Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terjerat Surat Utang

13 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMUA bermula pada 2001. Ketika itu Achmad Djunaidi, Direktur Utama PT Jamsostek, menyetujui pembelian surat utang jangka menengah (medium term notes) senilai Rp 311 miliar. Pembelian surat utang itu muncul atas penawaran dari PT Dahana sebesar Rp 97,8 miliar, PT Sapta Pranajaya Rp 100 miliar, PT Surya Indo Pradana Rp 80 miliar, dan PT Volgren Rp 33,2 miliar. Pembayaran surat utang itu belakangan macet. Djunaidi pun berurusan dengan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Djunaidi, 63 tahun, didakwa tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan investasi seperti diatur dalam Undang-Undang Jamsostek. Menurut jaksa penuntut umum Heru Chairuddin, direksi harus memperhatikan keamanan kekayaan perusahaan dan keamanan penyimpanan uang saat berinvestasi. Djunaidi juga dinilai tidak melakukan uji kelayakan untuk menilai bonafiditas empat perusahaan penjual surat utang tersebut.

Heru menjerat Djunaidi dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pria kelahiran Lubuklinggau, Sumatera Selatan, ini dituntut 16 tahun penjara, denda Rp 200 juta, dan mengganti kerugian negara Rp 133,250 miliar.

Tuntutan itu tak sepenuhnya dikabulkan hakim. Pada 27 April 2006, majelis hakim yang diketuai Sri Mulyani menghukum Djunaidi delapan tahun penjara, denda Rp 200 juta, serta membayar uang pengganti Rp 66,625 miliar. Uang pengganti itu ditanggung renteng dengan Andy Rahman, bekas Direktur Investasi Jamsostek yang juga dihukum delapan tahun penjara. Menurut Sri, Djunaidi dan Andy terbukti melanggar prinsip kehati-hatian dalam investasi dana Jamsostek.

Djunaidi mengajukan banding. Tapi, pertengahan Oktober lalu Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tak mengubah hukuman penjara Djunaidi. Hakim hanya menghapus kewajibannya membayar kerugian negara Rp 66,625 miliar. Kini Djunaidi mengajukan kasasi. ”Tak ada bukti ia korupsi atau mendapat kucuran dana dari kebijakan investasinya itu,” kata M. Sholeh, pengacara Djunaidi.

AM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus