Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Harvey Moeis yang bertindak atas nama PT Refined Bangka Tin (RBT), dijatuhi hukuman penjara 6 tahun 6 bulan atas kasus korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. pada 2015–2022. Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto menyatakan Harvey terbukti bersalah melakukan korupsi dan pencucian uang secara bersama-sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hal ini sebagaimana dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer," kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor Jakarta, Senin, dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harvey dinyatakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001), serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, semuanya jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, Harvey diduga menerima Rp420 miliar bersama Helena Lim, Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Suparta, terdakwa lain, disebut menerima Rp4,57 triliun dari kasus yang menyebabkan kerugian negara Rp300 triliun. Keduanya juga didakwa mencuci uang dari dana tersebut.
Reza, meski tidak menerima dana, dituduh mengetahui dan menyetujui tindakan korupsi itu. Ia didakwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan aturan terkait lainnya.
Pada 24 Agustus 2024, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa jaksa penuntut umum akan memanggil artis Sandra Dewi sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi timah yang melibatkan suaminya.
Namun, menurut kuasa hukum Sandra Dewi, Harris Arthur Heddar, hingga saat ini kliennya belum menerima surat panggilan untuk hadir di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
“Suratnya belum ada, kita nunggu suratnya dulu,” katanya saat dikonfirmasi Tempo melalui pesan WhatsApp pada Sabtu, 24 Agustus 2024.
Sementara itu, pada 19 September 2024, Eko Zuniarto, Evaluator Kerja Sama Smelter PT Timah Tbk, mengungkapkan bahwa dirinya bertemu dengan Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), sebanyak enam kali. Pertemuan tersebut berlangsung di restoran mewah Sofia at Gunawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Eko mengenal Harvey karena dikenalkan oleh Direktur Utama PT RBT, Suparta. "Beliau menyebut bahwa ini (Harvey) dari RBT, itu saja,” katanya di Pengadilan Negeri Tipikor, PN Jakarta Pusat, Kamis, 19 September 2024.
Eko menuturkan setiap kali bertemu dengan Harvey, dia diperintahkan untuk membawa dan melaporkan rekapitulasi progres realisasi masing-masing smelter yang bekerja sama dengan PT Timah. “Produksinya sudah berapa. Kemudian tagihan sewa smelter, karena pembelian bijih timah banyak yang belum dibayarkan PT Timah,” ujarnya.
Dalam persidangan Harvey Moeis, saksi Suwito Gunawan alias Awi menyatakan bahwa PT Timah Tbk tidak pernah melakukan aktivitas penambangan langsung sejak beroperasi. Menurutnya, perusahaan milik negara tersebut memperoleh pasokan timah dari masyarakat yang bermitra dengan mereka.
"Setahu saya, dari dulu PT Timah tidak pernah menambang. Saya mulai kerja di pertambangan dari 1979, selama PT Timah berjalan selalu menggunakan mitra sejak dari dulu. Saya juga pernah jadi mitra kerja tambang PT Timah di tahun 2000 ke bawah," kata Awi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2024.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebelum resmi bermitra dengan PT Timah pada 2018, PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), yang ia miliki, sudah beroperasi dan melakukan penambangan di wilayah izin usaha penambangan (IUP) milik sendiri sejak 2017.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.