Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penetapan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dugaan tindakan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022 Wahyu Setiawan menyita perhatian publik. Kasus ini sebenarnya telah bergulir sejak 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Hasto baru ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Desember 2024 lalu. Di tengah keriuhan penetapan status tersangka kepada Hasto, belakangan mencuat kabar bahwa ada pihak luar yang meminta agar kasus Hasto “dibungkus”. Berikut kronologinya.
Awal Mula Penetapan Hasto Sebagai Tersangka
Berdasarkan laporan Majalah Tempo berjudul Cawe-cawe Memburu Hasto, Hasto ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Desember 2024 atau tiga hari setelah serah terima jabatan pimpinan baru KPK Periode 2024-2029.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pada Kamis, 19 Desember 2024, KPK sempat menggelar rapat ekspose untuk memaparkan perkembangan kasus Hasto. Namun, rapat itu gagal menghasilkan keputusan karena tidak memenuhi syarat kuorum.
Dua pimpinan KPK Periode 2019-2024, Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata, absen dengan alasan rapat tersebut dijadwalkan secara mendadak. Mereka menyerahkan keputusan besar ini kepada pimpinan baru KPK.
Usai dilantik pada 16 Desember 2024, pimpinan baru KPK langsung mengambil langkah cepat. Pada 20 Desember 2024, mereka menggelar rapat ekspose yang menyetujui penetapan Hasto sebagai tersangka berdasarkan bukti-bukti baru, termasuk percakapan WhatsApp dan rekaman suara yang diperoleh dari ponsel Hasto dan ajudannya pada Juni 2024. Dua surat perintah penyidikan kemudian diterbitkan pada 23 Desember 2024.
Keesokannya, KPK langsung menggelar konferensi pers untuk mengumumkan status Hasto. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan Hasto ditengarai berupaya mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan Harun Masiku. KPK juga mengantongi cukup bukti soal peran Hasto dalam kasus suap Wahyu Setiawan. “Suap bertujuan memuluskan penempatan Harun Masiku sebagai anggota DPR,” tutur Setyo.
Berita tentang penetapan Hasto sebagai tersangka menghebohkan suasana di kantor Dewan Pimpinan Pusat PDIP yang berlokasi di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Pada saat itu, Hasto sedang berada di sana untuk memimpin rapat terkait persiapan ulang tahun partai dan gugatan sengketa pemilihan kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi.
Mendengar kabar tersebut, Hasto segera mengakhiri rapat dan langsung menemui Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. “Ibu hanya berpesan kepada saya agar mencermati perkembangan kasus itu,” kata Hasto.
Hasto juga membantah dugaan terlibat suap dan melindungi Harun Masiku. Menurut dia, tak ada keuntungan menyuap komisioner KPU atau menghalangi penangkapan Harun. Persidangan para terdakwa juga tak pernah menyebutnya ikut menyediakan uang suap. “Semua sudah menjadi fakta di persidangan,” ujarnya.
Nama Hasto Muncul di Kasus Harun Masiku
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya telah mengantongi bukti yang dapat menjerat Hasto Kristiyanto setelah menangkap Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Rabu, 8 Januari 2020. Wahyu ditangkap karena menerima suap yang sebagian besar diduga berasal dari Hasto Kristiyanto.
Adapun suap tersebut bertujuan memuluskan langkah Harun Masiku, seorang calon legislator dari PDIP, untuk menggantikan Nazarudin Kiemas, yang meninggal sebelum dilantik. Saat ini, Harun Masiku juga menjadi tersangka kasus yang sama dan menjadi buronan.
Setelah itu, penyidik bersiap untuk menangkap Hasto dan Harun Masiku yang diduga berada di Jakarta. Namun, rencana tersebut gagal terlaksana setelah Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, secara terburu-buru menggelar konferensi pers yang membeberkan detail OTT. Konferensi persi tersebut kemudian justru memberikan kesempatan bagi Hasto dan Harun untuk melarikan diri.
Sejumlah penyidik awal kasus ini yang ditemui Tempo menduga Firli sengaja membocorkan OTT lewat cara yang seolah-olah resmi. “Dia sepertinya sengaja merusak rencana penangkapan,” kata seseorang yang pernah ikut menyidik kasus ini.
Seorang mantan penyidik menyebut Firli sebagai batu ganjalan dalam kasus ini. Perlindungan kepada Hasto dan Harun berlanjut dalam rapat internal KPK. Pada Januari itu, pimpinan KPK tak kunjung menyetujui Hasto menjadi tersangka. Padahal barang bukti sudah berlapis-lapis.
Firli bahkan mengganti susunan tim penyidik untuk melanjutkan penyelidikan kasus suap Wahyu Setiawan. Ia juga menolak menandatangani surat pemanggilan Hasto sebagai saksi. Desas-desus di Gedung Merah Putih KPK menyebutkan bahwa ketidakberanian Firli dan pimpinan lainnya untuk menjerat Hasto diduga terkait hubungan dekat dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Saat itu, PDIP yang dipimpin Megawati Soekarnoputri merupakan partai dominan di Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus pendukung utama pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dugaan Intervensi Pihak Luar
Belakangan terungkap bahwa penanganan kasus Hasto yang berlarut-larut tak lepas dari dugaan intervensi pihak luar. Seorang mantan pemimpin KPK mengakui ada pihak luar yang memberi order agar segera “membungkus” kasus Hasto. Permintaan itu bahkan sudah lama disampaikan. Tapi ia enggan menyebutkan siapa pihak yang cawe-cawe itu. “Saya dan kolega lain tidak mau bekerja atas orderan,” katanya.
Sementara itu, Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto membantah anggapan ada intervensi pihak luar dalam kasus ini. “Rapat-rapat ekspose sudah lama diagendakan,” tuturnya. Menurutnya, penyidikan Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah tak hanya mengandalkan bukti dari penanganan kasus empat tahun lalu. Tapi KPK juga menemukan sejumlah petunjuk dan saksi baru.
Adapun Wakil Ketua KPK kala itu, Nurul Ghufron, mengakui ada perdebatan dalam rapat ekspose kasus Hasto pada 2020. Tapi ia membantah dugaan bahwa pimpinan menghalangi penetapan Hasto sebagai tersangka. Nama Hasto dan Harun Masiku tetap muncul dalam rapat-rapat ekspose lanjutan. Mereka juga sudah berupaya memburu Harun. “Dulu memang ada perdebatan internal pimpinan. Saya mengatakan supaya lanjut memotong jalur logistik Harun Masiku, tapi ada yang mengatakan Harun ditangkap dulu,” ujarnya.
Riky Ferdianto, Mohammad Khory Alfarizi, Fajar Pebrianto, Septia Ryanthie, dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Baca Selengkapnya: Beking KPK Berani Menjerat Hasto Kristiyanto