Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

YLBHI Anggap Pemerintah Lambat Merespons Kasus Gagal Ginjal Akut Anak

YLBHI meminta pemerintah melakukan rehabilitasi terhadap korban anak yang terindikasi mengalami dampak gagal ginjal akut.

25 Oktober 2022 | 12.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI Muhammad Isnur menilai pemerintah lambat menangani serta merespon kasus gagal ginjal akut anak yang kini kian meningkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kasus gagal ginjal akut ini mulai muncul sejak bulan Juli 2022, namun sayangnya pemerintah baru merespon di akhir Oktober 2022. Dalam hal ini, YLBHI menilai pemerintah lambat merespons kasus tersebut sehingga situasi ini membahayakan keberlangsungan hidup bagi anak,” kata Isnur dalam siaran persnya, Selasa, 25 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Kesehatan, ujar Isnur, harus mengedepankan prinsip kehati-hatian terhadap situasi ini, yakni dengan memberikan pencegahan yang efektif. Bukan larangan untuk tidak meresepkan obat sirup, namun juga memberikan alternatif obat.

Pemerintah juga harus melakukan rehabilitasi terhadap korban anak yang terindikasi mengalami dampak, serta memposisikan kasus ini sebagai prioritas dengan memaksimalkan seluruh layanan dan fasilitas Kesehatan. Sebagaimana yang telah diatur didalam Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan anak.

Pemerintah juga didesak segera melakukan penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan farmasi produsen dan penyedia jenis obat cair/sirup yang diduga mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glikol.

Jika memang ditemukan adanya pelanggaran hukum, YLBHI meminta agar pemerintah mengambil Tindakan yang tegas berupa pencabutan izin sementara sesuai dengan Pasal 188 Ayat (3) Undang-Undang Kesehatan tentang pencabutan hak administratif farmasi, yang tidak memenuhi standar persyaratan keamanan,khasiat, dan mutu dengan kurungan penjara paling lama 10 tahun dan denda satu milyar rupiah.

“Keluarga korban dapat menuntut untuk ganti rugi baik materiil maupun non-materiil terhadap perusahaan produsen dan penyedia obat cair/sirup dan kepada pemerintah karena kelalaiannya melakukan pengawasan sehingga menyebabkan hilangnya nyawa warga negara” ujar Isnur.

DINDA NARAYA BEGJANI

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus