Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pabrik Beton Sonder Sertifikat

Seorang makelar tanah diduga mengagunkan sertifikat tanah yang dibeli PT Wika Beton di Subang, Jawa Barat, ke bank asing. Pernah ditahan, tapi bebas lewat gugatan praperadilan.

3 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pabrik beton Wika di Desa Karang Mukti Kec. Cipeundeuy, Kab. Subang./TEMPO/ Riky Ferdianto)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PT Wika Beton merugi Rp 190 miliar karena tertipu seorang pengusaha di Subang, Jawa Barat.

  • Polisi masih memburu makelar tanah PT Wika Beton.

  • Sertifikat tanah PT Wika Beton diduga berada di tangan perusahaan investasi Qatar.

PAGAR beton setinggi 2 meter mengelilingi lahan seluas 50 hektare itu di Desa Karangmukti, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Di dalamnya, para pekerja terlihat sedang membentuk potongan-potongan beton.

PT Wika Beton mendirikan pabrik kelima belas di atas lahan itu pada 2017. Meski sudah menempatinya lebih dari tiga tahun, lahan itu masih bermasalah. Seorang pengusaha diduga mengagunkan sertifikat tanah tersebut ke salah satu bank asing. Akibatnya, PT Wika diperkirakan merugi hingga Rp 190 miliar.

Lahan itu sebelumnya milik PT Agrowisesa Widyatama. PT Wika Beton menyatakan tertarik membeli sebagian lahan pada 2016. Di situsnya, PT Wika Beton menyatakan akan menggunakan lahan itu untuk memproduksi beton pracetak untuk berbagai proyek infrastruktur pemerintah. Produksi pertama pabrik di Subang adalah box girder yang digunakan dalam proyek kereta ringan jalur Kelapa Gading-Velodrome di Jakarta.

Transaksi berlangsung mulus pada 18 Mei 2016. PT Wika membeli 30 hektare tanah milik PT Agrowisesa di Desa Karangmukti seharga Rp 133 miliar. Di tengah proses pelunasan, PT Agrowisesa menawarkan 20 hektare tanah yang bersebelahan dengan tanah sebelumnya. Wika bersedia membeli lahan itu dengan harga Rp 98 miliar.

Namun, PT Agrowisesa tak kunjung menyerahkan sertifikat tanah. Ternyata, surat tanah itu sudah sejak dulu diagunkan ke bank. Mendapat informasi ini, PT Wika mengadukan Direktur dan Komisaris PT Agrowisesa, Muhammad Ali dan Burhanuddin, ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI pada Desember 2017.

Keduanya dituduh menipu PT Wika Beton. “Belakangan terungkap, sertifikat atas lahan itu berstatus agunan bank,” ujar Petrus Bala Pattyona, pengacara Muhammad Ali.

Muhammad Ali menjalani pemeriksaan. Kasusnya berlanjut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim memvonis pria berusia 80 tahun itu dengan hukuman 1 tahun penjara pada 16 September lalu. Hakim menilai Ali terbukti bersekongkol dengan Komisaris PT Agrowisesa, Burhanuddin.

Amar putusan Ali menuliskan sertifikat tanah sudah berada di luar negeri. Burhanuddin diduga mengagunkan sertifikat tanah ke salah satu bank asing di Jakarta. “Akibat perbuatan terdakwa, PT Wika Beton mengalami kerugian Rp 190 miliar,” ucap ketua majelis hakim, Arlandi Triyogo, saat membacakan putusan untuk Ali.

Petrus menyanggah kesimpulan hakim. Menurut dia, pengagunan sertifikat itu merupakan ulah Burhanuddin. Kliennya hanya orang yang diminta meneken sejumlah dokumen seputar proses transaksi. Sementara itu, semua proses pengurusan dokumen dilakukan oleh Burhanuddin. “Klien saya cuma orang suruhan. Dia tidak paham urusan bisnis. Pendidikannya hanya tamat kelas lima sekolah dasar,” katanya.

Berbeda dengan Ali, pemeriksaan Burhanuddin masih jalan di tempat. Ia kini berstatus buron. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono menjelaskan polisi masih bekerja menuntaskan perkara ini.

Sejak akhir Agustus lalu, kata dia, Bareskrim menerbitkan surat permohonan cekal terhadap Burhan. “Identitas dan foto Burhan juga kami sebar ke seluruh jajaran Polda. Tersangka masih kami buru,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisaris PT Agrowisesa Widyatama Burhanuddin./Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Tempo mencoba meminta penjelasan proses hukum ini ke manajemen PT Wika Beton di Desa Karangmukti, Subang, pada Selasa, 29 September lalu. Seorang petugas pos jaga mengatakan hal tersebut perlu ditanyakan ke manajemen pusat PT Wika Beton.

Sekretaris Perusahaan PT Wika Beton, Yuherni Sisdwi Rachmiyati, mengatakan perusahaannya akan memberi penjelasan beberapa hari kemudian. “Jawaban akan disampaikan pada Senin depan,” kata Yuherni, Jumat, 2 Oktober lalu.

Burhanuddin tak kunjung merespons permintaan wawancara Tempo lewat telepon selulernya hingga Sabtu, 3 Oktober lalu. Penjaga rumah Burhanuddin di Jalan Kesehatan, Gambir, Jakarta Pusat, mengatakan majikannya sedang berada di luar rumah. Ia menyebutkan Burhanuddin sesekali menyambangi rumah itu. “Kadang-kadang aja ada di rumah,” ujarnya, Jumat, 2 Oktober lalu.

• • •

BURHANUDDIN bergabung ke PT Agrowisesa Widyatama sejak 2014. Kala itu, PT Agrowisesa hendak meningkatkan status 1.744 hektare tanah perusahaan di Desa Karangmukti, Subang, menjadi hak guna bangunan. Burhanuddin berjanji membantu pengurusan surat asal dimasukkan ke struktur PT Agrowisesa.

Ia juga meminta saham mayoritas di PT Agrowisesa. Karena iming-iming keuntungan penjualan tanah, pemilik saham lain mengabulkan keinginan Burhanuddin. Kuasa hukum PT Agrowisesa dari kantor pengacara Lokataru, Haris Azhar, mengatakan permintaan itu belakangan diketahui hanya akal-akalan Burhanuddin. “Dengan status pemilik saham mayoritas, dia mendapat akses dan legitimasi pembiayaan bank atas tanah perusahaan,” katanya.

Burhanuddin mengagunkan sertifikat tanah perusahaan miliknya seluas 98 ribu hektare dan 15 sertifikat PT Agrowisesa di Desa Karangmukti, Subang. Dari agunan tersebut, Burhanuddin diduga menerima pinjaman sebesar US$ 135 juta dari salah satu bank asing pada akhir 2015. Pada saat bersamaan, PT Agrowisesa sudah menawarkan tanah di Desa Karangmukti ke sejumlah pihak, termasuk PT Wika Beton.

Masalah kian ruwet karena bank asing tersebut tak lagi memegang sertifikat tanah. Haris menyebutkan bank mengalihkan hak tagih ke salah satu perusahaan investasi di Qatar.

Jika ingin mendapatkan surat tanah, PT Agrowisesa wajib melunasi utang Burhanuddin. “Semua uang pinjaman ditampung dalam rekening Burhan. Aneh jika PT Agrowisesa yang harus membayar,” kata Haris.

Burhanuddin sebenarnya pernah berurusan dengan polisi sebelum diadukan ke Markas Besar Polri. Waktu itu, informasi soal Burhanuddin menggadaikan sertifikat tanah di Desa Karangmukti ke bank sudah beredar luas. Seorang karyawan PT Agrowisesa melaporkan Burhanuddin Kepolisian Resor Subang pada 2017. Ia dituduh menggelapkan aset perusahaan.

Polisi sempat menahan Burhanuddin atas laporan tersebut. Namun, ia melawan. Burhanuddin mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Subang. Burhan menyatakan penanganan perkara itu mestinya diselesaikan lewat jalur perdata, bukan pidana. Pengadilan menerima alasan tersebut. Hakim menganggap penyidikan dan penahanan Burhanuddin tak sah.

Namun, ia kembali berhadapan dengan kasus baru. Seorang pengusaha tekstil yang juga memiliki saham di PT Agrowisesa turut melaporkan Burhanuddin karena diduga menjaminkan aset perusahaan ke bank secara diam-diam. “Perusahaan tersebut memang sebelumnya milik salah satu pengusaha tekstil,” kata Petrus Bala Pattyona, pengacara Direktur PT Agrowisesa Widyatama, Muhammad Ali.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Subang Ajun Komisaris Muhammad Wafdan Mutakim mengatakan polisi masih berupaya menyelesaikan berkas perkara itu. “Saya tidak bisa menjelaskan materi penyidikan. Intinya, masih kami dalami,” ujarnya.

RIKY FERDIANTO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus