DARI mana datangnya virus penyebab AIDS? Sejak penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia itu dikenali pada 1981, semuanya masih terasa gelap. Tak aneh bila hingga sekarang belum ada obat yang cespleng melawan AIDS (acquired immuno deficiency syndrome).
Baru belakangan ini, misteri itu tersibak. Ternyata, virus mematikan itu berasal dari subspesies simpanse yang disebut Pan troglodytes troglodytes. Virus simian dalam troglodytes yang disebut SIVcpz (simian immuno deficiency virus chimpanzee) melompat ke manusia?mungkin melalui "pertukaran darah" yang terjadi selama perburuan atau penanganan daging simpanse?dan diperkirakan menginfeksi sekitar 30 juta orang di dunia.
Penemuan itu, seperti dilaporkan The New York Times, dipaparkan sebuah tim yang terdiri dari peneliti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam sebuah konferensi tahunan internasional tentang retrovirus yang dilangsungkan bulan lalu di New York, Amerika Serikat. Konferensi itu, seperti sebelumnya, mendiskusikan virus-virus yang mirip dengan virus penyebab AIDS, HIV (human immuno deficiency virus).
Menurut Dr. Beatrice Hahn, kepala tim peneliti dari University of Alabama, Birmingham, walaupun para ilmuwan telah lama menaruh curiga bahwa HIV-1 datang dari simpanse, selama ini mereka tidak dapat mengidentifikasi dengan persis subspesies yang menjadi sumber virus itu. HIV-1 adalah jenis virus yang paling banyak menyebabkan AIDS.
Temuan itu tentu saja tak sekadar menguak sejarah mikroorganisme penyebab AIDS. Dengan temuan tersebut terbuka jalan bagi para pakar untuk menyelidiki "perilaku" HIV yang "aneh": tak menimbulkan penyakit ketika berada di tubuh simpanse, tapi mematikan pada manusia. Padahal boleh dibilang secara genetis simpanse dan manusia 98 persen mirip.
Kunci yang membuka pengetahuan baru tentang HIV-1 ini berasal dari seekor simpanse yang diberi nama Marilyn. Selama 26 tahun hewan tersebut terinfeksi virus simian, tapi tak memunculkan gejala AIDS. Marilyn bayi diambil dari Afrika pada 1959, dibawa ke suatu koloni di Meksiko Baru, dan ditangkarkan untuk proyek-proyek penelitian. Tahun 1985, untuk suatu penelitian tentang vaksin, simpanse yang ada di koloni itu diperiksa apakah terinfeksi HIV-1 atau tidak. Ternyata Marilyn satu-satunya simpanse yang terinfeksi virus simian.
Tak lama setelah pemeriksaan itu, Marilyn ditemukan mati di kandangnya, seusai melahirkan dua anaknya. Mayatnya dikirim ke National Cancer Institute Laboratory di Fort Detrick, Maryland, untuk penelitian pengembangan virus-virus mirip HIV yang kemudian gagal. Namun, sepotong jaringan Marilyn tetap disimpan dalam lemari pembeku. Sepuluh tahun kemudian jaringan itu diteliti Hahn dan kawan-kawannya.
Sebelum mendapatkan jaringan Marilyn, Hahn sudah menguji 400 simpanse dalam kurungan. Tiga ekor di antaranya terinfeksi virus simian. Setelah diperiksa, satu virus di antaranya terlihat sangat berbeda dengan HIV-1. Ini yang kemudian sempat membuat banyak ilmuwan meragukan hubungan antara virus pada simpanse dan pada manusia.
Untuk mengidentifikasi virus di tubuh Marilyn, Hahn menggunakan teknik PCR (polymerase chain reaction). Dengan teknik tersebut, secuil jaringan bisa "ditumbuhkan" kembali menjadi "makhluk" utuh. Kemudian dibuatlah peta genetik empat virus dan subspesies simpanse yang terinfeksi sehingga diketahui bahwa tiga isolat virus berasal dari subspesies Pan troglodytes troglodytes, sedangkan virus keempat berasal dari subspesies Pan troglodytes schweinfurthii dari Afrika Timur.
Ternyata secara genetik tiga virus itu memang sangat berbeda dengan virus keempat. Hasil penelitian lebih jauh menunjukkan bahwa seluruh strain HIV-1 hanya dekat dengan strain SIVcpz yang menginfeksi Pan troglodytes troglodytes. Temuan itu cocok dengan kenyataan bahwa habitat alamiah Pan troglodytes troglodytes ada di Afrika Tengah dan Barat tempat HIV-1 diidentifikasi pertama kali.
Penemuan itu, seperti diungkapkan para peserta kongres, segera saja membangkitkan antusiasme para peneliti AIDS. Berangkat dari penemuan tersebut, para ilmuwan memang bisa mempelajari cara mengenali mikroorganisme secara dini dan mencegah virus AIDS agar jangan mewabah. Ironisnya, penemuan tersebut diperoleh justru ketika subspesies simpanse itu sudah nyaris punah sehingga menyulitkan penelitian lebih lanjut. Bila perburuan simpanse itu tidak segera dihentikan, bukan tak mungkin jalan untuk menguak rahasia AIDS pun menjadi buntu.
Gabriel Sugrahetty
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini