Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana penghapusan larangan berbisnis untuk prajurit TNI muncul dalam usulan revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI, Brigadir Jenderal Nugraha Gumilar menyatakan, prajurit militer yang berbisnis tetap akan mengikuti aturan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyebut, bahwa tidak akan ada perbedaan ataupun pengecualian antara prajurit TNI dan masyarakat sipil dalam menjalankan bisnisnya. "Contoh bayar pajak, harus bayar retribusi atau kewajiban lainnya," katanya saat dihubungi, Kamis, 18 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengimbau kepada masyarakat agar tidak terlalu khawatir dengan penghapusan larangan berbisnis untuk prajurit militer tersebut. Adapun pasal itu termuat dalam Pasal 39 UU TNI.
Menurut dia, kekuatan yang dimiliki TNI itu tidak bakal menjadi privilese bagi prajurit militer yang berbisnis. Sebab, ia menilai, cara-cara seperti itu sudah tidak lagi relevan di masa sekarang.
"Mentang-mentang tentara dengan kekuatannya tidak mau bayar ini dan itu. Jadi tidak perlu khawatir," ujarnya.
Ia mengungkapkan, prajurit TNI yang berbisnis itu hanya sebagai pekerjaan sampingan. Nugraha menyebut, prajurit tetap akan profesional menjalankan tugasnya sebagai tentara.
Wacana penghapusan larangan berbisnis bagi TNI ini muncul melalui surat dari Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto. Usulan ini disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro dalam Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan TNI pada 11 Juli lalu.
Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui revisi UU TNI menjadi inisiatif DPR. Namun, pembahasan antara pemerintah dan dewan soal ini belum dimulai.
Direktur Imparsial, Gufron Mabruri menilai pencabutan larangan berbisnis bagi prajurit TNI merupakan usulan yang salah. Menurut dia, usulan itu justru kembali menghidupkan format militer era orde baru.
"Penghapusan (larangan berbisnis) juga akan berdampak pada melemahkan profesionalisme TNI," ucap Gufron kepada Tempo, Kamis, 18 Juli 2024.
Menurut dia, hakikat TNI ialah sebagai institusi yang dipersiapkan untuk menghadapi peperangan. Termasuk menghadapi ancaman militer dari luar. Karena alasan itu, prajurit TNI semestinya harus profesional ada tugasnya.
"Jika mereka dibolehkan berbisnis, mereka akan disibukkan dengan urusan non-pertahanan dan dampaknya menurunkan profesionalisme," katanya.
Pilihan editor: Janji Kementerian Pendidikan Agar Dosen PPPK Segera Jadi PNS