BADAN kerempeng, tinggi sekitar 160 cm. Kulit sawo matang,
Berkumis dan berjanggut tidak teratur. Bercelana hijau tentara
tapi sudah lusuh dan tanpa alas kaki. Bicaranya lirin sekali
sehingga sangat disangsikan ia bisa menggertak. Umur 26 tahun,
masih bujangan.
TEMPO: Asal dari mana?
Wasdri: Batang, Pekalongan, Pak.
T: Kapan datang ke Jakarta?
W:Tahun 74.
T: Dengan siapa?
W: Ikut tukang becak.
T: Di Jakarta kerja apa?
W: Kuli.
T: Katanya jadi calo?
W: Ya.
T: Calo apa?
W: Calo mobil.
T: Kok hebat. Bagaimana kerjanya?
W: Membantu ngangkut sayur-sayur.
T: Berapa pendapatan sehari?
W: Rp 300 atau Rp 400.
T: Tidur dimana?
W: Di emper-emper toko.
T: Sering dirazzia ya?
W: Sekali. Ditahan seminggu di Komwil.
T: Punya KTP?
W: Ada. KTP dari Jawa, tapi hilang digerayangi orang.
Ia kemudian menceritakan bahwa ketika ada seorang wanita habis
berbelanja, ia membantu mengangkat sayuran ke kendaraan.
Dibantah bahwa ia mengancam wanita itu. "Saya minta
seikhlasnya," katanya. Wanita itu memberikan Rp 50 tapi meminta
kembali Rp 25 sedangkan Wasdri belum punya uang sama sekali.
Sekalian ia membungkuk untuk menghormat wanita itu agar diberi
uang. Tapi sikap Wasdri, yang merupakan ciri khas orang Jawa,
ditafsirkan sebagai akan mengambil senjata tajam.
Setelah tidak berhasil mendapat apa-apa dari wanita yang baru
saja berbelanja itu, Wasdri duduk-duduk di tempat biasanya.
Kemudian ditangkap polisi dan dinaikkan taksi. Dalam taksi itu
ada wanita yang sebelumnya diminta uang oleh Wasdri.
Wasdri yang berpendidikan hanya sampai SD kelas V, kelihatan
sangat tidak tahu tentang liku-liku peradilan. Persidangan atas
dirinya begitu cepat, hanya beberapa menit. Dan ia dijatuhi
hukuman 3 bulan penjara.
T: Bagaimana perasaanmu waktu itu?
W: Saya sedih . . . (sambil akan menangis).
T: Lalu bagaimana?
W: Kita serahkan pada Tuhan Yang Maha Esa.
T: Tapi kamu merasa salah tidak?
W: Tidak.
T: Kalau sudah bebas mau tinggal di Jakarta atau pulang?
W: Mau pulang, kalau ada biaya (sekali lagi mulai menangis).
T: Punya saudara di Jakarta?
W: Tidak.
T: Di Batang?
W: Kakak tiga. Adik juga tiga.
T: Ayah ada.
W: Sudah tidak ada. Dibikin (diguna-gunai - Red.) lurahnya.
T: Ibu kerja apa sekarang?
W: Jual lotto.
T: Sudah punya isteri?
W: Belum. Saya naksir pada Nan tapi dia diperkosa orang. Saya
tidak bisa membela. (Kemudian Wasdri mulai menangis karena
teringat kepada Nan, seorang perempuan penjual nasi di Senen).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini