AKHIRNYA genaplah 19 orang penduduk Desa Datara yang terbunuh. Lima di antara mayat warga pedalaman Goa, Sulawesi Selatan, itu belum lama ini ditemukan di celah sebuah jurang yang sulit dicapai. Dari penelitian ternyata mereka dibunuh dengan tuduhan telah mencuri ternak. Sebanyak 12 orang korban yang lain mati tertembak oleh petugas sewaktu dilancarkan Operasi Lembu dan Operasi Tedong selama Januari hingga Maret tahun ini. Tapi semua korban jatuh di daerah pedalaman Goa yang selama ini memang dikenal rawan pencurian hewan peliharaan. Ketika mendapat informasi bahwa di Desa Datara yang tersuruk di pedalaman terjadi kasus pembunuhan, kapolres Gowa Letnan Kolonel John A. Frans mula-mula tak percaya. Soalnya, desa tersebut selama ini tergolong aman, hingga pernah mendapat predikat sebagai desa terbaik di Sulawesi Selatan. Namun, ketika diadakan pengecekan, "Ternyata informasi itu benar," kata John. Pihaknya sampai pekan lalu telah menahan tujuh anggota Hansip dan seorang kepala kampung, yang diduga keras sebagai pelaku pembunuhan. Para tersangka, menurut John, terus terang mengakui perbuatan mereka. Menurut mereka, ketujuh penduduk Desa Datara, Kecamatan Tompobulu, yang dibunuh itu adalah para pencuri ternak. Para tersangka pencuri itu, konon, sudah beroperasi sejak tahun 1979 lalu. Dan korbannya tak jauh-jauh, tetangga mereka sendiri. Dalam beberapa bulan terakhir, menurut pengakuan mereka, tercatat 28 ekor sapi hilang dari Desa Datara. Setelah diselidiki, Agustus lalu mereka berhasil menangkap lima orang tersangka pencuri. Kepala Desa, Abdul Karim Boko, lalu memerintahkan tujuh petugas Hansip, yaitu Sappara, Rasan, Misi, Saleh, La Hasang, Summa, serta seorang lagi yang namanya tak jelas, membawa kelima tersangka tadi ke Polsek Tompobulu. Perjalanan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Selama dalam perjalanan para tersangka diikat dengan tali rafia, supaya tidak lari atau melawan. Namun, ketika melewati daerah berjurang, begitu dikatakan, seorang di antaranya nekat melarikan diri. Ketujuh petugas Hansip yang gagal menemukan kembali si pelarian itu menjadi marah. Mereka langsung membacokkan parang kepada yang lainnya: Guntarang, Poto, Makasau, dan Salli. Setelah itu mayat mereka dilemparkan ke dalam jurang. Peristiwa tersebut ternyata tak pernah dilaporkan kepada kepala desa. Sewaktu mereka kembali, Abdul Karim Boko dilapori bahwa perkara kelima tersangka pencuri ternak itu "sudah beres". Boko mengira, mereka sudah diantarkan dengan selamat sampai ke Polsek Tompobulu. Dalam kasus itu, menurut John, Boko tampaknya memang tak tahu-menahu. Tapi para Hansip, menurut sumber TEMPO, kelihatannya tak bakal berani bertindak bila tak ada yang memberi komando. Sumber tadi menduga, yang mengarahkan dan memberi petunjuk terhadap para Hansip tadl adalah seorang kepala kampung dari Dusun Lauwa. Kini kepala kampung tersebut memang ikut ditahan. Selain keempat korban yang mayatnya dibuang ke dalam jurang, ada dua korban lagi yang dikatakan juga dibunuh Hansip, yaitu Kaming dan Kammi bin Aso. Kaming dibunuh di Dusun Tammaloe, sedangkan Kammi disergap ketika sedang berkunjung ke rumah Sumara di Bae-Baeka. Beberapa saksi sempat melihat Kammi dihajar sampai babak belur, kemudian dibawa pergi. Beberapa hari kemudian, istrinya, Samina, mendapat pemberitahuan bahwa suaminya telah mati. Sebelum Kammi dan lima orang lainnya terbunuh, yang mula-mula menjadi korban adalah Raja dari Dusun Berru. Ketika itu banyak penduduk yang tahu bahwa pelaku pembunuhan tak lain petugas Hansip. Namun, tak satu pun yang berani membuka mulut, karena kabarnya mereka diancam akan ikut dihabisi. Bahkan, menurut beberapa penduduk Berru, tersangka pencuri ternak itu, sebelum dihabisi, pernah hendak diperas. "Kami sedang meneliti tentang adanya ancaman dan percobaan pemerasan itu," kata John. John tampaknya yakin bahwa yang dibunuh oleh Hansip memang pencuri ternak. Apalagi Desa Datara, yang terletak di daerah perbatasan Kabupaten Jeneponto dan Takalar, Yang dikenal sebagai "daerah keras" - karena sering terjadi penyamunan. Pekan lalu, sewaktu polisi datang menyelidik, di sebuah celah perbukitan dijumpai 11 ekor sapi yang diduga hasil curian. Celah bukit tadi memang dikenal sebagai sarang pencuri. Di situ, kata John, sering diadakan pertemuan para jagoan dari Jeneponto dan Takalar. "Sambil berkumpul, mereka biasanya pesta makan daging sapi sambil minum tuak," kata John lagi. Perangai para pencuri ternak itu memang tak ubahnya dengan jagoan. Bila kepergok atau dikejar, mereka tak merasa gentar melawan petugas, menggunakan parang atau badik. Sebab itulah, Januari lalu sewaktu polisi melakukan Operasi Lembu yang disusul Operasi Tedong (kerbau), petugas terpaksa bertindak keras. Ketika itu, sekitar 12 tersangka pencuri tertembak mati. (TEMPO, 19 Mei 1984). Seorang tokoh masyarakat di pedalaman Gowa menyatakan bahwa di sana seseorang yang paling banyak mencuri ternak dianggap sebagai pemimpin yang patut ditakuti. Bahkan dulu, seorang pria yang hendak melamar seorang gadis akan ditanya: sudah berapa kali mencuri ternak. Sebab itu, katanya, tak jarang kepala kampung atau kepala desa merangkap sebagai penyamun. "Dan di daerahnya, kepala desa yang begitu tak ubahnya seperti raja kecil yang bisa berbuat apa saja dan semua perintahnya mesti dituruti. Itulah tantangan para petugas keamanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini