Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terjerat <font color=#6666CC>Surat Palsu</font>

Polisi menetapkan Misbakhun sebagai tersangka. Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu dituduh memalsukan dokumen pendukung pengajuan letter of credit.

19 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat penetapan sebagai tersangka akhirnya diterima juga oleh Mukhamad Misbakhun. Pekan lalu, setelah hanya mendengar dari media, surat kepastian status dirinya sebagai tersangka itu ia terima dari Markas Besar Kepolisian RI. Di surat tersebut polisi meminta anggota Komisi Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat asal Pasuruan itu menjalani pemeriksaan Senin pekan ini. ”Tentu saja mengejutkan, karena tahu-tahu sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Luhut Simanjuntak, pengacara Misbakhun.

Nama Misbakhun ”melambung” setelah disebut-sebut terkait dengan penggerogotan dana Bank Century . Andi Arif, anggota staf kepresidenan bidang penanggulangan bencana dan bantuan sosial, membeberkan fakta itu. Misbakhun, 40 tahun, kala itu satu dari sembilan inisiator peng usul hak angket Bank Century. Kelompok ini mempersoalkan pemberian bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, termasuk aksi pembobolan bank oleh pemegang saham dan pengucuran letter of credit (L/C) kepada sejumlah perusahaan.

Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan membeberkan kejanggalan pemberian kredit pembiayaan perdagangan alias L/C kepada sepuluh per usahaan. Nah, di sinilah Misbakhun terseret. Ternyata, salah satu perusahaan yang disebut itu, yakni PT Sela lang Prima Internasional, adalah per usahaan Misbakhun.

Kepada wartawan, berkali-kali Misbakhun menegaskan tak ada yang salah dengan perusahaannya berkaitan dengan L/C itu. Kepada Tempo yang menemuinya pekan lalu di kantornya, di Jalan Senopati, Jakarta Selatan, sikap yang sama tetap ia tunjukkan. ”Sejak awal kami tak merasa ada masalah dengan L/C itu,” ujarnya.

Misbakhun, yang sebelumnya peng usaha eksportir tepung agar-agar, mengakuisisi PT Selalang pada 2007 dari Teguh Boentoro, konsultan pajak dari PB Taxand. Nilai akuisisi Rp 247,5 juta. Ia membeli 2.475 saham perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum, jasa distribusi, dan perdagangan bahan kimia serta bijih plastik. Ia menempati posisi komisaris di perusahaan ini.

Pada 22 November 2007 Selalang mengajukan fasilitas L/C dari Bank Century dengan nilai limit US$ 22,5 juta. Lima hari kemudian, pengajuan itu disetujui. Fasilitas ini dimaksudkan untuk membeli Kondensat Bintulu, sejenis produk turunan minyak bumi, dari Grain and Industrial Products Trading Ltd., Singapura. Sebagai penjamin L/C Selalang adalah The National Commercial Bank Jeddah. Adapun bank korespondennya The Saudi National Commercial Bank, Bahrain.

Namun belakangan, audit investigasi BPK menyebut PT Selalang mendapat perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Century. L/C me ngucur tanpa analisis dan prosedur memadai terhadap kemampuan keuangan dan legalitas Selalang Prima. Kendati demikian, pengajuan itu tetap disetujui komite kredit Century. Ini diduga karena ada instruksi dari Robert Tantular selaku pemegang saham Century dan Hermanus Hasan Muslim (mantan Direktur Utama Century).

BPK menyatakan proses persetujuan pemberian kredit (L/C) hanya formali tas. Pemberian L/C kepada Selalang dan sembilan perusahaan lainnya di nilai tak sesuai dengan aturan perkre ditan dan Undang-Undang Perbankan. Pemberian kredit janggal dan ditengarai ”dikomando”, karena sepuluh perusahaan penerima L/C tersebut membeli produk hanya dari dua perusahaan yang sama: Bunge SA dan Grain and Industrial Products Trading.

Audit BPK juga menunjuk, Selalang hanya menjaminkan dana deposito (surat gadai deposito) senilai US$ 4,5 juta atau 20 persen dari nilai L/C yang diberikan US$ 22,5 juta. Jaminan deposito Selalang ini juga aneh. Sumber Tempo menyebut jaminan (margin deposit) tersebut ditransfer melalui real time gross settlement yang dananya berasal dari rekening pihak lain, yakni milik Junty dan Tanety Solikin. Modus yang sama ternyata terjadi pada L/C sembilan perusahaan lainnya.

Nah, menurut sumber Tempo ini, hasil penjualan impor Kondensat Bintulu senilai US$ 22,5 juta itu lalu diinvestasikan Selalang ke PT Kellett Investment Corporation, perusahaan trader dan investasi di Hong Kong. Dana ditransfer ke Kellett pada Januari 2008. Selalang berharap mendapat margin 10 persen dari investasi itu. Kepada Tempo, Luhut menyatakan ini bukan kegiatan investasi. ”Kellett memang menjadi pembeli Bintulu Condensate milik Selalang,” ujarnya.

Tapi, belakangan, investasi itu macet lantaran Kellett terempas oleh krisis global pada 2008. Kellett gagal mengembalikan investasi Selalang. Kondisi ini membuat Selalang gagal melunasi pinjamannya kepada Century yang jatuh tempo pada 19 November 2008. Untuk pengembalian investasi itu, Kellett, sesuai dengan perjanjian settlement, akan menyerahkan PT Katalis Indopratama kepada Selalang.

Sejak 2008 Selalang mulai mengajukan restrukturisasi utangnya di Century. Pengajuan ini juga tak mulus. Pengajuan dengan menyorongkan PT Katalis Indopratama sebagai jaminan, misalnya, sempat ditolak. Menurut sumber Tempo itu, Century saat itu beranggapan penyerahan aset PT Katalis sebagai agunan tidak efektif, karena ada nya risiko legalitas terkait dengan ada nya saham Hutomo Mandala Putra di per usahaan tersebut.

Pada November 2009 Bank Mutiara akhirnya menyetujui restrukturisasi itu. Jangka pelunasannya hingga 2019. Untuk itu, Selalang mengajukan sejumlah aset, seperti kapal tanker KM Anug rah Berlian; sebidang tanah dan bangunan di Jalan Senopati 10, Jakarta Selatan; serta sejumlah surat piutang senilai US$ 5,7 juta sebagai jaminan.

Temuan BPK itulah yang membuat PT Selalang berurusan dan disidik polisi. Sebelum Misbakhun, Franky Ong kowardojo, Direktur Utama Sela lang, lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Misbakhun sendiri berkeras menolak jika disebut L/C-nya berkasus. ”Hanya sempat gagal bayar,” ujarnya. Buktinya, kata dia, Bank Century mengabulkan restrukturisasi utangnya. ”Sampai saat ini kami juga aktif mengangsur,” kata Luhut.

Namun tak begitu dengan polisi. Kendati L/C itu tak fiktif, polisi menemukan cacat lain, yakni terkait dengan proses pengajuan L/C tersebut. ”Memang L/C-nya tidak fiktif, tapi ekspor-impornya fiktif,” kata Komisaris Besar Zulkarnaen, Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Polri.

Menurut Zulkarnaen, kegiatan ekspor-impor yang disebutkan dalam pengajuan L/C itu ternyata dilakukan oleh perusahaan lain. Demikian juga soal jaminan senilai US$ 4,5 juta. Ternyata tidak dilakukan oleh PT Sela lang, tapi oleh perusahaan lain.

Saat mengajukan L/C pada 22 Januari 2007, menurut Zulkarnaen, jaminan deposito yang disodorkan pihak Misba khun belum ada nilainya. Lima hari kemudian, jaminan ini terisi. Tapi, kata Zulkarnaen, hari itu juga permintaan mereka kepada Century untuk membayarkan ekspor-impor yang seolah ada, US$ 22,5 juta, terjadi. ”Dengan kata lain, L/C-nya tidak palsu, tapi ke adaannya palsu,” ujarnya.

Akibat dokumen palsu itulah, menurut Zulkarnaen, ada uang yang cair. Dalam kasus ini, polisi menilai Misba khun telah membuat surat palsu. Karena itu, kata Zulkarnaen, Misbakhun dan Franky yang juga menandatangani surat itu dijerat dengan Pasal 263 dan 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan surat.

Polisi memastikan ”permainan” ini melibatkan banyak orang, termasuk Robert Tantular dan Hermanus Muslim. ”Meski uangnya cair, faktanya ekspor-impor tak terjadi karena suratnya palsu,” kata Zulkarnaen. Menurut dia, inilah salah satu patgulipat untuk menggerogoti dana bank. ”Penyidik se karang tengah menelusuri dari mana asal dana US$ 4,5 juta itu dan ke mana duit US$ 22,5 juta itu dialirkan,” katanya.

Ramidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus