Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terlilit Korupsi Dana Desa

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap kepala kejaksaan dan Bupati Pamekasan. Berawal dari korupsi yang menjerat kepala desa.

7 Agustus 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIKELILINGI pagar besi hitam, rumah dua lantai di Desa Dasuk, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, itu tampak sepi. Pintu hunian paling megah di kampung tersebut itu tertutup rapat. Tak seorang pun terlihat di rumah milik kepala Desa Sauk, Agus Mulyadi, itu pada Kamis siang pekan lalu.

Para tetangga mafhum akan kondisi rumah itu. Sebab, mereka tahu tim Komisi Pemberantasan Korupsi telah menangkap Agus pada Rabu pekan lalu. Selain membekuk Agus, di rumah yang sama tim KPK menangkap Ketua Persatuan Kepala Desa Pamekasan M. Ridwan. Di tempat terpisah, Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Kepala Kejaksaan Negeri Rudi Indra Prasetya juga dicokok dalam rangkaian operasi tangkap tangan yang berlangsung sejak pagi hari itu.

Selain mempunyai rumah mewah, menurut tetangga, Agus memiliki arena balapan motocross di dekat tambak garam di Kecamatan Pademawu, Pamekasan. Letaknya dua kilometer dari kediaman Agus. Sirkuit itu pernah dipakai Bupati Syafii untuk menggelar lomba motocross nasional pada 2014-setahun setelah Syafii menjabat.

Petugas komisi antikorupsi awalnya menangkap Rudi Indra di rumah dinas Kepala Kejaksaan Negeri pada pukul 07.14. Di sana, tim KPK juga menangkap Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan Sucipto Utomo, Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Noer Solehhoddin, dan seorang sopir.

"Diduga saat itu terjadi penyerahan uang Rp 250 juta dari Agus dan Syafii melalui Sucipto kepada Rudi," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif. Uang pecahan Rp 100 ribu yang disita KPK dibungkus kantong plastik hitam.

Setengah jam kemudian, tim lembaga antikorupsi merapat ke kantor Kejaksaan Negeri Pamekasan. Di sana, tim KPK menciduk Kepala Seksi Intel Kejaksaan Soegeng Prakoso dan Kepala Seksi Pidana Khusus Eka Hermawan. Sekitar 20 menit berikutnya, giliran Agus dan Ridwan yang ditangkap. Siangnya, KPK menjemput Syafii di pendapa Kabupaten Pamekasan.

Tim KPK menggelandang sembilan orang itu ke kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk pemeriksaan intensif. Akhirnya Agus, Sucipto, dan Noer ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Bupati Syafii disangka sebagai penganjur pemberian suap. Sedangkan Rudi menyandang status tersangka penerima suap. Sisanya hanya menjadi saksi.

Menurut Laode Syarif, uang suap Rp 250 juta itu untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa. Biang keladinya adalah Agus. Selama 2015 dan 2016, anggaran dana desa yang diterima Desa Dasuk tak dia gunakan sesuai dengan peruntukan: membangun dan memberdayakan masyarakat desa.

Sejak 2015, setiap desa menerima dana bantuan dari pemerintah pusat dan daerah yang totalnya lebih dari Rp 2 miliar per tahun. Menurut Syarif, KPK menyoroti pengelolaan dana desa karena banyak celah atau potensi korupsinya. "Dana desa penting. Pada 2017 saja, pemerintah mengalokasikan dana Rp 60 triliun," ujarnya.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch, sepanjang 2016, ada 62 kasus korupsi dana desa yang terungkap. Pelakunya 123 orang, meliputi pegawai desa dan anggota masyarakat. Total kerugian negara sekitar Rp 18 miliar. Menurut Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, modus korupsi dana desa masih sederhana. "Mereka mengambil langsung dari sumbernya. Kalau diaudit pasti ketahuan," kata Adnan.

Adapun dugaan korupsi di Desa Dasuk awalnya terendus satu lembaga swadaya masyarakat di Pamekasan. Lembaga itu kemudian melaporkan Agus ke Kejaksaan Negeri. Namun yang dilaporkan LSM tersebut hanya proyek di Desa Dasuk senilai Rp 100 juta.

Menurut seorang konsultan Program Perencanaan Pembangunan Desa di Pamekasan, anggaran Rp 100 juta itu seharusnya digunakan untuk perbaikan jalan paving block di sebuah dusun. Tapi hingga kini tak ada pembangunan jalan kampung itu. "Kalau mau diaudit lebih jauh, nominal yang digelapkan lebih dari itu," ujarnya.

Di samping menjabat kepala desa, Agus adalah kontraktor. Agus, misalnya, pernah menjadi pemenang tender pengadaan sirkuit di halaman depan Stadion Gelora Ratu Pamelingan, Pamekasan. Anggaran pembangunan sirkuit pada 2015 dan 2016 itu sekitar Rp 6,2 miliar. Hingga kini, sirkuit itu hanya bisa dipakai untuk latihan, belum layak buat menggelar kejuaraan.

Mengetahui jejak Agus di berbagai proyek, kejaksaan tak hanya mengusut proyek dana desa senilai Rp 100 juta. Jaksa juga menelisik dugaan penyelewengan dalam berbagai proyek lain. Karena itu, menurut seorang penegak hukum, Rudi Indra mematok tarif penghentian pengusutan kasus sampai Rp 250 juta.

Rudi tak menyampaikan langsung permintaan uang penghentian kasus itu kepada Agus. Dua hari sebelum operasi tangkap tangan itu, Agus menemui Rudi. Namun cara Agus menawarkan upeti tak disukai Rudi. Tak patah semangat, Agus mencari cara lain. Lewat Sucipto, dia meminta bantuan Bupati Syafii untuk menyelesaikan kasusnya di kejaksaan.

Pada Selasa malam pekan lalu, Agus bertemu dengan Syafii di pendapa kabupaten. Dalam pertemuan itulah, menurut si penegak hukum, Syafii menyetujui agar kasus yang melilit Agus diselesaikan dengan uang pelicin sesuai dengan permintaan Rudi. Alasannya, sang Bupati tak ingin pengelolaan dana desa di daerahnya dinilai bermasalah.

Tak membawa uang, Agus malam itu sempat menawarkan mobilnya untuk digadaikan. Namun rencana itu batal karena Kepala Desa Mapper, M. Ridwan, mau meminjamkan uangnya. "Pertemuan di pendapa itu sudah dipantau KPK," kata seorang polisi.

Atas restu Bupati Syafii, yang diusung Partai Demokrat, itulah keesokan harinya Sucipto mengutus Noer menyetorkan uang kepada Rudi. Penyerahan uang itu berujung pada penangkapan oleh tim KPK. "Patut disesalkan, inspektur yang bertugas sebagai pengawas internal malah menjadi mata rantai suap-menyuap," ujar Laode Syarif.

Seusai pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Syafii, Noer, Agus, dan Rudi memilih bungkam. Mereka tak menjawab pertanyaan wartawan dan bergegas masuk ke mobil tahanan.

Di Pamekasan, sementara itu, Wakil Bupati Mohammad Khalil Asy’ari mengatakan tak menyangka atasannya dan dua pejabat inspektorat bakal terbelit kasus suap dana desa. "Kami kaget atas apa yang menimpa beliau," ucap Khalil. "Tapi kami harus tetap semangat bekerja."

Buntut penangkapan di Pamekasan, Kejaksaan Agung telah menonaktifkan Rudi Indra. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum, Rudi akan dipecat bila terbukti bersalah berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Linda Trianita, Ahmad Faiz, Musthofa Bisri (Pamekasan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus