KATARINA boru Silalahi sangat yakin bahwa terdakwa perampok duit suaminya akan dihukum di atas 2 tahun. Itu sudah dijanjikan Syahrial Sidik, hakim pada Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Aceh Utara. Soalnya, ia dan suaminya, Bagintan Sigalingging, 43 tahun, telah menyodorkan duit Rp 200 ribu sebagai syarat yang diminta hakim. Ia berjanji akan menjatuhkan vonis berat bagi terdakwa. Tapi, astaga. Terdakwa Boimin dan temannya Zainal ternyata dihukum terlalu ringan, yaitu masing-masing 1 tahun 4 bulan. Katarina sontak kaget dan menjerit keras. "Pak Hakim, mana keadilan yang kau janjikan?" pekiknya berulang-ulang. Ia meraung dan menuding-nudingkan telunjuknya kepada hakim yang memimpin sidang itu. Syahrial pun menghindar. Bersama anggota maielis lainnya, ia bergegas meninggalkan ruang sidang pada 31 Agustus lalu. Tapi kedua suami-istri itu malah mengadukan Syahrial, 10 September lalu, ke Menteri Kehakiman dan Mahkamah Agung. Dalam suratnya, Bagintan, karyawan PTP IX Cot Girek, Aceh Utara, yang nyambi berdagang nilam itu menuduh Syahrial telah memperdagangkan putusan pengadilan. Kisah ini bermula pada 13 April lalu. Malam itu, Bagintan dan Boimin berangkat ke Desa Simpang Keramat, Kuta Makmur Aceh Utara. Boimin, yang sudah setahun jadi agen Bagintan, disuruh menghubungi penilam di kilang mereka. Ia sendiri tetap di mobil menjaga tas berisi duit Rp 3,1 juta. Pada saat itu, mendadak muncul kawanan perampok yang menyerangnya dan merampas uang dalam tas. Semula Bagintan mencoba melawan. Ia kewalahan menhadapi keroyokan perampok dengan mengumpet di balik semak sembari berteriak minta tolong. Boimin sendiri tak berupaya menolongnya. Singkat kata, Boimin pun ditahan malam itu. Ia dianggap berperan mengatur perampokan itu. Sedangkan Zainal tak lain adalah perampok, yang membentak dan menyikat duit Bagintan. Menjelang putusan pengadilan, tanggal 18 dan 24 Agustus lalu, Hakim Syahrial "membujuk-rayu" Bagintan dan Katarina agar menyodorkan duit Rp 250 ribu. "Jika tidak, Boimin dan temannya saya bebaskan," kata Syahrial mengancam, seperti ditirukan Katarina. Tawar-menawar pun terjadi. Akhirnya suami-istri itu pun mendatangi rumah hakim 30 Agustus malam, dengan menyodorkan Rp 200 ribu. Hakim Syahrial pun berjanji akan mengubah putusan yang "mestinya bebas itu". Ternyata, janji tinggal janji. Esoknya, dalam sidang terjadilah peristiwa yang membuat Katarina mengamuk. Benarkah tudingan itu? Kepada sejumlah wartawan di sana Syahrial semula membantahnya. Tapi setelah berita tersiar di beberapa koran, Syahrial dilarang berbicara kepada wartawan. "Harus melalui ketua pengadilan atau humas," kata Ketua Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Suhardjo Prawiro Darsono. Didampingi humasnya, Pangeran, S.H., keduanya membantah tuduhan itu setelah lebih dulu menanyai Syahrial. Lagi pula, tak masuk akal Syahrial berani menerima tamu yang menyangkut urusan perkara di rumahnya. "Karena cara itu dilarang peraturan," kata Pangeran. Hanya, anehnya, Syahrial tak berniat balik mengadukan Katarina. Kenapa? "Wong, itu cuma isu. Untuk apa ditanggapi," kata Suhardjo. Entah siapa yang benar. Asap sudah mengepul. Lantas di mana apinya? Bersihar Lubis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini