tenang menghadapi masalah ini. "Toh, suami saya di sana kan jabatannya lebih tinggi dari yang sekarang," katanya.
Juli Hantoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo