MENGAPA merampok? "Karena perusahaan bangkrut. Sedang hutang di
Bank Rakyat Indonesia juga sudah banyak - sekitar Rp 100 juta".
Begitu pengakuan terdakwa pertama yang disambut hadirin pada
sidang Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan riuh. Ada yang
tertawa, bersuit-suit, dan ada pula yang berkata keras:
"Perusahaan sendiri bangkrut, masak orang lain yang akan
dirampok". Hakim Teja Kusuma SH, yang memimpin sidang, terpaksa
mengetok palu untuk menenangkan suasana.
Apapun alasan terdakwa, pengadilan yakin para tertuduh terbukti
telah melakukan kejahatan perampokan bersenjata. Dari itu, bulan
lalu pengadilan memutuskan terdakwa utama SS, 28 tahun, Direktur
CV Andhika Santoso dihukum 7 tahun penjara. Terdakwa lainnya, GK
dan GES pegawai CV tersebut - masing-masing kena 5 tahun. Sedang
supir perusahaan, H 3 tahun.
Yang jadi korban perampokan di km 24 Banjarmasin itu tak lain
dari Kepala Bank Rakyat Indonesia Muara Tewe Johansyah. Orang
bank ini membawa tas berisi Rp 22,5 juta (TEMPO, 22 September
1976, Kriminalitas). Tapi korban, yang saat itu didampingi Ca
Pau, direktur sebah perusahaan, melawan, dan Hondu Life
merekapun terjungkir ke pinggir parit. Perampokan di siang
bolong itu gagal dan para pelakunya tertangkap.
Sebetulnya, menurut GES dalam sidang, rencana perampokan sudah
cukup matang. "Tapi dua kali mengalami kegagalan", katanya.
Mereka selalu mencoba mencegat Johansyah, dalam perjalanan dari
kota Banjarmasin ke lapangan terbang Syamsuddin Noor. Rencana
pertama gagal, karena Johansyah membatalkan rencana
kepulangannya ke Muara Tewe seminggu sebelum peristiwa
perampokan awal September lalu. Rencana kedua gagal lagi karena
bensin sepeda motor GES habis. Baru pada 23 Agustus rencana
mereka kesampaian, namun hasilnya nihil.
Pistol-Pistolan
Kisah perampokan bermula dari keadaan keuangan di CV Andhika
yang bergerak di bidang perkayuan. Krisis keuangan yang parah
ditambah lagi dengan musim kemarau yarig lama mengakibatkan
perusahaan tidak berjalan lancar. Hutang di bank sudah banyak
dan mereka tak mungkin melakukan pinjaman karena kabarnya mereka
punya reputasi kurang baik pada bank-bank.
Semua ini membikin SS gelisah. GES rupanya menangkap kegelisahan
ini. Ia segera memberi saran pada atasannya. "Mencari uang
dengan jalan merampok seperti dalam film", saran GES seperti
diungkapkannya kembali dimuka sidang ketiga. Maka sekitar awal
Agustus 1976, SS berangkat ke Surabaya untuk membeli
perlengkapan merampok, antara lain jaket polisi, pisau komando,
kacamata serta pistol-pistolan. Pistol yang sungguh-sungguh
sudah dipunyai SS, kabarnya milik seorang insinyur. Tak cuma
itu, SS juga berhasil memalsukan surat jalan Latihan Sandi Yudha
Taharja dari Komdak XIII Kalimantan Tengara. Pada waktu
perampokan, mereka berseragam polisi lalu lintas.
Soal perusahaan bangkrut juga dikemukakan oleh terdakwa-terdakwa
lain: GK dan H. Dengan pengakuan tersebut hilanglah kesan selama
ini bahwa motif perampokan tersebut adalah pembalasan dendam
pribadi terhadap diri Kepala BRI tersebut. Mereka juga
mengatakan dalam rencana setelah menyikat uang tersebut, korban
akan mereka tinggalkan di Liang Anggang dengan diikat. Kemudian
mereka menghubungi keluarga korban dan BRI dengan mengirim
surat.
Penjelasan para terdakwa dan saksi memperlancar sidang, sehingga
JM Wahanie SH, jaksa, melepaskan 5 tuduhan kepada mereka dengan
pasal 365 KUHP sebagai dasar utama. Jaksa menuntut SS dengan 12
tahun, GK dan GES 8 tahun serta H 5 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini