KELUARGA Sucianto, yang dari nenek sampai ke cucu dihukum berat, karena dianggap terbukti membunuh pembantu rumah tangga mereka, "secara bertahap" mendapat keringanan hukuman. Terakhir, Mahkamah Agung mengorting hukuman Sucianto menjadi 7 tahun penjara, dari 13 tahun yang ditetapkan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. Padahal, sebelumnya, Pengadilan Negeri Sragen memvonis bekas agen pupuk itu dengan hukuman . . .mati. Tahun lalu, di pengadilan yang penuh luapan amarah pengunjung, Sucianto bersama Istri dan kedua anaknya serta mertuanya dituduh menganiaya Kasinem, 18, hingga ajal. Mayat pembantu rumah tangga itu, menurut jaksa, lalu mereka buang di suatu tumpukan sampah di pinggir Kota Surakarta. Semua itu terjadi pada suatu hari, bulan Agustus 1982. Pengadilan yang berjalan "di bawah tekanan" massa - sewaktu-waktu bisa meledak karena bersimpati kepada pembantu rumah tangga yang teraniaya - menjatuhkan hukuman berat. Tapi, setelah suasana reda, dan semakin jauh peradilan bersidang dari Sragen, makin "dingin" pula keputusannya. Pengadilan Tinggi, yang bersidang di Semarang, mengubah hukuman mati menjadi pidana sementara bagi Sucianto. Lalu Mahkamah Agung di Jakarta juga ikut memperingan hukuman itu. Susana, yang diputus Mahkamah Agung dengan hukuman penjara 8 tahun, sebelumnya kena 20 tahun dan diperingan menjadi 16 tahun oleh Pengadilan Tinggi. Anaknya, Anggraini, yang baru berumur 9 tahun ketika dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, oleh pengadilan banding dibebaskan. Tapi kakaknya, Boby, yang dihukum 15 tahun penjara ketika berumur 12 tahun, oleh Pengadilan Tinggi dikurangi hukumannya menjadi 7 tahun, dan dikorting 3 tahun lagi oleh Mahkamah Agung. Sementara itu, sang Nenek, Susilowati, 62 yang divonis pengadilan tingkat pertama 10 tahun penjara, belakangan segera dapat menghirup udara bebas. Pengadilan Tinggi menetapkan hukuman cuma 9 bulan penjara - impas dengan masa penahanannya (TEMPO, 27 Agustus 1983). Setelah keputusan Mahkamah Agung itu, Februarl lalu, Sucianto dipindahan dari penjara di Sragen ke Surakarta. Sehari sebelumnya istrinya, yang melahirkan anak di penjara Sragen tahun lalu, dipindahkan ke LP Wanita di Bulu, Semarang. "Saya tidak puas dengan keputusan itu," katanya, di sela tangis oroknya, Nely, di kamar No. 9 LP Bulu. Katanya, tak ada alasan baginya untuk membunuh Kasmem. Kalau pun ingin membunuh, katanya, "mengapa tidak saya suruh seorang gali melakukannya?" Hakim Supartomo, yang memimpin sidang pengadilan di Sragen, cuma bisa mengatakan, "Sudahlah, saya tak mau memberi komentar. Yang jelas, saya sudah menyelamatkan Sragen dari amukan massa."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini