Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Zina dan pembangunan

Sairi & ponasih dari desa minderedjo (ja-tim), disidangkan dibalai desa karena dituduh berzina. mereka dihukum masing-masing untuk mengumpulkan 10 kubik batu, hal ini untuk menegakkan norma-norma adat desa.

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA malam itu sunyi senyap. Apalagi di rumah Umar Thajib. Semenjak sore Umar pergi menjaga air di sawahnya. Istri beserta dua anaknya di rumah. Tiba-tiba dua orang penduduk kampung, Kasian dan Buadi, melihat seseorang masuk ke rumah Umar. Tidak salah lagi orangitu tetangga mereka juga, Sairi, 40 tahun. Kecurigaan segera saja muncul di benak kedua orang itu. Beberapa orang penduduk dibangunkan. Bersama Hansip dan Kamituwo Mustadjab, mereka mengepung rumah Umar. Salah seorang dari mereka, adik Umar, masuk ke rumah. Mengendap-endap adik Umar menuju rumah kakaknya. Tiba-tiba pintu terbuka. Sairi keluar dari rumah dan langsung menyerahkan diri kepada Mustadjab. "Saya mengaku salah dan bersedia menerima hukuman apa saja dari kampung," ujar Sairi. Kejadian yang menggemparkan Dukuh Wonokerto, Desa Minduredjo, Jawa Timur pertengahan Oktober lalu itu segera diperiksa di rumah Mustadjab. Baik Sairi maupun istri Umar, Ponasih, 37 tahun, tidak mengaku melakukan perzinaan malam itu. "Keduanya hanya mengaku duduk-duduk di ruang depan dan tidak masuk ke kamar," kata Kamituwo Mustadjab kepada TEMPO. Alasan Sairi mendatangi rumah Ponasih tengah malam, katanya, karena "tergoda setan". Malam itu Sairi ditahan di rumah Carik Desa, Mudjaijin, sementara Ponasih di rumah Mustadjab. Besoknya, di hadapan Kepala Desa, H. Sardjoprajitno, kedua orang itu dipertemukan dengan Umar. Kepala Desa menawarkan kepada Umar jalan damai. Umar sendiri waktu itu bingung -- sehingga tawaran lurah itu diterimanya. Mirip dengan kasus Sarkowi yang dihukum membuat lapangan bola di Desa Babakan, Majalengka, Jawa Barat (TEMPO, 10 Oktober) Sairi dan Ponasih disidangkan di balai desa. Kedua tertuduh itu oleh sidang desa dihukum masing-masing mengumpulkan 10 kubik batu untuk pembangunan desa. Keputusan itu sesuai dengan rembuk desa 1978. Barangsiapa yang melakukan hubungan kelamin dengan bukan istri atau suaminya harus didenda masing-masing 10 kubik batu kali. Sairi menerima hukuman itu -- tapi ia tak usah memikul batu itu dengan pundaknya senduri. Ia mengeluarkan biaya Rp 40 ribu untuk membeli 20 kubik batu kali bagi dirinya sendiri dan Ponasih. Setelah itu Umar kembali berkumpul dengan istri dan anaknya-Ponasih sempat dipulangkan ke rumah orang tuanya selama empat hari. Persoalan semula dianggap selesai. Tetapi, entah bagaimana caranya, Umar berhasil mengorek pengakuan istrinya bahwa Sairi pernah menggaulinya sekali. Malam itu, cerita Ponasih, rumahnya diketuk orang. Ponasih mengira suaminya pulang dari sawah. Tanpa curiga ia membuka pintu dan melihat ada lampu teplok remang-remang dibawa orang yang mengetuk pintu itu. Tanpa curiga Ponasih langsung ke kamar mandi untuk buang air kecil. Setelah itu ia langsung saja ke kamar dan tidur. Di kegelapan malam itu, cerita Ponasih lagi, orang yang dikira suaminya mengajaknya bersanggama. Ponasih melayaninya sekali. Ponasih baru sadar bahwa orang yang menggaulinya bukan Umar, katanya, setelah Sairi keluar rumah dan terdengar ramai-ramai di luar. " Hubungan itu berlangsung sebentar saja," ujar Ponasih. Cerita itu menggusarkan Umar. Ia merasa rumah tangganya sudah ternoda oleh Sairi. "Kalau hubungan itu suka sama suka, saya akan ceraikan istri saya, tapi kalau perkosaan akan saya maafkan," kata Umar. Untuk menjernihkan urusan itu, Umar mengirim pengaduan ke Kejaksaan Negeri Mojokerto. Namun kejaksaan mengalami kesulitan, karena Sairi membantah. Apalagi tidak ada saksi yang melihat maupun bukti-bukti lain. "Sairi hanya mengaku duduk-duduk di rumah itu," ujar Fuad Thalib, Kepala Kejaksaan Negeri Mojokerto. Sairi sampai saat ini memang tidak mengaku berzina. Malam itu, kata Sairi, ia merasa sukar tidur. Sebab itu ia mendatangi rumah Umar, temannya sesama anggota Hansip, untuk sekedar mengobrol. Setelah ia dipersilakan duduk, Ponasih baru memberitahu bahwa Umar ke sawah. Setelah mengobrol sebentar, katanya, ia langsung pulang. Siapa tahu, katanya lagi, begitu membuka pintu, ia sudah dikepung penduduk. Memang Nasib Tetapi Sairi pasrah menerima hukumannya itu. "Saya rela untuk menenangkan penduduk kampung," kata Sairi. Ia tidak berniat mengambil kembali 20 kubik batu yang diserahkannya--apapun putusan pengadilan yang sebenarnya nanti terhadapnya. Istrinya, Antiani, juga pasrah saja. "Memang itu nasib kami," kata Antiani, yang percaya sepenuhnya bahwa suaminya tak berbuat tak senonoh. Hukuman yang dijatuhkan sidang desa terhadap Sairi dan Ponasih dinilai Kepala Kejaksaan Negeri Mojokerto, Fuad Thalib sebagai hukum adat. Fungsinya agar penduduk desa mematuhi norma-norma adat yang ada di desa itu. "Kami tidak bisa melarang," ujar Fuad Thalib. "Asal saja putusan sidang desa itu tidak disalahgunakan Kepala Desa untuk kepentingan pribadi," tambahnya. Tapi ia akan tetap melanjutkan perneriksaan dan kalau perlu terus membawanya ke pengadilan. Hukuman yang pernah dijatuhkan desa akan dipertimbangkan untuk meringankan putusan pengadilan -- kalau perkara perzinaan terbukti. "Tidak adil dong, kalau hukuman itu tidak dipertimbangkan," katanya. Sebaliknya Carik Desa Minduredjo, Mudjajiin, bersedia mengembalikan denda yang sudah diputuskan desa, kalau Sairi dijatuhi hukuman oleh pengadilan. "Tetapi kalau ia rela dan ikhlas, sumbangan desa tentu saja kami terima," kata Mudjajiin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus