Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis Yang Diragukan

Vonis hakim Sunardi yang membebaskan Nuryadi alias atau dalam kasus penggelapan ribuan sak semen milik PT Gajah Berlian diragukan ketua Mahkamah Agung, & memerintahkan untuk diteliti kembali. (hk)

28 September 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA Mahkamah Agung Ali Said bisa secara terbuka meragukan vonis bawahannya. Rabu pekan lalu, ia mengumumkan telah memerintahkan Hakim Agung Pengawas Daerah (Haswasda) Agus Djamili memeriksa vonis hakim di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, dalam suatu perkara penggelapan. Vonis yang dimaksud dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Sunardi, 22 Agustus lalu, yang membebaskan seorang pedagang di kota itu, Nuryadi alias Atau, dari tuduhan menggelapkan 25.000 sak semen milik PT Gajah Berlian. Semen itu, menurut kuasa direksi Gajah Berlian, Hendra alias Ahong, berada di gudang milik Atau sebagai titipan. Pengacara Ahong, Soenarto Soerodibroto, yang melaporkan kasus itu ke Mahkamah Agung, mengungkapkan berbagai kejanggalan proses persidangan. Perkara itu, kata Soenarto, baru disidangkan Sunardi pertengahan Juni lalu. Padahal, awal bulan itu ia sudah menerima surat pengangkatannya sebagai ketua Pengadilan Negeri Bandung. Bahkan, tutur Soenarto, perkara itu divonis setelah Sunardi dilantik menjadi ketua pengadilan di Bandung. "Seharusnya, setelah tahu bahwa akan pindah, ia tidak lagi menangani sendiri perkara itu," ujar Soenarto, tak menutupi kecurigaannya. Akibat proses kepindahan ketua majelis itu, tambah Soenarto, proses perkara seperti dipercepat. "Misalnya, di KUHAP sudah diatur bahwa yang didengar lebih dulu adalah saksi dan terakhir baru terdakwa. Tapi karena pada sidang pertama saksi tidak hadir, hakim langsung mendengarkan terdakwa," ujar Soenarto. Lebih janggal dari itu, kata Soenarto, adalah soal barang bukti berupa 7.000 sak semen, sisa yang digelapkan, milik kliennya. Pada awal sidang, ketua tim pengacara Atau, Boedhi Soetrisno, meminta agar bukti itu dibeli saja oleh terdakwa agar tidak rusak. "Hakim langsung saja mengabulkan dan Boedhi ketika itu juga membayar dengan cek senilai Rp 28 juta lebih. Padahal, barang bukti itu seharusnya baru bisa dijual setelah selesai sidang dan dilaksanakan jaksa dengan prosedur lelang," tambah Soenarto. Pengacara itu menyatakan keganjilan selanjutnya terjadi pada putusan. Selain membebaskan Atau, Hakim malah mengembalikan uang bukti Rp 28 juta itu kepada pesakitan. Ahong, saksi pelapor, mengaku menyewa gudang milik Hendra, direktur CV Sumber Niaga, sejak Maret 1982. Semen itu, menurut Ahong, dibeli oleh perusahaannya, Gajah Berlian, dari tujuh distributor semen di kota itu. Sebagai biaya penitipan, Gajah Berlian membayar kepada pemilik gudang Rp 40/sak per hari. Setiap pengeluaran semen di gudang itu hanya bisa dilakukan bila penjaga gudang menerima perintah penyerahan dari Gajah Berlian. Tapi, awal April lalu, ketika Gajah Berlian masih mempunyai simpanan 32.000 sak semen di gudang itu, Ahong mendapat laporan bahwa ada yang tidak beres pada gembok gudang - dua kunci dipegang Sumber Niaga dan dua lagi dipegang Gajah Berlian. Benar saja, kata Ahong, semen itu ketika dicek kurang sekitar 25.000 sak. Sebab itu, ia melaporkan Atau melakukan penggelapan. Jaksa Trimosetyono, yang membawa perkara itu ke pengadilan, menuntut Atau dengan hukuman 2 tahun penjara dan barang bukti berupa cek senilai Rp 28 juta dikembalikan kepada saksi pelapor Gajah Berlian. Majelis Hakim Sunardi ternyata tidak sependapat dengan Jaksa. Menurut Hakim, pertanggungjawaban atas gudang Sumber Niaga itu berada pada kepala gudang, Yasin. Tidak sebuah pun bukti yang menunjukkan bahwa Ataulah yang menyuruh Yasin mengeluarkan isi gudang itu. Yasin sendiri, yang di sidang diketahui mengeluarkan semen-semen itu, sampai kini masih buron. Kecuali itu, Majelis juga beranggapan, 32.000 sak semen yang ada di gudang Sumber Niaga adalah milik tujuh distributor yang dikoordinasikan Gajah Berlian. Sebab itu, pertanggungjawaban Atau atas hilangnya semen itu, menurut Majelis, hanyalah pertanggungjawaban perdata terhadap para distributor. Karena itu pula, Hakim mengembalikan barang bukti kepada Atau. Keputusan itulah yang kini diributkan Soenarto Soerodibroto. Pihak kejaksaan pun menyatakan kasasi atas putusan hakim tersebut. Hanya saja, Hakim Sunardi, ketika dihubungi TEMPO di Tanjungkarang, menolak memberikan komentarnya. Pengacara Atau, Boedhi Soetrisno, sebaliknya menyatakan bahwa keputusan itu sangat adil. "Kami, tim pengacara dan Atau, sampai meneteskan air mata karena gembira atas putusan itu," ujar Boedhi. Pengacara itu juga tidak khawatir atas kritik Soenarto terhadap vonis itu. "Sekarang ini setiap putusan bebas dari hakim selalu dicurigai. Berarti, orang yang asal curiga itu mencurigai dirinya sendiri," ujar Boedhi. Boedhi juga menganggap wajar hakim menjual barang bukti itu kepada terdakwa ketika sidang masih berjalan. Waktu itu, katanya, semua pihak - baik terdakwa maupun jaksa - setuju. "Penawaran tertinggi datang dari kami, maka kami yang membeli," katanya. Jual beli itu, tutur Boedhi, dilaksanakan pihak kejaksaan, bukan hakim. "Ada berita acara penjualan barang bukti yang dibuat kejaksaan," ujarnya. Juga, kata Boedhi, wajarlah pengembalian uang bukti kepada Atau. "Karena Atau bebas, Hakim memutuskan barang atau uang bukti itu dikembalikan ke asal tempat barang itu disita," ujar Boedhi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus