NAMANYA Mursid. Usianya 35 tahun. Wajahnya memelas. Ia tak punya tempat tinggal atau pekerjaan tetap. Suatu saat ia terlihat menarik becak, lain kali ia jadi tukang batu, pemungut kardus bekas, atau malah jadi pedagang singkong. Ia sering terlihat tertidur di becaknya, juga di langgar atau di terminal. Siapa sangka kalau lelaki lusuh itulah yang memusingkan polisi Jember, Jawa Timur, karena membantai enam wanita berturut-turut dalam tempo lima bulan terakhir ini. Tak hanya itu, setelah tertangkap Sabtu dua pekan lalu, Mursid mengaku mencabuli semua korbannya setelah mereka menjadi mayat. Kelainan seks? Itulah kesimpulan sementara banyak pihak. Mursid mengaku mulai beroperasi bila malam datang. Korbannya bisa dijumpainya di Pasar Tanjung, terminal, atau perempatan Jompo, Jember. Rata-rata wanita yang menjadi korbannya berusia 35 sampai 40 tahun. Tak berparas cantik, dan berasal dari golongan ekonomi lemah -- dua di antara enam korban sudah bersuami. Yang menarik, tak satu pun korban berprofesi sebagai WTS. "Awal mulanya saya ajak berkenalan," cerita Mursid kepada Zed Abidien dari TEMPO, Minggu pekan ini. Semua korban itu, katanya, bersedia diajaknya setelah dirayunya lebih dulu. "Mereka mau karena saya janjikan uang atau nonton bioskop," kata Mursid lagi. Entah karena "kejagoan"-nya, semua korban memang bersedia diajaknya kencan. Untuk itu, Mursid memilih tempat-tempat sepi yang jauh dari Kota Jember, di tepi-tepi sawah atau di tepi rel kereta api. Salah satu korban, Mbok Sujanah, 35 tahun -- mayatnya ditemukan 9 Januari katanya, diajaknya kencan di tepi rel dekat sungai Desa Gebang, di pinggir Kota Jember. Semula pedagang pakaian bekas asal Desa Mangaran, Jenggawah, dijanjikannya menonton bioskop. Tapi ketika sampai di sebuah pinggir sungai, Mursid mengajaknya berhenti. Di tempat gelap mereka "asyik-asyikan". Ketika wanita itu mulai terlena, Mursid pun menawarkan tape singkong kepada korbannya. "Ini tape ada obatnya, biar kamu tidak ngantuk," begitu Mursid merayu. Mbok Sujanah tak menampiknya. Padahal, Mursid sudah membubuhi tape itu dengan potas racun untuk menuba ikan. Ia mengaku sudah menguji-coba keampuhan tape potas itu pada seekor ayam, dan berhasil baik. Rupanya, kali ini ia pun berhasil. Setengah jam berlalu, Mbok Sujanah mulai menggelepar-gelepar. Lalu mati. Itulah saat yang ditunggu-tunggu Mursid. "Nafsu saya timbul setelah mereka mati," ujarnya lirih. Ia mengaku meremas-remas payudara dan memainkan kemaluan mayat dengan tangannya. Hanya itu, katanya, yang bisa dia lakukan. "Sungguh, Pak. Saya tak menyetubuhi mereka, saya tidak memperkosa," katanya. "Anu saya tak bisa main, Pak," kata lelaki yang buta huruf ini, pelan. Pengakuan Mursid itu ternyata benar. Visum dokter membenarkan bahwa tak satu pun korban yang diperkosanya, kendati empat di antara enam korban ditemukan hanya ber-BH dan mengenakan celana dalam -- bahkan seorang korban tanpa busana sama sekali. Hanya saja, untuk sekadar menyambung hidup, ia mengaku menyikat juga barang-barang milik korbannya. Mursid mengaku telah impoten sejak dinikahkan dengan Marti di tempat asalnya, Desa Karang Kedawung, Mumbulsari, pada usia 25 tahun. "Saya cuma menggaulinya dua kali. Itu pun setengah-setengah," cerita Mursid lagi. Maksudnya, gairahnya kadang timbul kadang tenggelam. Karena putus asa, ia lari meninggalkan rumah dan membawa barang-barang istrinya. "Tapi perkawinan mereka hanya berumur seminggu," ujar Mbok Asmani, 60 tahun, ibu Mursid, kepada TEMPO di rumahnya di Kedawung. Pembunuh aneh itu bisa tertangkap karena ditemukan sesosok mayat wanita tak beridentitas di Desa Cangkring, Patang, 14 Desember 1988 lalu. Mayat yang sudah membusuk itu hanya mengenakan BH hitam dan celana dalam putih serta bersandal jepit merk "Lily". Pada waktu yang sama, seorang keluarga korban melapor bahwa Mbok Masturi alias Mbok Ri tak kunjung pulang ke rumahnya di Dukuh Sumberjati, Sempolan. Sehari-hari, janda 35 tahun tak beranak ini berjualan daun pisang di Pasar Tanjung, Jember. Ketika polisi menunjukkan identitas mayat-mayat wanita yang ditemukan petugas, keluarga Mbok Ri segera mengenali sandal jepit "Lily" milik janda itu. Polisi segera melacak ke Pasar Tanjung, tempat Mbok Ri berjualan. Di situ petugas mendapat informasi bahwa Mbok Ri sempat berjalan-jalan dengan Mursid, penank becak yang blasa mangkal di pasar itu. Mursid pun ditangkap, dan dari mulutnya terbongkar berbagai kasus pembunuhan yang dllakukannya. Kelainan dalam diri Mursid yang tergolong langka ini disebut Necrophylie. Menurut Prof. Dr. R. Daldiri Mangoendiwirjo, Kepala Laboratorium Kedokteran Jiwa RSUD dr. Sutomo Surabaya, si pelaku merasa puas hanya kalau berbuat cabul dengan mayat -- baik bersetubuh atau sekadar meraba-raba. "Mereka ini sangat selektif dalam berhubungan seksual. Dengan wanita biasa ia impoten, tapi dengan mayat ia bisa menjadi poten," ujar Daldiri. Bagaimanapun, inilah kasus kelainan seks pertama di Indonesia yang pelakunya hanya bergairah dengan mayat. Kapolres Jember Letkol. Pol. Karyono Sumodinoto menyatakan kelegaannya atas tertangkapnya Mursid. Sebab, kalau tidak, berarti korban baru akan terus berjatuhan. Dan dengan tertangkapnya Mursid, menurut Karyono, 16 kasus pembunuhan di wilayahnya dalam 6 bulan terakhit terungkap semuanya. "Beban kami sudah agak ringan," tutur Karyono.Toriq Hadad, Wahyu Muryadi, dan Zed Abidien (Biro Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini