Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Mayor Jenderal Sisriadi mengatakan Komando Operasi Khusus atau Koopssus secara formal akan diatur dalam Peraturan Presiden. Selama menunggu aturan tersebut, Koopssus yang sudah diresmikan akan bertugas secara situasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Iya (menunggu Perpres). Tapi sebenarnya sekarang kan sudah dioperasionalkan, jadi (bertugas) case by case. Jadi tidak distandarkan,” kata Sisriadi ketika dihubungi Kamis 1 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situasional, kata Sisriadi, seperti kasus-kasus sebelumnya, yakni tergantung dari permintaan presiden, atau pun Polri. Dalam kasus pembebasan sandera kapal Sinar Kudus misalnya, TNI bergerak atas dasar perintah presiden. Lain dengan saat menangani kasus teror di Sulawesi Tengah. Saat itu, kata Sisriadi, mereka diminta oleh Polri.
“Di Sulawesi Tengah, kami mendukung polisi. Mendukung Polri, karena Polri tidak memiliki kemampuan untuk masuk sampai ke hutan-hutan ya, mereka terbatas kemampuannya. Jadi karena mereka terbatas minta bantuan kami,” tuturnya.
Saat ini, menurut Sisriadi, Koopssus terus berkoordinasi dengan tugas satuan anti terorisme lain, seperti Densus 88, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sisriadi mengatakan sejauh ini aturan hukum pembentukan Koopssus didasarkan pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan berdasar pada Perpres Nomor 42 Tahun 2019.
Meski dalam Pasal 7 Ayat 3 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI, disebutkan bahwa tugas-tugas pokok TNI yang tertuang dalam Pasal 7 Ayat 2 UU Nomor 34 Tahun 2004, dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Begitu pun dalam Pasal 43I ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2018, yang menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi terorisme oleh TNI diatur dengan Peraturan Presiden.
“Keputusan politik negara bentuknya salah satunya adalah Perpres. Jadi kami nunggu dua perpres, (implementasi) UU 34 Tahun 2004 dengan UU nomor 5 Tahun 2018,” kata dia.
Direktur Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani menyoroti soal ketidakjelasan perbedaan tugas Koopssus dengan satuan anti teror lain. Menurutnya dalam Perpres Nomor 42 Tahun 2019, tugas itu belum dijelaskan dengan ukuran yang jelas.
“Keberadaan Koopssus disebut sebagai upaya menghadapi ancaman dengan eskalasi tinggi. Frasa ancaman eskalasi tinggi, tidak memiliki ukuran yang jelas,” kata Yati dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo Kamis 1 Agustus 2019.