Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Turumbai, Zina Semarga

Tono simbolon, petani desa silali toruan, tapanuli utara, berulang kali menzinai gadis semarganya: rumondang. tapi pelakunya tidak lagi harus dibakar. tono divonis 7 tahun penjara oleh pn tarutung.

24 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERZINA dengan wanita semarga, menurut adat Batak, nyawa taruhannya. Dalam ujar-ujar Batak, disebutkan "turumbai disurbuhon". Makna harfiahnya, pelakunya dibakar jika lari ke belukar. Masih untung Tono Simbolon, 24 tahun. Hukum adat itu belum sampai menggasaknya. Padahal, petani di Desa Silali Toruan di tepi Danau Toba, Tapanuli Utara itu telah berulang kali menzinai gadis semarganya sebut saja Rumondang, 15 tahun -- yang terbilang masih satu moyang. Maka, sebagai gantinya, Tono pun digiring ke meja hijau. Vonis Pengadilan Negeri Tarutung, dalam sidang di Siborong-borong, 6 September lalu, ternyata cukup berat. Majelis Hakim yang diketuai L.S.M. Sitorus menjatuhkan vonis 7 tahun penjara. "Karena perbuatan itu sangat dicela adat Batak," ujar Sitorus. Kisah tak senonoh ini bermula ketika Rumondang, kelas 6 SD saat itu, berlibur ke Pakanbaru, 1986. Di sana ia ketemu Tono teman sekampungnya yang sedang mencari kerja. Di perantauan itu, Tono -- dalam pengakuan di pengadilan -- sempat melakukan perbuatan pantang itu sampai 5 kali. Tahun 1988, Tono pulang kampung karena gagal beroleh kerja. Ia menemui istri dan 3 anaknya di Desa Silali Toruan. Bisa diduga, gelora untuk mengulang perbuatan terlarang dengan Rumondang bangkit lagi. Maklum, kini gadis itu semakin mekar. Namun, perbuatan aib Tono rupanya tercium tetangganya. Pada suatu malam bulanJuni lalu, penduduk setempat menggerebek mereka berdua. Setelah dihajar massa, Tono pun mengakui telah berulang kali melakukan perbuatan tak senonoh itu. Mujur bagi Tono, ia tak diadili dengan cara turumbai disurbuhon. Kepala Desa M. Siregar bersama tetua adat di situ menyadari mereka tak mungkin membakar sepasang merpati itu. Karenanya, malam itu juga Tono diserahkan ke Polsek Kecamatan Muara, hingga kemudian diajukan ke pengadilan. Walau sudah dibui, tidak berarti Tono bisa luput dari hukum adat. Selang 4 hari setelah kejadian, tetua adat melangsungkan musyawarah. Putusannya, Tono dan anak istrinya dikucilkan dari adat. Ia hanya bisa diterima kembali oleh khalayak adat manakala telah membayar denda dengan memotong kerbau untuk meminta maaf kepada orang sekampung. Sedang Rumondang diputuskan harus disingkirkan dari desa itu dan tak berhak mendapat pelayanan adat dalam bentuk apa pun, selama masih di desa itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus