Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tersebab Rekayasa Diagnosis Setya

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas pengacara Setya Novanto dan seorang dokter sebagai tersangka merintangi penyidikan. Buktinya rekaman kamera pengintai dan rekam medis palsu.

21 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tersebab Rekayasa Diagnosis Setya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENENTENG tas kulit hitam, Fredrich Yunadi tampak memasuki lobi Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Barat, pada 16 November 2017. Dari lobi, pengacara Setya Novanto itu berjalan menuju lift yang bersisian dengan meja pendaftaran. Sampai di depan lift, ia menekan tombol naik dengan tangan kanannya. Tidak sampai satu menit, pintu lift terbuka. Lalu Fredrich, yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna gelap, bergegas masuk.

Gerak-gerik Fredrich ini terekam kamera pengawas di lobi rumah sakit tersebut. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memeriksa rekaman kamera ini untuk kepentingan pengusutan kasus upaya merintangi penyidikan perkara Setya Novanto, tersangka kasus korupsi proyek kartu tanda elektronik (e-KTP). Setya saat itu menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Karena kamera tersebut belum cukup menjelaskan untuk apa Fredrich berada di rumah sakit, penyidik meminta keterangan saksi dan mencari bukti pendukung. Tidak ada kamera pengawas yang merekam aktivitas Fredrich setelah ia masuk ke lift di lobi rumah sakit. "CCTV hanya ada di lobi," ujar Laode Muhammad Syarif, Wakil Ketua KPK, Rabu pekan lalu.

Dari pemeriksaan sejumlah pegawai rumah sakit, penyidik mengetahui bahwa Fredrich siang itu datang untuk menyurvei ruang VIP di lantai tiga rumah sakit tersebut. "Ia hendak mengkondisikan rumah sakit buat kliennya," ujar Syarif.

Dari pegawai rumah sakit, penyidik KPK juga mendapat informasi bahwa Fredrich awalnya hendak menyewa semua ruangan di bangsal VIP. Namun, karena dua kamar sudah terpakai, ia hanya bisa menempati tiga yang tersisa. Satu kamar rencananya untuk Setya Novanto, sedangkan dua lainnya ditempati ajudan dan keluarga. Fredrich juga mengatakan Setya akan tiba pukul 21.00, malam itu juga.

Pada saat yang sama, Setya tengah diburu penyidik KPK karena tiga kali mangkir dari pemeriksaan. Sehari sebelumnya, penyidik hendak menjemput Setya dengan mendatangi rumahnya di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tapi ia menghilang.

Menurut Syarif, KPK mendapat informasi bahwa malam itu Setya menginap di sebuah hotel di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat. Syarif mengatakan lembaganya sampai saat ini masih mencari tahu siapa saja orang yang bersama Setya pada malam tersebut. Ketika Setya berada di kompleks gedung DPR, Senayan, Jakarta keesokan harinya, KPK pun sebenarnya sudah tahu.

Dikabarkan hendak menyerahkan diri ke KPK malam itu, Setya, yang sudah berstatus buron, justru mengalami kecelakaan. Mobil Fortuner yang ia tumpangi menabrak tiang lampu di Jalan Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Mobil itu disopiri Hilman Mattauch, kontributor Metro TV yang sempat mewawancarai Setya beberapa saat sebelumnya. Ada ajudan Setya yang duduk di kursi depan. Tapi, menurut Fredrich, Setyalah yang mengalami luka paling parah. "Terluka parah, benjol di kepala sebesar bakpao," ujarnya.

Setya lantas dibawa ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Detik-detik kedatangan Setya ini juga terekam kamera pengawas di lobi rumah sakit yang rekamannya sudah diperiksa KPK. Saat Setya tiba di rumah sakit setelah tabrakan, dua perawat tampak lari ke luar membawa brankar dorong. Salah seorang dari mereka kemudian masuk lagi dan membawa selimut besar.

Adegan selanjutnya, Setya didorong masuk. Di tengah kerumunan wartawan, Setya langsung bergerak menutupi seluruh kepala dan wajahnya dengan selimut berwarna biru. Benjol sebesar bakpao yang diklaim pengacaranya tak ditunjukkan ke orang ramai.

Tidak seperti korban kecelakaan umumnya, Setya tak mampir ke ruang unit gawat darurat. "Mereka langsung naik lift ke ruang VIP," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Malam itu, Setya langsung menempati ruang VIP yang sudah dipesan Fredrich.

Rekaman kamera pengawas di lobi itu menjadi salah satu bukti penting KPK menetapkan Fredrich sebagai tersangka kasus merintangi penyidikan perkara Setya. Karena mangkir dari panggilan, Jumat malam dua pekan lalu penyidik menangkap Fredrich di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. Kepada petugas KPK, Fredrich mengaku hendak mengecek penyakit jantung yang dideritanya. Malam itu, Fredrich langsung menghuni Rumah Tahanan KPK.

Kasus Fredrich bukan perkara merintangi penyidikan pertama yang menjerat pengacara. Sebelumnya, ada Manatap Ambarita, pengacara korupsi penyalahgunaan sisa anggaran tahun 2015 di Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat. Manatap menjadi tersangka karena menyembunyikan kliennya saat hendak ditangkap jaksa pada 2008.

Sebanyak 41 pengacara yang tergabung dalam pelbagai organisasi advokat tak terima atas penetapan tersangka Manatap karena menganggap pengacara memiliki hak imunitas. Mereka mempersoalkan prosedur penangkapan Manatap. Pengadilan Negeri Padang menolak praperadilan yang mereka ajukan.

Sampai akhirnya Mahkamah Agung menghukum Manatap tiga tahun penjara. Dalam pertimbangannya, majelis hakim agung kasasi yang dipimpin Abbas Said menyebutkan Manatap telah melampaui kewenangannya sebagai penasihat hukum.

nnn

SELAIN mempunyai rekaman kamera pengawas, KPK memiliki bukti telak upaya Fredrich Yunadi merintangi penyidikan kasus Setya. Di samping menguatkan keterlibatan Fredrich, bukti ini pula yang menyeret keterlibatan dokter Bimanesh Sutarjo, dokter spesialis penyakit dalam serta konsultan ginjal dan hipertensi Rumah Sakit Medika Permata Hijau. KPK juga sudah menetapkan Bimanesh sebagai tersangka dan menitipkannya di Rumah Tahanan Guntur, Jakarta Selatan.

Bukti itu berupa hasil diagnosis penyakit yang diduga disiapkan Fredrich sebelum Setya masuk Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Untuk urusan ini, ia juga meminta bantuan Bimanesh.

Seorang aparat penegak hukum mengatakan Fredrich diduga meminta Bimanesh membuatkan catatan kesehatan yang sama dengan rekam medis Setya ketika dirawat di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur, 18 September 2017. Kala itu, Setya menjalani opname setelah KPK berencana memeriksanya sebagai tersangka korupsi KTP elektronik.

Sebenarnya Fredrich hanya meminta Bimanesh membuat rekam medis yang sama persis. Namun Bimanesh diduga berimprovisasi, yakni dengan mengotak-atik catatan kesehatan Setya. "Misalnya tekanan darah sengaja dinaikkan, kemudian ada penyakit yang ditambah-tambahkan," kata Laode Muhammad Syarif.

Lalu Bimanesh meminta Michael Chia Cahaya, dokter umum yang sedang bertugas jaga di unit gawat darurat saat itu, meneken rekam medis tersebut. Seorang aparat penegak hukum mengatakan dokter Michael menolak. Diperiksa sekitar sembilan jam oleh KPK pada Jumat dua pekan lalu, Michael memilih bungkam. "Terima kasih," ucapnya saat memasuki taksi.

Karena Michael menolak, Bimanesh meminta dokter jaga lainnya. Si dokter perempuan ini mau. Ia meneken rekam medis buatan Bimanesh. Ketika dimintai konfirmasi soal tuduhan ini dalam beberapa kesempatan setelah diperiksa KPK, Bimanesh sama sekali tak mau berkomentar. "Maaf, ya," tuturnya. Ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Priyo Sidipratomo mengatakan Bimanesh tengah menjalani pemeriksaan etik.

Dugaan ada yang tak beres di rumah sakit ini sudah terendus KPK saat mengecek kesehatan Setya di sana. Karena mencium gelagat itu, KPK memindahkan Setya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo keesokan harinya. Seorang pegawai KPK bercerita, setelah dipindahkan ke Cipto, "luka" Setya bertambah. Bentuknya seperti bekas cakaran. Padahal, saat dia masuk Cipto, luka itu tak ada.

Setya pun menunjukkan muntahan kepada petugas KPK-untuk meyakinkan penyidik bahwa dia sedang sakit. Tapi tak ada satu pun petugas yang melihatnya muntah. Meyakini bahwa luka baru dan muntahan itu dibuat-buat, pada 20 November malam petugas menggelandangnya ke kantor KPK.

Pengacara Setya, Maqdir Ismail, membantah tudingan bahwa kliennya berpura-pura sakit. "Itu tidak benar," ujarnya.

Medio Desember tahun lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mulai menyidangkan Setya sebagai tersangka. Sejak itu pula Fredrich bersama rekannya, Otto Hasibuan, mundur sebagai pengacara Setya.

Fredrich melawan penetapan tersangkanya dengan mengajukan praperadilan. Fredrich ngotot, sebagai pengacara, ia memiliki hak tak bisa dituntut pidana saat membela kliennya. Ia juga menuding KPK melanggar prosedur karena menetapkannya sebagai tersangka tanpa koordinasi dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). "Belum diperiksa, tapi sudah jadi tersangka," kata pengacara Fredrich, Sapriyanto Refa.

Laode Muhammad Syarif mengatakan KPK sudah menjalankan prosedur penetapan sesuai dengan undang-undang. "Tak ada juga aturan yang menyebutkan kami harus berkoordinasi dengan Peradi sebelum menetapkan pengacara menjadi tersangka," tuturnya.

Syailendra Persada, Zara Amelia


Tak Kebal Hukum

SELAIN Fredrich Yunadi, ada 19 pengacara yang pernah tersandung Undang-Undang Pidana Korupsi. Satu di antaranya terjerat kasus yang sama seperti Fredrich: merintangi penyidikan. Fredrich menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi karena

diduga merekayasa rekam medis kliennya, Setya Novanto, saat menjadi buron kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Perkara ini menyeret dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo.

Terjerat Pidana Korupsi
- Total: 20 orang
- Rincian: 16 kasus penyuapan, 2 kasus memberi keterangan tidak benar, dan 2 merintangi penyidikan
- Lembaga penegak hukum: 14 kasus di KPK, 5 di kejaksaan, dan 1 di kepolisian
- Vonis tertinggi: 12 tahun penjara

Yurisprudensi

Perkara merintangi penyidikan sebelumnya.

Manatap Ambarita

Pengacara Afner Ambarita, tersangka korupsi penyalahgunaan sisa anggaran 2005 pada Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Menolak pemeriksaan dan menyembunyikan kliennya saat hendak diperiksa jaksa.

Mahkamah Agung memvonisnya 3 tahun penjara.

Pernah mengajukan praperadilan, tapi hakim menolak permohonan itu.

Pertimbangan MA

Perbuatan terdakwa sudah melampaui batas kewenangannya sebagai seorang penasihat hukum, yang seharusnya membantu proses penyidikan.

Hak imunitas advokat tak berlaku dalam kasus seperti ini.

Pasal 16 Undang-Undang Advokat:
"Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk pembelaan klien dalam sidang pengadilan."

Pelanggaran Hukum dan Etik

Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

Pasal 21
"Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun."

Undang-Undang Advokat

Pasal 6, terutama butir yang melarang advokat:
- Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya.
- Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau perbuatan tercela.
- Melanggar sumpah atau janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.

Kode Etik Advokat

Pasal 26 ayat 6: Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung jawab pidana.

Kode Etik Kedokteran

Pasal 3
"Seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi."

Penjelasan Pasal 3:
Setiap dokter memiliki moral dan tanggung jawab untuk mencegah keinginan pasien yang sengaja atau tidak sengaja bermaksud melanggar hukum.
Setiap dokter wajib mendukung program antikorupsi..

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus