Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMBRUKNYA koridor gantung lantai dua di Bursa Efek Indonesia, yang melukai 77 pengunjung, sempat menghentikan perdagangan saham pada Senin pekan lalu. Namun gangguan ini hanya bersifat sementara. Sentimen positif pasar cepat pulih kembali. Ini terlihat dari tren indeks harga saham gabungan (IHSG) yang terus menanjak sejak akhir tahun lalu, dan pada hari yang nahas itu ditutup di level 6.382. Indeks terus naik ke tingkat 6.430 keesokan harinya.
Di luar perkiraan, aliran dana asing, yang tadinya diperkirakan hengkang dari pasar kita dengan naiknya suku bunga dolar Amerika Serikat, malah sebaliknya lebih deras masuk mengangkat pasar modal kita. Akibatnya, nilai rupiah, yang pada akhir 2017 berada di tingkat 13.600 per dolar Amerika Serikat, saat ini menguat ke level 13.300.
Pelaku pasar mensinyalir melemahnya dolar Amerika Serikat terhadap beberapa mata uang dunia sebagai alasan menguatnya nilai rupiah. Mereka memperkirakan Bank Sentral Eropa, Bank of Japan, dan Bank of China akan secara perlahan menaikkan suku bunga masing-masing. Ini akan mendorong orang menukar dolar Amerika Serikat ke mata uang euro, yen, atau yuan. Di sisi lain, nilai saham di bursa Amerika Serikat sudah dianggap mahal sehingga potensi harga saham naik menjadi terbatas.
Alasan lain adalah antisipasi beberapa pemain pasar bahwa lembaga pemeringkat asing, seperti Moody's dan S&P, sebentar lagi akan menaikkan peringkat Indonesia mengikuti langkah Fitch yang menaikkan peringkat Indonesia satu tingkat ke BBB, akhir tahun lalu. Dengan menguatnya rupiah, pembayaran impor bahan bakar minyak pemerintah menjadi lebih ringan. Apalagi mengingat harga minyak dunia yang cenderung naik tahun ini.
Arus dan jumlah dana asing yang masuk ternyata cukup deras. Pada lelang obligasi pemerintah awal tahun ini ternyata penawaran yang masuk mencapai Rp 86 triliun untuk obligasi konvensional dan Rp 32 triliun untuk obligasi syariah. Ini hampir dua kali dari biasanya. Pemerintah mengambil kesempatan yang bagus ini untuk menerbitkan obligasi sebanyak mungkin di awal tahun (front-loading). Sampai pekan lalu, pemerintah sudah berhasil memperoleh Rp 92,7 triliun atau 22 persen dari kebutuhan pinjaman tahun ini. Dengan minat investor asing yang cukup tinggi, tingkat kepemilikan asing dari obligasi pemerintah naik ke angka 40,6 persen.
Perusahaan badan usaha milik negara juga cukup aktif mencari pendanaan awal tahun. Wijaya Karya sedang sibuk melakukan road show untuk mencari pembeli dari penerbitan obligasi dalam mata uang rupiah (Komodo Bond), senilai US$ 400 juta, yang akan dicatat di bursa London. Selain itu, ada lima BUMN yang sedang antre melakukan penawaran umum perdana (IPO) saham tahun ini, yaitu PT PP Energi, PT Adhi Persada Gedung, PT Wijaya Karya Realty, PT Indonesia Kendaraan Terminal, dan PT Pelabuhan Tanjung Priok.
Ada dua hal yang bisa dipetik. Musibah di Bursa Efek Indonesia mengingatkan kita akan pentingnya monitoring berkala untuk menjaga kelayakan dan keamanan operasional gedung serta infrastruktur vital. Adapun menguatnya IHSG dan rupiah seharusnya juga mengingatkan kita bahwa tren yang membaik ini bisa saja berbalik arah. Memang kebanyakan analis menilai penguatan rupiah sekarang sebagai tren sementara. Mereka memperkirakan nilai rupiah tahun ini akan melemah di tingkat 13.500-13.600 per dolar Amerika Serikat, tidak jauh dari penutupan nilai tahun sebelumnya.
Manggi Habir - Kontributor Tempo
Kurs | |
Pembukaan 12 Januari 2018 | 13.362 |
Rp per US$ | 13.331 |
12 Januari 2017 |
IHSG | |
Pembukaan 12Januari 2018 | 6.391 |
6.483 | |
Pembukaan 19 Januari 2018 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,3% |
3,61% | |
Desember 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,25% | |
14 November 2017 |
Cadangan Devisa | |
30 November 2017 | US$ 125,967 miliar |
Miliar US$ | 130,196 |
29 Desember 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2017 | 5,05% |
5,4% | |
Target 2018 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo