PERKARA Nur Usman semakin terkatung-katung. Sudah 12 kali sidang perkara bekas pejabat Pertamina itu tertunda, tapi ia tetap tidak muncul di sidang Sabtu pekan lalu, dengan alasan sakit. Padahal, baru akhir bulan ini tim dokter RSPAD memastikan, ia tidak sakit serius dan tidak perlu dirawat di rumah sakit. Dalam sidang, Sabtu lalu itu, Jaksa T. Simanjuntak kembali membawa surat keterangan sakit dari dokter Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Wunardi, yang menyatakan bahwa Nur Usman menderita sakit dan kekacauan mental. Sebab itu, Wunardi, yang sudah belasan kali mengirimkan surat ke majelis bahwa pasiennya sakit, meminta izin hakim agar Nur Usman bisa diperiksa dr. Zubairi, dokter pribadi Nur Usman di RSCM. Dalam surat itu pula Wunardi meminta izin bagi pasiennya untuk dirawat selama dua hari di RSCM. Majelis Hakim, yang diketuai Oemar Sanusi, untuk kesekian kalinya terpaksa mengabulkan permintaan Wunardi. Sebab, kata Oemar Sanusi, semua keterangan tentang keadaan fisik terdakwa yang ditahan adalah wewenang penuh dokter rumah tahanan. "Dengan demikian, tidak ada alasan lagi bagi terdakwa untuk menunda sidang pekan depan," ujar Oemar Sanusi, akhir pekan lalu. Sidang Nur Usman memang ditunda sampai Kamis pekan ini. Dengan penetapan itu, sudah dua kali Oemar Sanusi memberi izin kepada terdakwa diperiksa tim dokter di luar tahanan. Akhir bulan lalu, berdasarkan surat Wunardi juga, hakim mengizinkan Nur Usman untuk di periksa tim dokter RSPAD yang dipimpin dr. Gani Taher. Ternyata, begitu disimpulkan tim dokter, Nur Usman tidak sakit serius. "Ia cukup berobat jalan saja," begitu rekomendasi tim dokter ahli RSPAD. Berdasarkan hasil pemeriksaan itu, Jaksa T. Simanjuntak berhasil membawa Nur Usman ke sidang, Kamis pekan lalu. Penampilannya hari itu merupakan yang pertama kali, sejak Oktober lalu, setelah 12 kali sidang tertunda. Pada hari itu, sidang sempat mendengarkan keterangan empat orang saksi, petugas Polri dan Skogar yang pertama kali memeriksanya dalam kasus pembunuhan anak tirinya, Roy Bharya. Ternyata, dua hari kemudian, ia kembali dinyatakan sakit oleh dr. Wunardi. Soal sakit atau tidaknya Nur Usman bukan urusan perdebatan pendapat antara tim dokter RSPAD dan dokter Rutan Salemba. Yang pokok adalah, pihak kejaksaan mencurigai ulah Nur Usman, semata untuk menunda-nunda sidang agar masa tahanannya habis. Sebab, seandainya persidangan itu tidak selesai sampai 5 Januari mendatang, ia sesuai dengan pasal 26 dan 29 KUHAP - harus dilepaskan dari tahanan. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bob Nasution, terang-terangan meragukan surat keterangan Wunardi. Sebab, menurut Bob, ia mendapat informasi bahwa keadaan terdakwa selama di dalam tempat tahanan sehat walafiat adanya. Bahkan, menurut informasi, setiap hari ia jogging dan menerima tamu. "Baru, kalau petugas kejaksaan datang, ia pura-pura sakit," katanya. Kecurigaan Bob itu diperkuat oleh keterangan keluarga Roy (almarhum). Ayah Roy, dr. Mikael Bharya, misalnya, berkesimpulan bahwa Nur Usman tidak menderita gangguan apa pun. Ia mengambil kesimpulan itu setelah mempelajari hasil laboratorium Nur Usman yang didapatnya dari sumber-sumbernya. Sementara itu, ibu kandung Roy yang juga bekas istri Nur Usman, Nyonya Thea, terang-terangan menuduh terdakwa bohong. "Kalau ia ingin ngibul, ya ngibul, tapi jangan keterlaluan," ujar Thea (TEMPO, 30 November). Nur Usman tentu saja membantah keras tuduhan semacam itu. "Saya betul-betul sakit, tidak bisa tidur dan sesak napas," ujar Nur Usman, yang mengaku menderita sakit ginjal, empedu, dan jantung itu, pekan lalu. Jika dilihat sepintas, katanya, ia seperti tidak apa-apa. "Tapi, begitulah orang sakit liver. Kalau saya dipaksa juga ke sidang, siapa yang bertanggung jawab kalau saya mati?" katanya. Sebab itu pula ia menuduh pihak kejaksaan sengaja mencari-cari kesalahannya. Ia juga menganggap hasil pemeriksaan tim dokter RSPAD itu sumir. "Semua pemeriksaan di lakukan cuma sebentar saja - satu jam. Saya tidak disuruh puasa, tapi darah saya diambil, itu bagaimana?" katanya. Nur Usman, yang mengaku berat badannya dalam sebulan ini turun 5 kg, menyatakan tidak memperhitungkan soal masa tahanannya yang akan habis 5 Januari mendatang dan dengan sengaja menunda-nunda sidang. "Saya bukan ahli hukum, saya tidak tahu persoalan itu," katanya. PENGACARANYA, Minang Warman dan Hotma Sitompul, mengaku tidak pula mempersoalkan masa tahanan yang sudah hampir habis itu. "Bagi saya, yang penting kalau terdakwa sakit harus dirawat sebagaimana mestinya," ujar Minang. Namun, kata mereka, seandainya sidang diteruskan juga, normalnya, tidak akan selesai sampai 5 Januari mendatang. "Tapi jaksa 'kan berkuasa membuat sidang dari dua kali menjadi tiga kali seminggu," ujar Minang. Pihak kejaksaan dan pengadilan memang tidak menghendaki Nur Usman keluar tahanan sebelum vonis dijatuhkan. Hakim Oemar Sanusi tetap merencanakan sidang selesai sebelum masa tahanan habis. "Untuk menjaga kewibawaan pengadilan, majelis terpaksa mempercepat pemeriksaan," katanya. K.I. Laporan Happy S. & Agus Basri (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini