Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mempertanyakan kebijakan mutasi Polri. Ia juga menilai mutasi terhadap ratusan perwira itu dilakukan tanpa adanya keterbukaan atau transparansi. Menurut Isnur, langkah mutasi seringkali digunakan sebagai solusi instan untuk meredam kritik publik tanpa menyelesaikan akar permasalahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Masyarakat dan YLBHI bertanya, kenapa kesalahan yang dilakukan oleh perwira atau komandan hanya direspons dengan mutasi ke posisi setara? Ini bukan bentuk sanksi yang adil,” ujar Isnur saat dihubungi, Rabu, 1 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menilai mutasi polisi tersebut lebih terlihat sebagai bentuk kompromi internal daripada mekanisme penegakan hukum yang tegas. Isnur juga mengkritisi pola pengelolaan pelanggaran yang cenderung menguntungkan pihak yang bersalah.
“Sering kali setelah mutasi, ujung-ujungnya mereka mendapatkan promosi. Hal ini justru menciptakan kesan bahwa Polri melindungi anggotanya yang melakukan kesalahan,” katanya.
Kasus-kasus tertentu, seperti dugaan pelanggaran yang dilakukan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, menjadi perhatian khusus YLBHI. Isnur menyebut bahwa tindakan membuat berita palsu atau merekayasa kasus adalah bentuk pelanggaran serius yang semestinya ditindak lebih dari sekadar pemindahan jabatan.
“Ini bukan hanya soal jabatan, tetapi juga ada ancaman pidananya. Proses etik kepegawaian dan pidana harus dilakukan secara transparan,” ujarnya.
YLBHI mengingatkan Polri untuk tidak terjebak pada pola mutasi yang hanya menunda permasalahan tanpa memberikan efek jera. Menurut Isnur, publik terus disuguhkan peristiwa berulang, yaitu pelanggaran oleh aparat tidak direspons dengan langkah yang memadai.
“Kita sering melihat cerita yang sama. Tidak ada tindakan tegas terhadap pelanggaran, dan ini menjadi catatan besar untuk kepolisian,” ucap dia.
Dalam pandangan YLBHI, sikap tegas dan transparan dari Polri sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik. Isnur menekankan bahwa Polri harus menunjukkan keberpihakan kepada keadilan, terutama ketika menyikapi anggota yang melanggar hukum. “Masih banyak aparat yang baik. Kebijakan yang tidak tegas justru merugikan mereka dan mencoreng citra kepolisian secara keseluruhan,” kata dia.
YLBHI berharap Polri segera memperbaiki mekanisme internalnya dengan memprioritaskan akuntabilitas dalam penanganan pelanggaran. Selain itu, mereka mendorong Polri untuk memberikan sanksi yang sesuai, baik etik maupun pidana, bagi anggota yang terbukti melanggar. Langkah ini dinilai krusial untuk membangun kepercayaan publik yang lebih kuat terhadap institusi penegak hukum.