Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Menghimpun film-film yang hampir hilang

Tvri menyediakan dana rp 50 juta dalam tahun 1981/1982 untuk menyusun dan menyelamatkan film-film dokumenter. karena sistem penyimpanan yang tidak baik, banyak film dokumenter yang hancur & sulit dikenali.

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASA silam di Indonesia nampaknya cuma diingat-ingat, tapi tak disimpan. Awal Oktober, misalnya, ternyata sebuah dokumen penting--film mengenai penggalian jenazah para Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya--dikabarkan hilang. TVRI sendiri, yang memfilmkan peristiwa tersebut ketika itu, juga kaget. Untung saja sebuah sumber masih menyimpan copy film itu. Atas jasa sumber inilah, peristiwa bersejarah tadi bisa ditonton dalam acara Gema Pancasila di TVRI di bulan Oktober itu pula. Pada kesempatan ltu, diputarkan pula film dokumenter operasi pasukan baret merah RPKAD di Jawa Tengah dan Bali di tahun 1968, ketika pasukan yang kini bernama Kopasandha itu membersihkan orang-orang PKI. Film itu dibuat wartawan TVRI Hendro Subroto. Di luar dugaan, pemutaran film tadi mendapat pujian. Sejumlah kalangan kemudian meminta agar film itu diputar kembali untuk mengingatkan generasi muda akan peristiwa itu. Sadar akan pentingnya film dokumenter semacam itu, TVRI berusaha mengumpulkan kembali film-film yang memuat peristiwa bersejarah. Dari berbagai sumber, antara lain pemerinuh . Belanda, TVRI berhasil memperoleh film mengenai pendaratan tentara sekutu di Surabaya. Juga film mengenai mobilisasi pemuda Indonesia jadi Heiho dan Peta, peristiwa Lapangan Ikada, Jakarta, serta kedatangan PM Jepang Tojo ke awa sekitar Juni 1942 yang dibuat Nippon Eigasja Java. TVRI juga memperoleh film peristiwa Aksi Polisionil II Belanda 1949. Di situ tampak Panglima Besar Jenderal Sudirman yang diundu memimpin perlawanan dengan gigih di pedalaman. "Sayang jika visualisasi heroisme seperti itu tidak diketahui generasi muda," kata Willy Karamoy, Kepala Seksi Dokumentasi, Pusat Pemberitaan TVRI. TVRI kini menyediakan dana Rp 50 juta buat tahun anggaran 1981/82. Dengan uang itulah, film dokumenter hitam-putih --biasanya 16 mm--dibeli, dan selanjutnya ditransfer ke pita video U-matic. Koleksinya kini berjumlah sekitar 49.000 peristiwa yang bisa dipelajari dan ditransfer para peminat. Dalam usaha mencari film-film bersejarah tadi, Willy juga membongkar dokumentasi TVRI. Di sinilah dia kemudian mengetahui ada sejumlah film penting yang hilang. Film mengenai pengumuman Repelita I yang disampaikan Presiden Soeharto di Istana Bogor 1969, misalnya, tak diketahui tercecer di mana. Juga film operasi Dwikora (1964) di perbatasan Kalimantan Barat, yang dibuat Hendro Subroto, hilang pula. Kenapa hal itu terjadi? Baik Willy maupun Hendro mengungkapkan bahwa di masa lalu pendokumentasian film kurang diperhatikan. "Film-film diletakkan begitu saja sesudah disiarkan," kata Hendro. Dan.karena tidak dibubuhi catatan lengkap, maka sekitar 4.000 rekaman peristiwa di atas film hitam-putih 16 mm dan 8 mm kini sulit dikenali. Untung saja film Ulang Tahun PKI Mei 1965 di Istora Senayan bisa diselamatkan. Dengan rekaman gambar inilah, aparat keamanan, antara lain, melacak sejumlah tokoh PKI. Terlambat Karena sistem penyimpanan yang tidak baik juga, maka ratusan film dokumenter milik Pusat Produksi Film Negara (PPFN) hancur dan sulit dikenali. Untuk menyelamatkan yang tersisa, Agustus lalu PPFN menyerahkan 6.880 reel film ke Arsip Nasional. Di tempat baru itu "peralatannya lebih lengkap," kata Drs. G. Dwipayana, Direktur PPFN. Sementara itu, PPFN kini berusaha mengenali kembali sekitar 9.000 reel film yang dibuat pada periode 1945-50. Di gudang PPFN di Jl. Oto Iskandardinata, Jakarta, kini masih tersimpan film mengenai operasi penangkapan atas gembong DI/TII Kartosuwiryo, penumpasan pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Beberapa di antaranya kemudian ditransfer TVRI ke pita video U-matic. Sayang, kesadaran mendokumentasi film-film bersejarah itu datang terlambat. Padahal sesungguhnya, banyak karya gemilang ditelurkan sejumlah juru kamera dan wartawan Indonesia. Hendro Subroto, misalnya, adalah satu-satunya wartawan yang berhasil mengabadikan penglepasan 200 pilot AS, tawanan perang Vietcong, di Loc Nint di uhun 1973. Karena hal itu merupakan peristiwa yang pertama kalinya, sejumlah stasiun televisi AS berusaha membeli rekaman tersebut--berapa pun harganya. Untuk satu still photo yang dibuat Hendro, mereka, kata Hendro, berani menawar US$1.000. Tapi Hendro, atas insttruksi TVRI Jakarta, menolak semua penawaran tersebut. "Kalau saya mau, saya bisa kaya," katanya. Tapi tentu saja, bukan cuma Hendro yang bisa menghasilkan film gemilang yang patut didokumentasi. Persoalannya tinggal: jika film itu telah ditelurkan, akankah selamat dan berumur panjang?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus